Catatan 5 Tahun Pimpin OJK hingga Rencana Usai Pensiun

Blak-blakan Wimboh Santoso

Catatan 5 Tahun Pimpin OJK hingga Rencana Usai Pensiun

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 13 Jul 2022 12:55 WIB

Kita fokus ke restrukturisasi, ini kan kebijakan afirmatif yang agak berani, risiko yang cukup besar sebenarnya. Di saat yang sama keuangan secara global meredup, di saat yang sama juga ada kebijakan yang sifatnya memberikan insentif sebenarnya. Itu awal mulanya keputusan itu diambil gimana ceritanya?

Pada saat itu ada rapat kabinet dan semua memang berpikir keras bagaimana kebijakan yang harus kita keluarkan agar bisa menahan, agar ini semua bisa tetap berjalan dengan baik ekonomi kita dan ekosistem ekonomi bisa berjalan dengan baik, itu saja. Nah yang kita lakukan coba kalau tidak kita lakukan berkaitan dengan kebijakan restrukturisasi, maka nasabah 3 bulan akan dikategorikan diragukan, ujung-ujungnya akan menjadi macet.

Pada saat macet semua fasilitas disetop, bank-nya atau pemberi pinjamannya akan harus menyediakan cadangan untuk kredit macetnya dan cadangan itu pasti tidak sedikit, ujung-ujungnya permodalannya menjadi kurang dari ketentuan. Prudential mengatakan kalau modalnya kurang dari level tertentu harus dimasukkan pengawasan intensif, 9 bulan dari itu akan menjadi pengawasan khusus, lalu 3 bulan setelahnya harus dicabut. Apa kita mau ikutin gitu?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kita tahu pandemi COVID ini tidak akan seterusnya, ini adalah temporary dan ini kita tidak mau pengalaman krisis 1997-1998 terulang which is sangat legalistik handling-nya. Ini nggak kita lakukan dengan segala konsekuensi sehingga kita tahan ada Rp 900 triliun nasabah masuk skema restructuring dan sekarang ini sudah mereda, sudah sekitar Rp 500 triliun dan kami yakin gradually akan menurun. Kami juga sudah komunikasi dengan CEO-CEO bank, kita perkirakan sampai akhir tahun itu yang restructuring kira-kira tinggal 3-9% dari total kredit sehingga kita minta semua perbankan membuat cadangan secara gradual sesuai kemampuan dan kita harapkan pada 2023 nanti ini toh kalau ada yang belum selesai tidak banyak terutama sektor-sektor yang berkaitan dengan pariwisata mancanegara ini belum pulih semua which is itu hotel-hotel, restoran yang terkait dengan high end pariwisata itu mungkin belum semua dan itu hanya sektor-sektor itu yang membutuhkan waktu lebih lama.

Sekarang ini untuk sektor yang lain sudah tumbuh, kredit sudah tumbuh 9,1% yoy luar biasa bahkan year to date-nya sudah di atas 5%, ini suatu tanda yang luar biasa bahwa ekonomi kita yang tadi didukung oleh belanja rumah tangga atau belanja masyarakat setelah dibukanya mobilitas ini betul-betul sudah terjadi sehingga kamu tidak khawatir dari segi fundamental ekonomi Indonesia bahkan PDB kita Q1 sudah 5,1% yoy, ini luar biasa, momentum ini harus kita jaga dan kita tinggal bagaimana memitigasi terkait dengan spillover dari normalisasi kebijakan The Fed dan terkait inflasi bagaimana harus kita manage dan terkait bagaimana gangguan global bisa kita mitigasi dengan baik.

ADVERTISEMENT

Jadi kebijakan ini tidak akan menelurkan dampak bawaan jangka panjang seperti yang dikhawatirkan beberapa pihak?

Enggak. Kami yakin seyakin-yakinnya bahkan untung sektor keuangan terutama perbankan pengumuman Q1 tahun ini cukup luar biasa. Saya itu menandakan bahwa dia mempunyai buffer yang cukup, permodalan cukup sehingga bisa untuk meng-absorb pembentukan cadangan yang cukup bagi sektor-sektor yang barangkali recover-nya perlu waktu lebih lama. Jadi kami yakin itu adalah yang betul-betul di luar skenario awal waktu saya masuk jadi Ketua OJK, saya nggak kebayang akan ada itu.

