Amankan 'Otak' Kapal Perang dari Ujung Jurang dan Utang

Wawancara Khusus Dirut Len Industri Bobby Rasyidin

Amankan 'Otak' Kapal Perang dari Ujung Jurang dan Utang

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 04 Jul 2022 08:30 WIB
Direktur Utama Len Industri, Bobby Rasyidin
Foto: Achmad Dwi Afriyadi
Jakarta -

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini bisa dibilang tak sepopuler BUMN lain seperti PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan lain-lain. Namun, perusahaan pelat merah ini punya peran yang sangat besar khususnya di industri pertahanan.

BUMN yang dimaksud tersebut ialah PT Len Industri (Persero). BUMN ini lahir tahun 1965 dan kini ditunjuk sebagai induk holding industri pertahanan Defend ID.

Kurang populernya Len Industri diakui Direktur Utama perusahaan Bobby Rasyidin dalam wawancara khusus dengan detikcom beberapa waktu lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa Len ini tidak terkenal karena kita tidak di consumer market," kata Bobby yang ditunjuk sebagai Direktur Utama pada Desember 2020 lalu.

Sebelumnya Bobby merupakan Komisaris Independen di Garuda Maintenance Facility Aero Asia dan menjabat sebagai Direktur Utama PT Alcatel Lucent Indonesia sejak Juli 2012.

ADVERTISEMENT

Bobby menjelaskan, Len Industri memiliki beberapa fokus bisnis, salah satunya pada elektronika pertahanan. Dalam elektronika pertahanan ini, Len membuat 'otaknya' kapal perang.

"Nah di mana Len di dalam satu kapal perang ini, Len itu ada di komunikasi, ada di navigasi, ada sistem penginderaannya atau surveillance system-nya, bisa sonar, bisa radar, dan ada di mission system. Jadi semua yang berbau komputasi dan semua berbau elektronikanya di situ Len," paparnya.

Bobby juga bercerita kondisi Len Industri saat ia mulai menakhodai BUMN ini. Ia menyebut, kala itu Len tidak fokus pada inti bisnisnya. Bukan cuma itu, ia juga bercerita tentang kondisi keuangan Len yang berat. Berikut petikan wawancara detikcom dengan Direktur Utama Len Industri Bobby Rasyidin:

Setelah malang melintang di berbagai perusahaan, pada 2020 lalu ditunjuk jadi Direktur Utama Len, bagaimana perasaan bapak saat ditunjuk memimpin perusahaan ini?

Kaget. Kagetnya itu dalam arti positif. Satu kagetnya tidak pernah berpikir bahwa saya akan masuk ke wilayah pemerintah. Kalau ini kan walaupun dia badan usaha tapi kan milik negara. Artinya, semua aturan-aturannya, semua regulasi dipenuhi, tata caranya, tata kerjanya, kan harus manut pada aturan negara.

Sementara di swasta atau di multinational company itu, bedanya gini, Kalau multinational company itu menjadi tujuan utama kita adalah target kita, objektivitasnya kita, bagaimanapun caranya ya kamu atur selama kamu tidak melanggar code of conduct. Kamu tidak melanggar compliance rule, apalagi saya terakhir di Franco Amerika. Franco Amerika sangat ketat dengan cara-cara yang anti coruption.

Sementara kalau kita di sini, itu saya merasa kompleksitasnya jauh lebih tinggi daripada yang ada di multinational company. Kalau di sini itu emang ada KPI, ada target tahunan yang kita capai, tapi yang penting dalam perusahaan negara itu adalah proses, bisnis proses yang harus diikuti.

Jadi walaupun di atas compliance, code of conduct, etika bisnis itu harus kita menghadapi itu SOP atau bisnis proses yang memang sangat rigid. Inilah yang kadang-kadang membuat kita agak sedikit lamban. Kalau biasanya di perusahaan multinational company kita kecepatannnya 100 km per jam, ya kalau di sini mungkin 60-70 rambu-rambunya dilihat terus.

Berat nggak?

