Bagaimana ceritanya dari sektor pariwisata banting setir ke logistik?
Kalau saya memang kembali lagi perjalanan keluarga juga. Waktu itu yang sekolah dokter itu kakak saya, jadi dalam keluarga, kalau kita orang Chinese sangat concern sama pendidikan. Jadi orang tua waktu itu tentu melihatnya salah satu minimal anak saya bisa jadi orang. Yang dibebanin adalah kakak saya, karena dia sekolahnya paling pinter, paling bagus, mungkin saya tipenya yang otak kiri, sukanya seni, membuat karangan, kakak saya itu hapalan kimia.
Kakak saya itu diharapkan menjadi dokter, tapi masuk sekolah dokter nggak gampang, kakak saya kalau nggak salah kuliah sampai berapa tahun ya, mungkin ada 8 tahun untuk sampai jadi dokter. Dia pernah jadi dokter di Atmajaya, baru kemudian masuk di Sumber Waras, baru kemudian baru bisa naik tingkat menjadi kepala rumah sakit dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi perjalanan buat dia, pertama susah, masuk sekolah pun pakai sumbangan di zaman itu. Ibu saya sempat pingsan juga melihat kakak saya mau masuk sekolah aja sebegitu, tapi mereka berjuang untuk kakak saya untuk menjadi dokter.
Saya memang tipe anak nakalnya, waktu itu sukanya ekonomi, pembukuan, seni rupa saya lulus tapi saya kemudian mau masuk sekolah kalau pilihan sesuai dengan pendidikan yang mungkin ekonomi, tapi saya nggak masuk situ karena kakak saya harus jadi dokter, dia nggak ada income. Kalau saya masuk di situ, kan saya kuliah juga. Jadi akhirnya saya masuk hotel.
Jadi masuk hotel itu targetnya supaya saya bisa keluar dalam waktu 1-2 tahun nanti ya saya bisa bekerja sambil membantu orang tua waktu itu. Akhirnya saya masuklah di hotel.
Dari hotel alhamdulillah dalam waktu 3 tahun selesai, cepet juga. Saya bisa mulai cari uang tuh. Saya mulai cari uang itu keluar dari hotel sudah mulai jadi kasir, auditor, mulai dari situ saya hidupnya di hotel.
Dalam perjalanan hotel, saya kerja pertama di Hotel Hilton itu punya orang barat. Jadi saya melihat juga kayaknya kalau di Hilton yang jadi GM bule-bule semua di zaman itu. Nah saya mau jadi GM itu kapan?
Akhirnya saya cari-cari perusahaan internasional yang lain karena perusahaan yang lain-lain kurang menghargai orang yang pendidikannya bahasa inggrisnya, gajinya bisa gede lah kalau bisa bahasa inggris. Jadi saya pindah ke perusahaan multinasional salah satunya TNT itu, begitu saya masuk di situ, di situlah saya ilmu dari hotel saya bawa. Saya juga masuk di TNT belajar the new logistic business, masih baru tuh DHL juga baru, TNT baru mempelajari next day delivery-nya.
Waktu itu baru ada di Indonesia express delivery, belajar dari situ bagaimana membuat kargo manifest dan seterusnya-seterusnya. Dari situ timbul ide, kenapa ini masih kerja sama orang bule lagi ya.
Kita harusnya bisa membuat perusahaan yang bisa menjadi tuan rumah di negeri Indonesia. Jadi tuan rumah di negeri sendiri itu membuat saya ingin membuat perusahaan logistik yang bisa jualan di Indonesia untuk orang Indonesia.
Mulailah waktu kebetulan juga otonomi daerah mulai bergerak, zaman Soeharto waktu itu, siap apa tidak siap internasional mau masuk. Kemudian saya mulailah bikin usaha untuk ekspor, kiriman ke luar negeri juga.
Belajar dari situ kepikiran untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri maka saya berpikir untuk membangun model servis seperti perusahaan asing itu tapi untuk Indonesia.
Kebetulan otonomi daerah berkembang, ekonomi daerah juga bertambah, kebutuhan untuk quality meningkat, maka saya bisa jualan dah di situ. Di tahun 1990 lah kira-kira.
Bapak dari Medan ke Jakarta kapan?
Habis G30S tahun 1966 lah. Saya di logistik tahun 1971-1972.
Tahun 1990 itu membangun JNE?
Tahun 1990 saya pertama bangun JNE karena waktu itu yang paling jago kirim ke luar negeri itu hanya Kantor Pos di zaman itu, perusahaan lokal belum ada. Makanya saya memperkenalkan perusahaan lokal yang bisa kirim kiriman ke luar negeri. Jadi makanya saya bikin JNE waktu itu.