Waktu kebijakan itu, jadi kebijakan yang sempat diragukan oleh banyak pihak ya dari kreditur terutama dan analis ekonomi?

Itu bagi saya biasa. Setiap kebijakan pasti menjadi perhatian dan diskusi, malah saya mengharapkan itu. Akhirnya terjadi diskusi dan berjalannya waktu ada evidence dan ada testimoni, akhirnya ujung-ujungnya baru sadar oh iya ya coba kalau kita nggak lakukan itu. Secara legalistik beberapa bank harus sudah di-declare default dan nasabah itu pasti begitu di-declare macet, pemiliknya sudah nggak bisa ngapa-ngapain kecuali harus mengikuti proses pailit, kita tidak menginginkan itu. Itu lah yang mungkin membuat ekonomi kita masih bisa bertahan dan pengumuman Indonesia salah satu negara yang barangkali bisa bertahan. Sekarang ini pengumuman Pak Presiden sudah 60 negara yang bermasalah.

Kondisi pandemi ini kan ada downside, ada blessing in disguise-nya juga. Downside-nya tadi kita sudah bicara di sektor perbankan terutama, tapi blessing in disguise-nya adalah gairah orang untuk kemudian masuk ke investasi pasar modal begitu bergairah, orang bilangnya Corona investor karena orang berduyun-duyun melakukan trading. Bapak melihatnya fenomena apa ini?

Ada dua poin penting yang harus kita cermati. Pertama bayangin saja semua gaji terutama yang punya gaji tetap kan masih dapat gaji, kita nggak bisa lagi ngopi, dua tahun nggak pernah ngopi lho kita, nggak pernah bawa anak jalan-jalan, ke hotel tutup, duitnya utuh, mau ke luar negeri juga nggak bisa sehingga airlines bermasalah, transportasi bermasalah tutup semua, toko-toko bermasalah dalam waktu dua tahun. Uangnya ke mana? ditabung di bank.

Nah ada kecerdikan di poin kedua ini dari pasar modal dan ini memang kita desain. Kita buka terkait investasi dengan platform digital, luar biasa digital kita dorong, transformasi digital kita percepat termasuk perbankan, pasar modal, asuransi 'eh lu jualannya jangan pakai lagi manusia, ini COVID bahaya, lu transform pakai digital' even rapat kita bolehkan digital, RUPS digital, semua digital termasuk penjualan produk pasar modal menggunakan digital. Akhirnya yang punya uang juga pikir daripada duit nganggur di bank nggak ada gunanya mending kita masukkan ke pasar modal, pesan itu sampai, langsung investor naik terutama ya milenial ini biasanya yang suka piknik, ngopi kan milenial. Kalau yang sudah sepuh keluar sering-sering kan masuk angin toh, makanya investor milenial yang tinggi itu.

Tidak heran, naiknya luar biasa dalam waktu setahun bisa 3 juta investor masuk baru. Selain itu juga berkaitan dengan euforia ini kan potensi dari demand langsung ditangkap juga para emiten baru sehingga ada Rp 300 triliun di 2021 itu emiten baru dan itu kebanyakan adalah digital. Proses ini kan memang terjadi dan memang kadang-kadang up and down itu karena preferensi aja dan ini sentimen, kalau ada sektor bagus ya pindah, ini adalah fenomena yang normal. Sekarang ini kan banyak sentimen negatif karena The Fed menaikkan 75 basis poin, ya keluar nggak masalah nanti balik lagi. Kemarin indeks kita sudah 7.200, turun 6.700 oke lah, bakalan balik, biar bagaimana kita merespons dengan kebijakan yang positif memberikan signaling. Kenaikan suku bunga saya rasa salah satu yang ditunggu masyarakat, tinggal timing-nya dan Gubernur Bank Indonesia mengatakan ya, tinggal nanti pasti ada timing-nya terutama untuk meng-anchor inflasi.

Selain pasar modal juga berkembang sektor finansial non bank, kita lihat di situ tumbuh juga industri baru yang namanya financial technology, kemudian ada marketplace, ada juga peer to peer lending itu bagian dari yang berkembang. Bapak melihatnya bagaimana? Orang semakin literate di digital ada bank digital dan sebagainya.