Beratnya itu begini, satu, saya menemukan PT Len ini tidak pada porsi yang sesuai dengan namanya. Kedua, saya melihat identitas dari perusahaannya juga blur. Jadi kan saya sudah malang melintang di beberapa perusahaan multinasional itu jelas identitasnya. Kayak misalnya Alcatel identitasnya apa, kita adalah produsen alat-alat telekomunikasi, infrastruktur, infrastruktur telekomunikasi, jaringan telekomunikasi.

Saya pernah di perusahaan sebelumnya software company. Jadi jelas adalah identitasnya software development. Di Len ini identitas ketika saya landing itu blur. Karena terlalu banyak ngerjain macam-macam, mulai dari jaringan gas, mulai dari gardu listrik, kemudian mulai dari, sampai dulu pengin ngerjain Pertashop itu loh.

Which is sebenarnya menurut saya identitas Len tidak di sana. Len itu identitasnya harusnya, namanya electronic company, jadi harusnya melekatnya di elektronikanya, hanya sistem komputasinya, harusnya kesistemannya. Inilah yang dalam satu setengah tahun ini saya benahi.

Di mana saya mengembalikan lagi identitasnya, di mana Len ini kembali ke core kompetensinya, di mana kerjaan-kerjaan atau proyek-proyek di luar core kompetensi itu mulai saya redam. Di lain pihak saya yang di core kompetensi ini yang tadinya Len setengah-setengah ini saya perdalam.

Apalagi masalah Len saat bapak masuk?

Karena tadinya bisnisnya terlalu melebar, kompetensinya tidak dalam, sehingga biaya produksi Len itu tinggi. Biaya produksi Len tinggi overhead-nya juga tinggi di masa lalu nih. Itulah yang menyebabkan Len ini secara kinerja keuangan itu selama ini kedodoran. Itu juga yang menyebabkan bahwa di satu titik, dukungan dari keuangan itu sudah mulai mandek, ketika saya landing.

Maka, apa yang kami lakukan di jajaran direksi waktu itu, kami melakukan 2 program sekaligus. Satu adalah program restrukturisasi yang holistik dan komprehensif terhadap semua aspek. Yang kedua kami melakukan bisnis transformasi dari Len. Diharapkan kedua program ini itu akan menyehatkan kinerja keuangan Len kembali. Ini sekarang dua program sedang berjalan dengan baik which is menurut saya sesuai dengan harapan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kinerja keuangan Len akan menjadi perusahaan yang normal kembali.

Dukungan keuangan mandek itu gimana?

Jadi gini, pada titik antara di mana balance sheet itu neraca keuangan kita harus diperkuat. Di mana sudah timpang, bukan timpang, sudah tidak sesuai kaidah kinerja keuangan yang normal.

Di mana mungkin tingkat utang jauh lebih tinggi dari kemampuan kita membayar. Sehingga utang ini mau nggak mau kan kita lakukan restrukturisasi. Kita panjangin, kita negosiasi bunganya, tenornya kita panjangin, sehingga disesuaikan dengan kemampuan kita membayarnya.

Kemampuan kita membayarnya ini dari mana, tentu dari keuntungan perusahaan. Kalau pondasi bisnis tidak kita ubah maka nggak akan mungkin kebayar ini utang kan. Karena apa tadinya overhead-nya tinggi, biaya pokok penjualannya tinggi sehingga margin tipis sekali bisa-bisa nggak kebayar ini utang.

Sehingga on the same time kita melakukan restrukturisasi dari bisnis kita juga. Supaya keuntungan kita besar, dengan keuntungan besar inilah kita akan membayar, akan mencicil utang yang ada.

Ketika bapak masuk tahun 2020 seberapa besar utangnya? Timpang dengan pendapatan?

Timpang sekali, kalau tidak kita restrukturisasi maka Len pada saat itu akan deadlock.

Berapa utangnya?

Gede lah. Cukup besar, tapi tidak sebesar Garuda, tidak sebesar BUMN lain juga. Tapi kita melihat indikasinya, sudah indikasi ke arah negatif maka kita ambil keputusan pada saat itu melakukan dua hal itu. Kita restrukturisasi, on the same time kita melakukan transformasi bisnis.

