Setumpuk PR di Balik Rencana Larang Warga DKI Sedot Air Tanah

Wawancara Khusus Dirut PAM Jaya

Setumpuk PR di Balik Rencana Larang Warga DKI Sedot Air Tanah

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 15 Okt 2021 07:00 WIB
Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo
Foto: Dwi Andayani/detikcom

Berapa rata-rata umur pipa di Jakarta?

PAM Jaya itu kan umurnya hampir 100 tahun di 2022 itu adalah momentum di mana kemudian ada air masuk ke Jakarta lewat perpipaan. Artinya pipa yang ada itu masih kita pakai yang sudah mau 100 tahun, tapi ini DCI ya, artinya kekuatannya memang masih oke, tapi sebetulnya umur teknisnya sudah lewat lah, kira-kira 30 tahunan. Terus kemudian sebagian besar kita sudah di atas 25 tahun. Ini kemudian yang perlu kita perbaiki, perlu kita rehab.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini yang memang akhirnya dari semua kumpulan persoalan tadi inisiatif strategisnya adalah pertama tambahin air masuk ke Jakarta atau memanfaatkan air yang ada di Jakarta artinya 13 sungai, 108 waduk embung di situ kita manfaatkan sebagai sumber air baku, selain kemudian memang ada air masuk ke Jakarta rencananya spam regional Jatiluhur - Karian itu sekitar 7.200 liter per detik, kemudian ada tambahan 3 ribu liter per detik, 10 ribu sekian. terus kemudian kita manfaatkan yang internal 2 ribu sampai 3 ribu liter per detik.

Dengan tambahan itu tetap defisit?

ADVERTISEMENT

Selama tingkat kebocoran air nya nggak turun, tapi kalau kebocoran airnya kemudian turun proyeksi kita tadi adalah 13 ribu, jadi itu terpenuhi lah kira-kira air yang masuk ke Jakarta selain ada spam regional yang sedang disiapkan.

Kebutuhan anggarannya supaya 100% warga Jakarta tersalurkan pipa?

Ini dengan kondisi yang sekarang ini artinya ada pressure, tekanan terhadap fiskal Pemprov maupun tentunya juga APBN, memang kebutuhan kita itu diproyeksikan untuk bisa mencapai 100% itu sekitar Rp 27 sampai Rp 30 triliun, kita berencana kan 2030 100%. Kita melihat dengan segala hal yang tadi saya sampaikan tadi inisiatif nambah air ke Jakarta, bikin jaringan perpipaan nya terus menurunkan kan NRW nya itu sekitar Rp 27 sampai Rp 30 triliun

Rp 27 sampai Rp 30 triliun itu butuh dukungan APBD/APBN seluruhnya atau swasta juga dilibatkan?

Jadi kita saat ini dengan PUPR itu sedang exercise strategi pembiayaan, dukungan pemerintah nya dan juga kemungkinan kita bikin KPBU atau KPDBU pemerintah daerah dengan badan usaha. Itu yang saat ini kami bersama Pemprov dan PUPR untuk melihat strategi pembiayaan yang kemudian secara kemampuan fiskal pemerintah itu mampu dan juga tidak menutup dari kerjasama dengan badan usaha. Itu juga salah satu yang kemudian kita masukan, berapa berapa porsinya itu masih dalam pembicaraan. Tapi ya saya sampaikan ini ke betul-betul yang kemudian SPAM regional ya Jatiluhur - Karian kan dalam waktu dekat ini dengan commercial of date nya itu 2024. Maka kita harus kemudian menyiapkan infrastruktur untuk bisa mengalirkan 7.200 liter per detik dari SPAM Jatiluhur dan Karian.

Dukungan lain yang dibutuhkan dari pemerintah?

Akhirnya kan pada persoalan affordability ya, ini kan kemudian harus willingness to connect sama willingness to pay kan. Affordability bagaimana kemudian warga yang menjadi pelanggan akhir dari SPAM DKI Jakarta itu mampu. Itu juga termasuk hal yang kemudian kita juga harus lihat, karena bagaimanapun juga ketika mereka nggak affordable artinya penyerapannya sendiri pun menjadi tidak seperti yang direncanakan, bahwa 5 tahun itu harus kemudian kita bisa mengabsorb 100%. Itu dari sisi politik tarif lah gitu ya karena tarif itu kemudian domainnya pemerintah ya untuk menentukan tarif kepada warga itu berapa.