Tapi sejalan dengan itu ternyata kebutuhan domestik itu juga berkembang dengan cepat. Kemudian terdapatlah ide, diawali dengan krisis ekonomi 1998 waktu Soeharto turun, bisnis terjadi investasi berhenti. Jadi yang kepikiran itu adalah bagaimana kita menghadapi krisis ekonomi itu.
Kalau krisis ekonomi di zaman itu, zaman waktu itu kita masih di sana itu adalah masih B to B. Kebanyakan kiriman ke luar negeri makanya yang bayar corporate. Nah corporate waktu itu juga krisis sehingga susah bayar. Akibatnya cashflow-nya susah. Maka kepikiran lah kita mendapatkan ide untuk mengubah B to B menjadi C to C.
B to B kita menggantungkan jasa kita dibayar oleh corporate. Sedangkan corporate duitnya juga nggak pada cukup. Jadi akhirnya saya berubah menjadi ritel bisnis sehingga dia bisa C to C.
C to C ini adalah cash basis jadi kita membuka agen-agen penjualan waktu itu di JNE, supaya orang itu bisa kirim dari counter kita bayarnya cash. Dengan kondisi cash itu maka cashflow kita bisa tertolong dengan cepat tidak tergantung pada B to B nya tadi. Model bisnisnya pun kita ubah.
Tanpa kita sadari, titik awal kenapa kita bisa bergerak seperti itu karena kita ingat surat Al-Ma'un. Surat Al-Ma'un mengajarkan kita jangan sampai menjadi pendusta agama. Kalau kita tidak menyayangi anak yatim, tidak menyantuni orang miskin, itu kuncinya.
Jadi, oleh karena itu waktu krisis 98 dan juga cashflow kita lagi problem. Solusinya apa, ya waktu itu saya bilang ya kita harus mencari cash. Salah satunya bagaimana supaya orang bisa membayar kita cash, kita membuka counter-counter, agen-agen penjualan.
Jadi mengamalkan surat Al-Ma'un, memperkenalkan bisnis orang-orang yang kena PHK dan sedang krisis, mengajak mereka berbisnis kurir, awalnya dari situ. Karena modalnya nggak terlalu besar, mulai bertumbuhlah di situ. Itu tahun 1998 berjalan sampai mungkin tahun 2000.
Dari situ orang mulai merasakan ternyata counter yang banyak itu memudahkan mereka waktu pengiriman. Nah, tanpa kita sadari ternyata online seller itu mulai bertumbuh, online shipping, jadi orang berjualan di web online internet, mulai banyak. Mereka itu kalau mau kirim biasanya nyari counter. Dia nggak mau pindah kemana-mana yang terlalu jauh. Biasanya cari counter-counter penjualan.
Pergerakan perubahan model belanja dari biasanya offline menjadi online itu ternyata mengubah juga kebutuhan melalui pengiriman lewat counter-counter itu.
Jadi dominasi, JNE mendominasi pengiriman secara lewat counter itu, waktu itu tahun 2010 kita sudah mencapai revenue sekitar Rp 1 triliun satu tahun. Meledak dominasi karena semuanya mengubah berjualan, belanjanya lewat internet waktu itu.
Baru kemudian berubah lagi. Waktu itu kita lumayan dominasi 5-6 tahun Rp 1 triliun setiap tahun dan terus naik. Itu sebelum datangnya musim marketplace sekarang ini. Marketplace sekarang sudah mengubah model bisnisnya lagi.
Akhirnya membuat Paxel dengan jenis bisnis yang sama. Apa alasannya?
Waktu itu memang waktu bangun JNE, kemudian saya mau bangun JNE untuk IPO waktu itu tahun 2016. Kemudian ada perubahan sikap shareholders kita waktu itu tidak semuanya setuju.
Lalu, jadilah perusahaan itu ganti manajemen. Karena ganti manajemen, saya bilang 'OK, saya mundur aja, saya jadi komisaris aja'. Karena waktu saya membangunnya untuk IPO, tapi kalau mereka nggak mau IPO, kan saya daripada buang-buang waktu, saya mundur dari situ karena nggak cocok dengan model bisnisnya lagi.
Keluar dari situ membuat saya punya banyak waktu lah. Akibatnya tadi saya bikin startup komik, startup makanan, jadi punya waktu bikin yayasan pula, saya bangun masjid. Itu sebuah contoh saya punya waktu untuk berpikir-pikir.
Karena saya orang logistik, tentu nggak bisa jauh juga dari masalah logistik, ketika saya ada di luar JNE. Lalu, sebagai orang logistik pasti berpikir juga problem-problem yang ada di balik dari model bisnis itu.