2021 itu secara laba rugi kita sudah positif. Alhamdullilah sudah positif. Tapi neracanya belum kuat. Karena kan banyak pekerjaan-pekerjaan terutama pekerjaan-pekerjaan pemerintah. Di mana membutuhkan modal yang kuat juga. Dengan neraca kita yang sekarang maka harus kita perkuat ini neraca supaya kita mempunyai leverage terhadap pembiayaan yang cukup, yang lebih tinggi untuk pembiayaan project-project baru yang kita dapat dari pemerintah.

Itu salah satu tugas dari pemegang saham ketika ditunjuk?

Jadi tugas yang pertama bagaimana menyehatkan kinerja keuangannya Len. Yang kedua untuk menciptakan bahwa Len ini secara bisnis itu ke depannya akan lebih sustain. Yang ketiga bagaimana 2021 kita fokus melakukan holdingisasi dengan melakukan konsolidasi 5 BUMN pertahanan yang ada di mana Len ditunjuk menjadi induk.

Len dari segi usia sudah panjang, tapi bisa dibilang banyak orang nggak tahu. Bisa dijelaskan?

Len ini kan tahun 1965, dulunya bagian dari LIPI namanya juga Lembaga Elektronika Nasional. Kenapa namanya Lembaga Elektronika Nasional karena waktu itu cita-citanya penguasaan teknologi elektronika di mana tujuannya adalah kemandirian kita secara teknologi elektronika.

Kemudian tahun 1989 sempat bergabung menjadi BPIS Badan Pengelola Industri Strategis yang diketuai Pak Habibie waktu itu. Kemudian tahun 1991 itu diubah menjadi badan usaha milik negara.

Nah, PT Len ini sebenarnya kan bicara adalah kesisteman elektronika yang terdiri dari perangkat kerasnya, hardware-nya elektronika itu sendiri dan kemudian softwarenya, software dari kesisteman. Len itu sebenarnya adanya di sana.

Maka berkembangah waktu itu, Len ini membuat pemancar TV, Len membuat radio komunikasi, Len waktu itu membuat persinyalan kereta, Len membuat waktu itu sistem telekomunikasi fiber optic, macem-macemnya di situ. Karena Len itu lahir dari elektronikanya dan kesisteman software elektronika.

Kenapa Len ini tidak terkenal karena kita tidak di consumer market. Kalau kita di consumer market kita bikin TV itu pasti orang kenal kita seperti saudara kita PT Inti. PT Inti mungkin lebih dikenal karena mereka bikin telepon umum, mereka bikin telepon rumah waktu itu. Kita ini karena lebih di hulu, lebih kepada kesistemannya. Maka kita ini tentunya tidak lebih dikenal di publik tapi peranannya karena waktu itu pernah masuk dalam Badan Pengelola Industri Strategis, negara sebenarnya namanya juga strategis, industri strategis, ya perannya seharusnya cukup dominan untuk menopang industrinya Indonesia.

Produk Len apa saja?

Secara garis besar portofolio Len ada yang di elektronika pertahanan. Jadi dalam pertahanan electronic warfare. Jadi kalau kita lihat di dalam sebuah alutsista katakan kapal perang, kapal perang ada platformnya, ada mesinnya, kemudian ada di dalamnya sistem navigasi, sama sistem komunikasinya. Kemudian ada yang namanya sistem surveillance-nya, ada senjatanya. Kemudian ada otaknya, otaknya mission system-nya.

Nah di mana Len di dalam satu kapal perang ini, Len itu ada di komunikasi, ada di navigasi, ada sistem penginderaannya atau surveillance system-nya, bisa sonar, bisa radar dan ada di mission system. Jadi semua yang berbau komputasi dan semua berbau elektronikanya di situ Len. Tapi karena produk kapalnya buka punya Len, Len-nya nggak terkenal, yang terkenal PT PAL-nya. Karena yang produsen kapal adalah PT PAL.

Begitu juga di pesawat, di pesawat itu ada pesawat, aircraft-nya, ada engine-nya, kita sebut platformnya lah. Kemudian di dalamnya ada mission computer-nya, ada avionic system-nya, ada communication, ada data linknya, ada radarnya. Len di tempatnya 5 ini, jeroan di dalamnya ini. Tapi karena pesawat terbang itu produksinya PTDI, PTDI yang muncul.