Sebenarnya ada Permendagri ketika kemudian tarif itu tidak bisa menutupi maka pemerintah harus kemudian memberikan subsidi atas hal tersebut. Untuk DKI saat ini memang ada aturan yang bisa memungkinkan ada subsidi itu

Yang kedua adalah kemudian restriction (larangan) untuk kemudian mengambil air tanah itu. Tapi ini kan siapa yang duluan gitu kan, airnya harus ada dulu sebelum kemudian kita merestriksi gitu. Kalau kita restriksi lalu kemudian tanpa ada alternatif perpipaannya atau airnya itu kan nggak. Nah itu makanya restriksi itu akhirnya pada peraturan perundangan bagaimana itu bisa kemudian meminimalkan pemakaian air tanah baik itu tanah dangkal maupun dalam.

Sebetulnya di Jakarta air tanah dalam itu sudah ada disinsentif lah, komersial dan industri itu ketika mengambil air tanah dalam maka tarif pajaknya itu 2 kali sampai 3 kali lipat dari air minum perpipaan. Artinya kalau mereka berpikir secara ekonomi saja sebenarnya mereka seharusnya switching ketika sudah ada air minum perpipaan. Itu adalah disinsentif dari air tanah dalam.

Dan yang ketiga adalah akhirnya kan ini kejar-kejaran dengan waktu, utilitas yang ada di Jakarta kan juga sudah sedemikian, jadi kita harus kemudian membangun perpipaan yang relatif panjang kira-kira kalau jaringan backbone nya sekitar 130 km itukan juga membutuhkan koordinasi dengan banyak pihak, baik izin maupun kemudian rekayasa rekayasa katakanlah rekayasa lalu lintas, yang memungkinkan kita bisa konstruksi sesuai dengan waktu yang diharapkan.

Itu 130 km yang dibutuhkan untuk 100%?

Nggak, kami belum hitung itu tapi ini lebih ke jaringan backbone, jaringan distribusi utamanya, jadi misalnya kita harus mengalirkan dari Pondok Kopi sampai kemudian di Muara Karang itu kira-kira seperti itu.

Tarif air PAM Jaya saat ini berapa?

Tarif rata-rata kita sekitar Rp 7.900 per m3, itu berarti per 1.000 liter, jadi Rp 7,9 per liter untuk gampangnya membandingkan dengan air minum kemasan.

Sudah ada penelitian mungkin masyarakat mau membeli air dari PAM Jaya kalau harganya berapa?

Itu tadi kita biasa ada yang disebut demand survei itu kemudian nanti akan melihat willingness to pay nya berapa. Nah saya harus recall lagi tapi itu masih affordable.

Kalau nanti 100% warga Jakarta tidak boleh pakai air tanah, perlu disubsidi tidak untuk warga yang kurang mampu?

Sebetulnya tarifnya sendiri sudah mensubsidi, Artinya kita punya batch 7 tarif dari yang sangat sederhana sampai yang industri itu beda, jadi yang sosial sederhana itu Rp 1.050 per m3, sementara kalau industri Rp 14.650, ada subsidi silang komersial dan industri lebih tinggi.

Terakhir, urgensinya seperti apa sehingga harus ada peralihan dari air tanah ke air pipa?

Urgensinya adalah untuk anak cucu kita mungkin kita nggak pernah berpikir bahwa jarang kita berpikir, kita berpikirnya adalah sekarang kita masih oke-oke saja kita nggak pernah kemudian merasakan bahwa muka tanah kita turun. tapi sebenarnya di beberapa daerah di Jakarta itu juga sudah turun bahkan lebih rendah daripada permukaan air laut. long run nya adalah bagaimana kemudian walaupun ini tidak didominasi oleh ekstraksi air tanah tapi ekstraksi air tanah adalah salah satu sebab.

Dengan kemudian kita memindah itu maka kita berkontribusi terhadap sustainability dari lingkungan Jakarta, dan itu adalah untuk anak kita, untuk cucu kita, untuk keturunan kita mereka berhak untuk mendapatkan lingkungan yang minimal sama dengan sekarang atau harusnya lebih baik daripada sekarang.


(toy/fdl)

Hide Ads