Di model bisnis itu ada macam-macam, di zaman itu bahkan mungkin belum ada aplikasi, orang kalau mau menjemput barang bisa melalui aplikasi. Waktu itu Gojek belum ada waktu di 2016. Jadi banyak hal-hal yang belum ada, sehingga saya kepikiran, iya ya di bidang logistik kita, bahkan sampai sekarang ini model-model bisnisnya masih konvensional.
Mereka pasti mengumpulkan, kemudian melakukan shorting, shipping dari situ baru delivery. Dalam konteks beberapa model bisnis itu banyak yang dilakukan secara manual juga yang akibatnya bisa terjadi kesalahan, biaya juga tinggi.
Hal-hal semacam itu kepikiran sama saya, kebetulan saya sudah nggak di bidang itu waktu itu. Lalu kita ngobrol lah sama temen-temen bagaimana mencari solusinya. Salah satunya adalah teknologi.
Ternyata menggunakan teknologi misalnya kita bisa menggunakan aplikasi, kita bisa mendapatkan informasi status barang dan sebagainya. Itu banyak yang akhirnya saya temukan solusi-solusinya lewat jalan-jalan itu.
Sampai kalau kita lihat sekarang ini akibatnya terus kita memutuskan kalau gitu kita perlu bikin the new model of delivery company. Karena delivery company model yang lama, mohon maaf itu terlalu konvensional.
Sampai sekarang kita bisa lihat, mohon maaf aja kalau kita lihat operator sekarang itu modelnya nggak jauh-jauh amat, jago-jago next day delivery. Tapi di Paxel dari awal kita sudah same day delivery. Sekarang kita bicara mengenai food delivery, kita bicara mengenai frozen food dan banyak hal lagi yang kita ciptakan melalui teknologi.
Saya melihatnya Paxel itu justru adalah the way to do things untuk logistik ini. Di sisi lain, kita dari dulu di Indonesia problemnya logistik kita terlalu mahal sekarang lewat Paxel dengan anak-anak muda kita sekarang ini mungkin mereka akan bisa menjadi penemu-penemu baru untuk menjadikan logistik solusi di Indonesia, dengan harga yang lebih murah, kecepatan yang lebih tinggi, saya rasa kita akan bisa bersaing untuk Indonesia di masa depan.
Karena kita tahu sampai hari ini juga kalau kita bandingkan dengan negara lain, apakah di China atau di Amerika logistik kita terutama untuk dibandingkan di Indonesia. Jumlah penduduknya 270 juta tapi infrastrukturnya kita belum sempurna banget untuk bisa menjawab solusi dari logistik kita.
Karena bedanya kita Indonesia dibanding China dan Amerika, yang daratan semua bisa pakai kereta api semua, China sampai ke Singapura aja bisa naik kereta api karena darat semua.
Sementara di Indonesia kita ada pulau-pulau ribuan dan itu harus ada solusinya. Sekarang kita mungkin serahkan ke Paxel dan teman-teman untuk meng-create lah the new things yang akhirnya akan membuat walaupun pulau-pulau Indonesia harusnya bisa menjadikan logistik bukan sebuah permasalahan karena Indonesia kita hitung akan menjadi Indonesia dengan ekonomi yang sangat kuat, Indonesia emas, kalau kita nggak menjadi tuan rumah di negeri sendiri ya kan repot.
Kalau saja Indonesia kita bisa menyelesaikan masalah logistik kita, kita bisa menyelesaikan logistik kita di dunia. Paxel itu adalah the future untuk mereka-mereka anak-anak muda kita ini. Tapi saya sudah memulai lah dengan mungkin benih-benihnya mudah-mudahan mereka bisa melanjutkan dengan kesuksesan.
Dua entitas berbeda dengan bisnis yang sama, apa tidak bertabrakan?
Saya malah melihatnya, kalau mau dilihat dengan kacamata yang sejujurnya kalau buat saya, bukan saya bikin Paxel untuk menjatuhkan JNE atau JNE sebuah model saja, enggak.
Justru Paxel itu adalah kelanjutan dari banyak model logistik kita yang sekarang ini ada.
Kalau kita biarkan tanpa ada inovasi mereka tidak akan berkembang bisnisnya. Jadi dia akan berhenti di situ dan semua orang rugi sebetulnya. Bukan untuk saya matikan tapi justru tidak berkembang.
Contohnya kita bisa lihat rasakan sekarang ini, JNE waktu saya masih di sana kita delivery 1 hari bisa 1 juta lebih kiriman per hari. Kemudian datang ada J&T, SiCepat, ada Anteraja sekarang rata-rata juga di atas 1 juta. Mungkin J&T lebih banyak 2 juta lebih.
Tapi bagaimana servisnya J&T sekarang ini dengan JNE tidak terlalu beda ya dengan yang dulu kita alami. Karena ada keterbatasan-keterbatasan yang mengakibatkan mereka quality-nya tidak terlalu berkembang itu satu sisi dari quality.