Ini perkembangan digital terutama di sektor keuangan nggak bisa kita hindari karena masyarakat mendapatkan kemudahan baik dari service yang cepat, bisa murah dalam hal service price-nya, memotong waktu juga dan bagi pemerintah terutama saya sendiri sebagai Ketua OJK mendukung itu karena ini bisa akses cepat ke seluruh pelosok tanah air yang tadinya nggak bisa mendapatkan service sektor keuangan itu karena faktor distance.

Jadi dulu harus mendirikan cabang, ini enggak, bisa di mana saja, kapan saja 24 jam. Dulu kalau kita mau ngirim duit kepada anak 'ah nunggu besok bank-nya buka jam 08.00 ketemu teller', ini enggak, mau tidur bisa, bangun tengah malam bisa selama ada uangnya, luar biasa nggak kebayang. Saya sudah nggak pernah datang ke bank, saya sejak mungkin 6-7 tahun ini nggak pernah datang ke bank. Semua service dengan digital dan ini tidak bisa kita hindari, ini dimanfaatkanlah oleh berbagai entrepreneur. Nggak kebayang ada Gojek toh, meskipun waktu saya di US itu saya ngerti benar ini bisnis yang bagus buat Indonesia, Uber waktu itu. Saya juga nggak kebayang kita bisa pesan makanan pakai aplikasi, kalau dulu kan harus telepon restorannya 'tolong dikirim', restorannya ogah-ogahan juga gimana cara kirimnya, ini luar biasa.

Sektor keuangan luar biasa dan ini transformasi digital akan diikuti oleh sektor keuangan baik produknya maupun bisnis proses internalnya.

Pandemi mengakselerasi itu nggak?

Betul ini pandemi memberikan berkah, masih ada untungnya masa pandemi ini. Saya justru menerawang ke depan ini informasi yang kita lakukan itu bisa diakses dengan teknologi oleh siapapun, bahkan kita beli apa, saya spending berapa, untuk keperluan apa ketahuan semua dengan yang disebut big data dan analisis artificial intelligence ketahuan semua sehingga behavior saya, individu-individu bukan hanya saya semua sudah ter-track karena sudah masuk platform digital sehingga inilah yang di capture sehingga orang bisa menawarkan apa saja dengan digital.

Kita mau perlu baju tahu-tahu muncul saja di HP kita karena tahu bahwa orang ini behavior-nya perlu baju kayak gini. Ini masuklah yang kita sebut platform marketplace, begitu kita akses hari itu juga pasti ditawarin. Ini akan terjadi, di Indonesia belum begitu masif, di negara lain sudah masif sehingga kebutuhan kita itu kita baru berpikir belum action sudah ditawarin, luar biasa kan makanya disebut artificial intelligence. Habis itu begitu ditawarin satu ada yang namanya proses benchmark, kalau kita baru search mau beli sesuatu, orang nawarin sehingga nanti itu ibaratnya otak kita itu sudah dipikirin orang dengan artificial intelligence.

Selain itu ditawarin kredit bebas suku bunga 5 tahun atau bubble payment. Ada lagi sekarang model asuransi yang dikatakan sekarang asuransi itu adalah nggak pakai rumah sakit karena mungkin perlu birokrasi, cash out. Jadi kalau kita ikut asuransi itu pada saat sakit sudah langsung cash, yang penting ada bukti betul sakit dan ke depan coba tolong dicatat percepatan proses pembayaran itu merupakan marketing yang paling bagus. Jadi nanti marketingnya itu 'silakan masuk asuransi saya pasti dibayar'. Mungkin ada 1-2 yang nakal, tapi total dari yang nakal ini lebih banyak yang nggak nakal. Jadi ibaratnya bayar yang nakal ini promosi, begitu percayalah sehingga nanti ini luar biasa. Bahkan nanti ada asuransi yang bilang 'saya zero komplain tentang pembayaran, semua dibayar' itu top kalau terjadi.

Kemudahan spending dalam era digital ini kita sudah bicara panjang bagaimana kemudian banyak sekali anak muda yang masuk di industri keuangan non bank dan bank melalui digital. Tapi bagaimana kemudian kita mengantisipasi begini, itu kan artinya orang punya kesempatan yang sama untuk bisa masuk dalam fasilitas services itu. Tapi di saat yang sama mereka benar-benar ngerti nggak sih apa yang mereka beli dalam tanda kutip dan risiko-risiko yang dihadapi?


Hide Ads