Jalan Panjang Tony Wenas: dari Musisi hingga Bos Tambang Besar Dunia

Jalan Panjang Tony Wenas: dari Musisi hingga Bos Tambang Besar Dunia

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 12 Jun 2024 11:18 WIB
Presdir Freeport Indonesia, Tony Wenas
Foto: 20detik
Jakarta -

Clayton Allen Wenas atau Tony Wenas kini dikenal sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Siapa kira, orang di balik salah satu tambang emas terbesar di dunia rupanya meniti karirnya sebagai musisi.

Dalam Big Cheese detikcom, Tony Wenas bercerita panjang mengenai awal mula kecintaannya pada musik. Tony mengaku, jika dirinya mengenal musik dari keluarganya.

Meski orang tuanya bukan musisi dari kecil Tony disuguhkan oleh lagu-lagu yang diputar oleh orang tua dan kakaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi gini saya itu dibesarkan di satu keluarga yang memang dari kecil sepanjang hari di rumah saya dengarkan musik terus, gantian lah. Entah ayah memutarkan lagu ini, ibu saya, ada kakak saya, ibaratnya saya bangun sudah mendengar suara musik," katanya.

Tony pun terus berlatih alat musik. Di bangku SMA, ia membuat band dan melakukan rekaman. Dari situ, karirnya mulai cemerlang sebagai musisi. Bahkan, ia mengaku mendapat bayaran hingga puluhan juta sebulan jika nilainya diukur dengan saat ini.

ADVERTISEMENT

Di bagian lain, Tony juga bicara rencana pemerintah untuk menambah saham 10% pada Freeport. Kemudian, ia juga mengungkap rencana perusahaan untuk melanjutkan operasi hingga 2061. Berikut wawancara lengkapnya:

Bicara soal musik, bagaimana caranya Anda membagi waktu antara memimpin salah satu perusahaan atau perusahaan tambang terbesar di Indonesia juga dengan membagi waktu hingga saat ini? Bahkan bela-belain atau beraninya bikin konser tunggal seperti Pak Tony?

Pertama, mungkin saya harus klarifikasi dulu. Yang bikin konser tunggal Tony Wenas The Piano Man itu adalah PAPPRI. Bukan saya yang bikin, saya cuma nyanyi doang. Jadi, saya tidak menghabiskan banyak waktu untuk persiapan. Untuk latihan aja. Latihan, dan kemudian konser.

Nah, tapi balik lagi, bagaimana caranya bagi waktu? Bagi waktu tuh, waktu tuh 24 jam ya. Nggak pernah kurang, nggak pernah lebih. Dan sudah dari ribuan tahun waktu tuh 24 jam. Siklusnya seperti itu. It's a matter of we, bagaimana kita bisa manage waktu.

Waktu 24 jam, kita tidur 6 jam. Saya sih cukup tidur 6 jam ya. Pagi di rumah 2 jam, jam 6 sampai jam 8 atau setengah 6 sampai setengah 8. Malam di rumah 2 jam, jam 10 sampai jam 12 malam. Jadi, udah 10 jam. Masih ada 14 jam satu hari. Jadi, kalau saya kerja di kantor, katakanlah 5 jam satu hari. Itu sudah banyak kalau 5 jam satu hari.

Itu masih ada 5 jam lagi. 5 jam lagi ini kalau untuk kegiatan saya di Kadin, barangkali 1 jam satu hari. 5 jam satu minggu kan gitu. Jadi, masih ada 4 jam lagi. Kemudian dari 4 jam itu, masih ada kegiatan-kegiatan lain. Katakanlah kegiatan saya di gereja, kegiatan saya di IMA, itu setengah jam satu hari lah, 2 setengah jam, satu jam. Itu masih ada 4 jam lagi.

Jadi, kalau kita main musik 5 jam satu hari, atau berorganisasi 5 jam satu minggu gitu ya. Berarti kan cuma 1 jam satu harinya. Dan itu cukup. Nah, sekarang tinggal bagaimana kita kemudian membuat waktu kita efisien. Maksudnya, kalau emang rapat bisa 1 jam selesai, ya selesai aja 1 jam. Sehingga punya waktu lagi buat networking. Jadi, harusnya bisa lah mengatur waktu.