Yang kedua transportation system, transportation system ini produk unggulannya Len kayak persinyalan atau traffic management control untuk kereta. Ini yang LRT ini kita yang bikin sistemnya. Kemudian yang intercity railways system yang antarkota itu juga kita yang bikin. APMS yang kereta bandara itu kita yang bikin sistemnya. LRT di Palembang itu kita yang bikin sistemnya.

Yang ketiga itu ada seperti yang saya sebut tadi, ada elektronika pertahanan di dalamnya, ada sistem navigasi dan surveillance. Ini contohnya kita dengan BMKG, kita itu punya 9 produk yang kita kerjasamakan dengan BMKG, mulai dari seismograf, weather station, anemometer, ada yang namanya accelerometer. Ini kita produksi barang dengan BMKG untuk kebutuhan seismik, untuk kebutuhan maritim, untuk kebutuhan weather.

Nah, yang keempat produk kami renewable energy. Produk kami itu berkaitan dengan surya lah. Apapun mengenai surya di situ ada solar panel, ada solar thermal dan macem-macem sebagainya.

Holding baru saja diresmikan, bisa dijelaskan kenapa harus dibuat holding? Ada dinamika dalam holding?

Jadi kenapa kita harus bentuk holding kalau tadinya lima orang berjalan masing-masing secara skala industrinya kecil-kecil. Kita kalau bernegosiasi dengan pihak asing, dengan prinsipal asing, kalau kecil-kecil dianggap anak kecillah. Tapi, ketika kita gabung kita besar. Sehingga bargaining power kita kepada prinsipal asing, atau produsen atau industrinya asing ketika nanti bekerjasama dengan dia bargaining power jauh lebih besar.

Yang kedua, kalau aset ini pecah lima leverage-nya kecil-kecil juga. Tapi ketika asetnya kita gabung jadi satu, leverage lebih kuat sehingga bisa meng-address pada leverage pembiayaan itu jauh lebih besar.

Yang ketiga, lima orang berjalan ini yang tadinya itu ada overlapping satu sama lainnya. Ini yang menyebabkan secara operation tidak efisien di lima orang yang berjalan ini masing-masing. Ketika ini digabungkan terjadi sinergitas terjadi juga efisiensi dari operasi. Sehingga, yang tadinya ada overlap, overlap inilah yang kita hilangkan. Yang tadinya overlap menyebabkan kompetisi, kita jadikan sinergi dan kolaborasi. Sehingga secara cost kita turun, diharapkan ke depannya yaitu cita-citanya kami di 2024 menjadi top 50 global defence company itu bisa terjadi dengan baik.

Dinamikanya biasa-biasa saja, karena kenapa, stakeholdernya mendukung semua. Stakeholder dari Kementerian BUMN memang arahnya ke situ, untuk memperkuat footprint BUMN. BUMN kan punya dua fungsi selain fungsi ekonominya juga harus punya fungsi sosial development.

Kemudian dari Kementerian Pertahanan sebagai stakeholder teknisnya juga mendukung. Dari industrial ekosistemnya juga mendukung jadi dinamika boleh dibilang tidak ada, karena semua orang mendukung nih untuk kita gabung-gabung.

Kondisi keuangan anggota holding bagaimana?

Nah, ini yang memang akan menjadi PR seperti saya waktu pertama kali landing di LEN. Memang selama ini, itu biasa ya perusahaan-perusahaan teknologi karena yang menjadi komando rata-rata itu engineer.

Engineer itu penginnya menemukan sesuatu yang canggih, melakukan sesuatu yang hebat. Kadang-kadang lupa melihat bagaimana kita menyeimbangkannya dengan kemampuan keuangan perusahaan. LEN jebol di masa lalu. Ini yang kita sekarang jalan dengan teman-teman yang lain untuk melakukan early warning, early alert jangan sampai deadlock kaya LEN di tahun lalu.

Kalau misalnya arahnya ke sana-sana cepet kita melakukan recovery, dengan Pindad, PAL, PTDI, Dahana kita sekarang bagaimana menyeimbangkan antara pekerjaan kita yang kompleksitasnya tinggi itu dengan kemampuan keuangan kita jangan sampai tidak sinkron.

Rugi semua?