Kedua itu dari cost, harusnya delivery kalau bisa delivery 1 hari untuk 1 juta orang itu hebat. Tapi penduduk kita nggak cuma 1 juta. Penduduk Indonesia itu 270 juta. Bayangkan kalau 270 juta itu perlu delivery same day semuanya, what can we do, teknologi kita belum sampai di situ, apalagi kalau kita menggunakan teknologi yang lama dengan konvensional tadi itu.
Jadi artinya kemampuan kita, operator kita menghadapi kebutuhan bangsa kita saat ini sebetulnya belum cukup. Kita perlu menemukan jalan-jalan pintas yang baru lagi untuk bisa menggantikan kebutuhan mereka itu. Termasuk 270 juta paket per hari di Indonesia. Kita harapkan bisa di-delivery apakah kita menggunakan robot, atau kita loker yang smart locker yang bergerak sendiri, tentu saya ingin menantang anak-anak muda kita untuk bisa menjawabnya.
Lalu, apakah ada rencana untuk IPO Paxel? Dan kemarin juga Paxel baru saja mendapat pendanaan, apa sudah menjadi unicorn?
Belum, Paxel itu adalah perusahaan startup terbuka ya, memang sudah ada banyak pihak yang tertarik. Karena memang model bisnisnya membuka banyak potensi ke depannya. Saya rasa akan semakin banyak cerita keberhasilan mereka yang kamu bisa tangkap nantinya.
Tapi kalau misalnya IPO apakah bisa terjadi, apakah kita melihat IPO harus tahun ini atau harus tahun depan saya belum tahu harus sesuai dengan hitungannya. Kalau IPO saya rasa Paxel itu lebih mungkin karena memang model bisnisnya startup, jadi sangat besar kemungkinannya.
Belum lagi kita melihat investor-investor kita juga bukan kecil-kecil ya, kita melihat kemarin itu yang sudah terlihat nama besarnya seperti Astra, BCA, Telkom bukan somebody yang sifatnya akan low profile mereka juga akan mengembangkan banyak apakah mobil listrik, motor listrik itu sangat kemungkinan besar ada kebutuhan-kebutuhan yang macam-macam.
Sementara kita di logistik dulu waktu saya bicara IPO JNE saya juga sudah bicara logistik mapping-nya, bagaimana kita men-delivery Indonesia sampai ke Papua. Sekarang boro-boro kita Pulau Jawa masih keteteran.
Tapi sebetulnya tidak tertutup kemungkinan tentu saja kita harus memikirkan infrastruktur apa yang diperlukan, mesin macam, teknologi macam apa, dan itu pasti membutuhkan dana. Dan saya rasa investor pasti juga akan suka kalau melihat Indonesia bisa berkembang, untuk memperbaiki model logisitiknya. Dan nanti itu menjadi solusi, Indonesia bisa jadi kekuatan ekonomi yang luar biasa.
Kalau dari Sumatera kita terima, di Medan kita terima, barangnya di Bali, saya rasa itu dalam waktu yang sangat dekat bisa terjadi harusnya kita bisa. Jadi IPO one of the way, tapi kebutuhannya masih banyak sekali terbuka.
Bagaimana kondisi logistik hari ini dan bagaimana tanggapan bapak terkait rencana kenaikan BBM?
Ekonomi ya pastilah makin hari makin challenging, pasti tidak semuanya mudah, pasti ada tantangannya. Kalau menurut saya satu sikap kita jangan pernah menyerah, kita tahu semua pasti ada tantangannya, jadi kita harus mencari solusinya.
Namun demikian, sebenarnya masih terbukalah misalnya teknologi bisa dimanfaatkan untuk bisa mempercepat proses kita. Hal lain yang saya pikir kita bisa belajar juga dari model-model bisnis ataupun sikap kita terhadap produk-produk yang kita temukan.
Misalnya kalau saya melihatnya di zaman sekarang kita sudah sering dengar dan mungkin sering terjadi, perubahan dari fosil ke listrik itu sudah tidak hal yang istimewa banget. Saya mungkin percaya mungkin 1-2 tahun ke depan kamu bisa melihat di jalanan motornya motor listrik mulu karena itu jauh lebih efisien.
Hal-hal kaya begini juga mengalir bersama-sama dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Yang penting bangsa kita kalau saya sih mengajarkan anak-anak muda jangan menyerah, kita bersyukur dan terus mencipta. Dengan model seperti itu kalau kita tidak mudah menyerah kita akan terus berproduksi menciptakan hal yang baru, yang nantinya bisa memberikan solusi kepada problem apapun yang kita hadapi.
(acd/eds)