Cuma memang kadang-kadang kalau jadwalnya penting sekali gitu, misalnya harus menghadap menteri atau gimana, nah ini kadang-kadang suka conflicting. Conflicting schedule ini yang harus dicarikan. Tapi, kalau dari segi jumlah waktu dan ketersediaan waktu, harusnya bisa lah.

Harusnya bisa dan cukup untuk bisa jalankan banyak kegiatan tadi?

Tinggal kita disiplin.

Walaupun kita juga masih cukup terheran-heran dengan tadi banyak banget schedule yang dibilang Pak Tony. Bahkan kayaknya 24 jam tuh keisi semua. Nggak ada waktu buat merenung?

Ada, saya mesti punya beberapa waktu itu. Itu udah menghitung macetnya Jakarta. Di mobil kan juga bisa merenung. Dan Sabtu-Minggu kan nggak dihitung ya. Karena Sabtu-Minggu adalah hari saya untuk sama keluarga. Hari saya juga untuk introspeksi dan lain sebagainya.

Soalnya Gen Z sekarang tuh 'waktu buat merenungnya mana' gitu. Karena mereka butuh ketenangan buat healing dan sebagainya?

Oh ya, me time juga ada. Kalau saya traveling, kan sering banget traveling. Traveling itu di pesawat saya, waktunya tidur dan waktunya juga menung.

Siapa sih sebenarnya yang mengenalkan Pak Tony dengan musik atau ada momen khusus nggak?

Jadi gini, saya itu dibesarkan di satu keluarga yang memang dari kecil itu sepanjang hari di rumah saya itu adalah mendengarkan musik terus, gantian lah. Entah ayah saya yang memutarkan lagu ini, kemudian habis itu ibu saya, ada kakak saya, terus. Jadi ibaratnya selama saya bangun itu pasti sudah ada suara musik.

Ayah dan ibu juga ada profesi dengan musik?

Nggak ada profesi, tapi mereka menyenangi musik. Jadi senang mendengarkan lagu, suka dansa-dansa, dan lain sebagainya. Dan juga dari musik kecil, saya suka ada kakak saya ulang tahun, dulu zamannya band di rumah, gitu kan. Jadi ada band yang datang main, kan melihat terus. Jadi memang saya terus-terusan tertarik sama musik. Dan saya dari kecil, dari umur empat tahun itu udah nyanyi, udah nyanyi secara itu ya. Dengan penyanyi beneran, nyanyi di panggung.

Di panggung gitu, di luar dari acara-acara keluarga?

Iya. Ada penyanyi cilik lainnya, ada Nanien Sudiar, sama-sama Nanien Sudiar, ada Wiwiek Sumbogo pada saat itu. Jadi memang sering, jadi kalau nyanyi itu dari kecil. Kemudian mulai SD, kemudian dibelikan gitar, belajar main gitar sendiri, bisa. Dibelikan piano, juga belajar main piano, bisa sendiri. Jadi akhirnya terus dari situ.

Dari situ lahirnya dipupuk kecintaan sama musik?

Iya. Jadi kalau nyanyi, main piano, memang yang paling aktif adalah nyanyi dan main piano. Di gereja baru belakangan. Kalau dulu masih muda, lebih banyak main. Di SMP bikin vokal group, kemudian SMA bikin band. Udah mulai rekaman dari tahun 1977, SMA tuh saya udah mulai rekaman. Dan terus lah, berkarir terus dari situ.

Cerita dong, awal akhirnya nge-split karir akhirnya antara musik dan juga di dunia profesional, di dunia tambang gitu. Apakah Pak Tony pernah terpikir waktu itu meneruskan karir di bidang musik, menjadi seorang musisi, atau ada dilema waktu itu ketika menentukan karir?

Begitu saya terus bermusik lah. Kalau dia bilang dulu bermusik tuh zaman tahun 1980-an itu ya, income-nya lumayan lah. Kalau dihitung mungkin dengan kurs sekarang ya. Income-nya tuh barangkali saat itu sekitar US$ 3.000-an sih ada. Atau sekitar sebulan bisa Rp 40-50 juta dengan uang sekarang ya.

Itu main di mana dulu?

Main rekaman, show-show. Uang semester saya Rp 15 ribu. Saya setiap kali nyanyi dibayar minimal Rp 50 ribu. Jadi sekali nyanyi tuh dibayar, bisa bayar untuk 3 semester kuliah.