Ya seperti saya gambarkan tadi. Kalau kita bilang rugi, nggak rugi. Tapi yang terjadi itu ketidakseimbangan kinerja saja, jadi ketidakseimbangan kinerja dari operasinya, atau kinerja produksinya, terhadap kinerja keuangan. Tidak seimbang saja. Ini yang harus memang kita harus deep dive ke dalam apa yang membuat dia tidak seimbang kan begitu. Apa yang membuat tidak seimbang kita pikirkan ini, apakah kita masih bisa ubah apakah kita harus restrukturisasi.

Berat apa nggak kondisinya sejauh ini?

Kita sedang proses identifikasi mana sih yang membuat kinerja-kinerja ini, parameter-parameter ini tidak seimbang, kita lagi lakukan itu.

Setelah holding diluncurkan itu langsung ada kontrak. Berapa itu?

Gede itu, jadi kontrak refurbishment kapal saja itu US$ 1,1 miliar. Kemudian kontrak radar itu US$ 400 juta. Kemudian kontrak pelurunya Pindad itu mungkin sekitar hampir US$ 1 miliar. Totalnya mungkin hampir US$ 3 miliar.

Selain itu ada juga kontrak dengan Prancis dan Turki. Prancis terkait radar. Itu untuk siapa?

Jadi gini, sebenarnya bukan beli barang Prancis nggak, tapi radar ini kita develop berbarengan dengan teknologi Prancis. Produknya bukan produk Prancis, produknya produk Indonesia. Tapi kita joint development, joint production itu dengan Prancis. Jangan mikir bahwa barang ini adalah barang Prancis yang dibeli dari Len. Kita ambil sebagian teknologinya dari Prancis, kita gabungkan dengan kemampuan kita, kita bikin joint development dengan mereka yang finally nanti kita akan produksi bersama dengan mereka.

Hasil yang dikembangkan dengan Prancis yang beli pemerintah?

Pemerintah sendiri.

Kenapa Prancis?

Jadi kalau kita lihat maturity level dari teknologinya Prancis salah satu negara yang sangat advance dalam teknologi radar. Kalau bandingkan dengan beberapa negara finally secara keunggulan dan kematengan teknologi Prancis itu it's the best.

Kedua kita melihat adalah sustainabillity dari support ke depan karena sebagian komponen kan tetap akan diproduksi oleh Prancis di luar negeri karena kalau kami paksa semua produksi dalam negeri nanti biayanya akan tinggi karena ekosistemnya, ekosistem komponennya tidak ada di dalam negeri. Sehingga kami melihat sustainabillity.

Kalau kita lihat Prancis ini unik, dia negara NATO, tapi dia tidak support hanya kepada negara NATO. Dia couple antara politik pertahanannya dia itu dengan industrinya. Contoh, Prancis menjual ke Pakistan dan Prancis menjual ke India. India dan Pakistan kan perang seharusnya kalau dia ke memihak, harusnya menjualnya ke salah satu.

Ini uniquness-nya Prancis. Dia negaranya NATO tapi secara industri mereka netral. Itu mungkin sedikit negara-negara NATO yang melakukan itu.

Ketiga adalah level of engagement antara kita dengan dia. Saya dengan si prinsipal asing ini saya selalu bilang harus equal, resiprokal engagement. Jadi gini, apa yang aku beri kamu harus beri dengan level yang sama kepada saya. Ayo kita joint-an kita roadmap-kan masa depan bersama. Tapi apa yang kasih kamu, kamu juga harus ngasih dengan level yang sama kepada saya. Apa yang Prancis dapatkan, Prancis juga harus memberikan hal yang sama kepada saya. Apa yang prancis dapatkan, Prancis juga harus memberikan hal yang dengan level yang sama kepada Indonesia. Jadi prinsipnya itu.

Keempat, keterbukaan dari teknologinya. Biasanya negara-negara yang punya teknologi, bukan biasanya semuanya, itu ngunci teknologi kuncinya. Ngelock tidak mau membuka teknologi kuncinya. Memang Prancis tidak buka juga, tapi dia memberikan accessibility kepada kita itu lebih tinggi dibanding negara barat lainnya. Berdasarkan empat faktor inilah kenapa kami memilih bekerjasama dengan Prancis.

Ini radar pertahanan ya?

Radar pertahanan.

Ada gambaran kehebatan radar ini?