Itu bersama Solid 80?

Iya, Solid 80 dan beberapa grup lainnya. Ada Symphony dan lain-lainnya. Jadi sebenarnya, kalau dari segi income, promising lah. Dan apalagi pada saat itu lumayan terkenal lah.

Tapi kan kemudian begitu saya lulus kuliah, kemudian saya berpikir, ini apa yang harus saya lakukan? Kalau saya terus bermain musik, nggak bisa dua-dua yang dijalankan sekaligus, penuh gitu ya, penuh waktu. Jadi saya harus memilih. Akhirnya saya berpikir, aduh ini kelihatannya musik tidak terlalu menjanjikan untuk keberlanjutannya. Nanti pada saat usia tertentu, pasti memudar gitu kan. Yang udah-udah banyak juga yang kayak gitu ya. Ngetop, habis itu memudar. Jadi saya pikir ya udahlah, saya ke jalur profesional, bekerja aja di perusahaan. Mulailah saya bekerja di perusahaan.

Tapi kan habis itu tetap aja nggak bisa kemudian meninggalkan musiknya itu sendiri. Akhirnya balik lagi. Maksudnya bukan balik lagi, musik menjadi...nyambinya di musik.

Tapi ada dorongan dari orangtua juga kah waktu itu untuk nggak usah di musik?

Oh nggak, nggak ada. Orang tua saya sangat liberal. Ibaratnya mereka dari awal saya mulai main musik secara profesional, bahkan kuliahnya terlambat selesai. They don't have a problem with that. Kenapa? Pokoknya selama itu positif, ya lakukan aja terus.

Tapi ngelihat Pak Tony itu visinya sudah melihat bahwa wah ini musisi kalau diteruskan nanti nggak sustain gitu, untuk menopang kehidupan gitu. Sampai saat ini pun kita masih banyak melihat musisi kayak gitu. Pak Tony melihat itu bagaimana?

Tapi sebenarnya kalau sekarang itu sudah jauh berbeda situasinya. Basically you can, if you, contoh lah teman-teman saya juga kan sudah seumur-seumur saya bahkan yang lebih, God Bless masih bertahan walaupun senior-senior saya gitu kan. Fariz RM usianya udah 2 tahun, 2-3 tahun di atas saya, sahabat saya Fariz RM terus aja bisa berkarir. Addie MS juga seperti itu dan lain-lain ternyata kalau memang di maintain dengan betul, dengan serius, dengan proper management system, bisa bertahan ko. Musisi-musisi yang sekarang juga bisa.

Dan kita lihat lah di luar negeri juga musisi-musisinya bisa terus. Saya barusan nonton Rolling Stone bulan yang lalu gitu ya. Umur 80 tahun di Phoenix. Kebetulan lagi berkunjung ke head office kita di sana sempat nonton. Umur 80 tahun bayangkan masih bisa loncat-loncat di atas panggung dan stabil. Itu kan well manage ya. Jadi kalau kita well manage, harusnya sih memang bisa.

Saya dulu berpikir tidak seperti itu. Karena talking about 40 tahun yang lalu. Akhirnya harus.....Tapi saya tidak menyesali pilihan itu. Saya tidak menyesali. Kita nggak boleh menyesali apa yang sudah kita pilih. Orang bilang, teman-teman, lu kenapa dari dulu jadi musisi aja terus? Ya, saya juga masih musisi kok sekarang.

Dengan Pak Tony bilang dulu bisa menghasilkan sebulan kalau di kurs sekarang bisa sampai Rp 40 juta tuh kayaknya harusnya adalah sesuatu yang too good to be true gitu?

Tapi kan habis itu saya berpikirnya lebih kepada sustainability. Saya nggak mau menyebut nama, tapi saya melihat beberapa contoh penyanyi yang tenar sekali gitu ya. Tapi habis itu kemudian tenggelam begitu aja. Itu ada beberapa contoh yang saya nggak mau sebut namanya. Begitu populer sekali tau-tau tiba-tiba dia berhenti sedikit kemudian fading away.

Lihat juga Video: Ribut-ribut soal Ormas Agama Garap Tambang, Bahlil: Maunya Apa Sih?

[Gambas:Video 20detik]



Apa bedanya Freeport yang dulu dan sekarang, Pak?