Jadi gini, radar ini kan sebenarnya mata, matanya, sensornya tapi sebenarnya yang menentukan ini gelas, ini kacamata itu kan otak. Radar ini adalah mata dan otak. Nah jadi kecanggihannya apa, kecanggihannya seperti mata dan otak.

Kalau misal saya lihat pesawat terbang nih, saya tidak hanya melihat pesawat terbangnya saja lewat, saya harus mengetahui pesawat terbang itu punyanya siapa, itu kan otaknya tuh. Jangan sampai pesawat terbang musuh lewat karena otaknya kurang canggih kita melihatnya pesawat terbang, tapi pesawat terbangnya Garuda bukan musuh, teman, itu sudah salah banget.

Maka ini ibarat mata dan otak. Otak kalau makin pintar makin dalam melakukan analisa. Misalnya oh ini pesawat terbang, big datanya menyatakan 'Oh ini pesawat terbangnya Garuda, nomor serialnya sekian, dibuat oleh pabrikan ini, kemudian minggu depan dia sudah harus overhaul'. Itu sudah di level analisanya. Kecanggihan dari sebuah radar ini adalah otaknya.

Identitas pesawat ya berarti?

Tidak hanya identitas, dia juga bisa melakukan prediktif analisis. Apa yang akan dilakukan orang ini, dia mengarah ke mana, 'Oh dia mengarah ke Bandung. Oh dia bawa senjata yang radiusnya 200 km. Oh dia udah mau nembak nih'. Begitu dia bilang mau nembak dia kasihkan ke sistem pertahankan kita, ke sistem untuk bertahan untuk nembak dia juga duluan. Inilah fungsi si radar ini makanya namanya ground control interception.

Pesawat siluman pasti kedetect?

Ke-detect, sekarang nggak ada lagi yang ke-detect. Dulu, radar-radar dulu bener, pesawat siluman dia menyerap pancaran si radar. Tapi sekarang yang di-detect bukan dari body-nya pesawat itu dari after burn-nya, dari knalpotnya. 'Oh ada panas ini, berwujudnya nggak ada, tapi panasnya ada ini, oh siluman'.

Satu radar berapa?

Harganya mahal bisa sampai Rp 500-600 miliar satunya.

Kalau dengan Turki?

Dengan Turki itu tank, ini satu hal yang harus dikembangkan oleh Indonesia. Indonesia kalau kita lihat, kalau di luar orang perang main battle tank. Kalau kita lihat ada Scorpion, kalau punya Amerika Abrams, kalau Jerman Leopard. Itu kan tank-tank berat yang memang didesain untuk gurun. Yang profil dari tanahnya itu rock. Untuk padang pasir itu kuat tank-tank itu.

Sementara Indonesia ini, satu jalan kita nggak kuat, aspal kita nggak kuat. Kedua jembatan-jembatan kita itu tonasenya tidak besar. Ketiga kita banyak rawanya. Keempat tanah kita clay, tanah liat.

Kalau kita main battle tank yang berat sekian puluh ton atau sekian ratus ton tenggelam itu tank. Maka dibikinlah medium tank.

Medium tank ini dia secara kemampuan hampir sama dengan main battle tank, MBT, cuma dia jauh lebih ringan, sehingga manuvernya cepat, bisa di jalan-jalan kecil, dia bisa menerobos rawa-rawa, karena dia ringan. Inilah yang kita kembangkan FNSS Pindad, dengan FNSS, dengan Turki

Kalau dari segi kekuatan?

Kekuatan itu tergantung model operasi dan dioperasikan di mana, mungkin kalau dioperasikan di gurun ini tank jauh ketinggalannya. Tapi kalau misalnya MBT tadi dioperasikan Indonesia nggak jalan ini benda. Maka ini bagus temen-temen di Pindad. Mendesain sesuatu yang bener-bener sustainable cocok untuk Indonesia.

Ini untuk TNI AD?

TNI AD.

Target tahun ini?

Target tahun ini tentunya tinggi karena gabung-gabung. Tapi seperti saya bilang tadi, jangan sampai kita makan sesuatu yang isinya duri semua. Bagaimana kita mengkonversikan duri-duri ini menjadi daging yang enak. Makanya tidak hanya ke depan saja kita kejar, ke belakang harus kita tata. Kalau nggak jebol.

Target kontrak?

Target kontrak kita alhamdullilah sudah tercapai. Totalnya itu kan Rp 35 triliun. Rp 35 triliun itu dari kontrak on hand di PT Len sendiri sekarang sudah Rp 12 triliun, kontrak on hand di PT Pindad sudah Rp 15 triliun, kemudian di PT PAL Rp 11 triliun atau Rp 17 triliun, PTDI mungkin sekitar Rp 3-5 triliun. Semuanya sudah over achieve.

Seperti saya bilang tadi, permasalahan utamanya bukan ngejar kontraknya, bagaimana menyelesaikan kontrak ini dengan kualitas yang bagus dengan cost yang rendah sehingga perusahaannya profitable dan tepat waktu. Dan plus bagaimana mulai menguasai teknologi.

Len mengajukan PMN tahun ini, untuk apa?

Nah tadi kan kami menerima Rp 35 triliun lebih. Untuk memenuhi ini, kami harus meningkatkan apa, satu, meningkatkan penguasaan teknologinya sehingga kami bisa produksi.

Kedua adalah meningkatkan kapasitas produksinya seperti saya gambarkan tadi Pindad. Pindad itu dapat 4,5 miliar butir peluru, kapasitasnya sekarang cuma 300 juta setahun. Kalau 4,5 miliar butir peluru kan artinya 1 miliar per tahun sampai 2024.

Bagaimana ini dengan 700-nya apakah kita impor, masa impor lagi. Maka kita perlu meningkatkan kapasitas produksinya.
Nah yang ketiga adalah bagaimana peralatan-peralatan kita jamin sustainabillity operation-nya ke depan. 1-2-3 ini butuh investasi. Butuh investasi itulah yang kami ajukan dengan PMN bukan untuk bayar utang.

Presiden Jokowi menerbitkan PP di mana kerugian BUMN ditanggung direksi. Bagaimana menurut bapak?

Harusnya begitu, basis saya kan swasta, saya dari multinational company itu harus. Bahkan kalau saya di swasta multinational company dulu forecast saya, target saya akurasinya jelek, bukan nggak tercapai, akurasinya jelek saja, saya dipecat.

Jadi, kalau di multinational company itu apapun angka yang pernah kita ucapkan dan kita commit we have to deliver, mau pandemi, mau dunianya runtuh. Kenapa kamu tidak prediksikan dari awal. Kesalahan kamu di situ. Kenapa sudah tahu pandemi kamu masih masang target tinggi.

Sehingga direksi ini juga harus kalkulatif tidak asal masang angka, harus mempertimbangkan semua aspek dari perusahaan harus melihat environment bisnisnya seperti apa itu tugasnya direksi. Itu sudah harus begitu.

Len ikut terlibat dalam pembangunan LRT Jabodebek sebagai pihak yang membangun persinyalan. Bisa dijelaskan progres pembangunan persinyalannya, mengingat rencananya LRT akan diresmikan 17 Agustus 2022? Kabarnya, integrasi sarana dan prasarana baru 30%, apa kendalanya?

Len telah 98% menyelesaikan pemasangan persinyalan di OCC atau Pusat Operasi & Kontrol LRT Jabodebek. 100% memasang sistem persinyalan di jalur utama: lintas 1 Cibubur-Cawang; Lintas 2 Cawang-Dukuh Atas; dan Lintas 3 Cawang-Jatimulya. 100% memasang sistem persinyalan di 31 kereta LRT Jabodebek.

Awalnya memang ditargetkan Agustus 2022, namun dinamika di lapangan berubah, dan ini sudah diketahui oleh Kemenhub, Adhi, Inka, KAI. Bahwa software yang akan digunakan perlu dilakukan penyesuaian terhadap operasional di lapangan seperti lintasan/track dan kereta. Sehingga pengoperasian pertama LRT Jabodebek akan ditargetkan pada tahun 2023.

Saat ini sedang dilakukan pengetesan secara bertahap, di OCC, di Lintas Pelayanan 1-3, dan di kereta LRT, dan selanjutnya akan ada pengetesan secara terintegrasi secara keseluruhan juga.


Hide Ads