Kalau mau dibilang bedanya adalah dulu ya pemerintah cuma punya 9,36%. Sekarang pemerintah punya 51,2%. Dan perbedaan itu adalah adanya satu partnership antara perusahaan asing dengan pemerintah melalui BUMN. Ini kan jarang sekali terjadi. Kalau di perusahaan tambang ini partnership ini telah menghasilkan satu hal yang sangat positif.

Sinerginya sangat bagus antara Freeport dengan pemerintah dalam hal ini melalui MIND ID dan juga hasil yang dicapainya juga sangat baik buat dua belah pihak. Dan juga tentunya hasil ini adalah membawa manfaat lebih bagi masyarakat, bagi pemerintah daerah. Kontribusinya jauh lebih banyak dan juga hasilnya jauh lebih bagus karena ada sinergi yang tepat antara kedua belah pihak, baik perusahaan Amerika maupun dengan pemerintah Indonesia. Itulah yang paling mendasar.

Dan tentu saja dengan hasil yang baik itu Freeport, saya lebih bisa untuk menyampaikan kepada publik semuanya apa yang terjadi. Nggak ada yang kita sembunyikan. Dari dulu juga nggak ada yang disembunyikan. Cuma dulu malu-malu kucing. Mau bilang hal yang baik nanti dihajar juga. Apalagi bila hal yang kurang baik tambah dihajar lagi. Jadi mendingan diam aja. Tapi sekarang ini semuanya. Saya bilang pokoknya apapun mau ditanya soal Freeport, saya pasti akan jawab semuanya.

Tapi dengan beralihnya kepemilikan saham Freeport dengan saat ini lebih besar pemerintah berangsur sentimennya lebih banyak positif?

Memang terlihat seperti itu. Karena memang hasilnya juga positif. Jadi ibaratnya kalau kita bicara hulu sampai hilir kan hulunya bagus dulu. Sebelum hilirnya bisa dibuat bagus, kan hulunya harus bagus dulu. Yaitu lakukanlah penambangan yang baik dan benar, pengelolaan lingkungan yang benar, itu sudah dilakukan. Cuman kan belum terkomunikasikan. Tapi nggak mungkin kita cuma mau packaging komunikasinya dengan baik, kalau hulunya juga nggak baik.

Apa tantangan paling besar me-manage perusahaan tambang terbesar di Indonesia ini? Mungkin ada yang mau dicurhatkan?

Jadi, gini, tantangan yang paling besar adalah kompleksitas daripada perusahaan itu sendiri. Kompleksitas dari operasionalnya, stakeholders-nya begitu beragam. Jadi tadi saya sampaikan, ada aspek rumah sakit, oh berarti Kementerian Kesehatan juga harus terlibat. Oh ada bandara, oh berarti Kementerian Perhubungan juga.

Jadi stakeholders-nya luar biasa besar. Belum dengan ada situasi keamanan yang menjadi tantangan, ya tentu kita harus juga dengan Polri dan TNI. Kemudian ada dengan pengelolaan masyarakat adatnya juga, oh kita juga harus bicara dengan kepada suku dan lain sebagainya. Jadi kompleksitasnya ini ada tantangan. Tapi di satu sisi juga ada kompleksitas itu yang membuat ini menarik.

Pak Tony itu pernah bilang, saya penginnya pensiun usia 55?

52 sebelumnya.

Tapi sampai sekarang usia 62 juga belum. Ten years past, Pak Tony masih ada di Freeport, ngurusin perusahaan. Bagaimana Pak? Masih berniat untuk pensiun atau ada niat lain? Seperti apa selanjutnya?

Jadi saya kan, keberadaan saya itu harus memberikan manfaat bagi orang lain. Kita sendiri, kita nggak ada gunanya pasti. Jadi saya pada saat usia 52, kebetulan saya sudah selesai di perusahaan Intrepid yang Australia. Selesai, terus kemudian ya sudah, saya bilang, tercapai cita-cita saya. Saya umur 52 tahun, sudah mau pensiun.

Eh, ternyata ada lagi tawaran kembali lagi dari RAPP. Untuk kembali ke RAPP. Jadi saat itu, ya kenapa? Kalau memang ada, kenapa saya nggak bisa? Kemudian berbakti lagi buat orang lain. Basically, berbakti buat orang lain.

Target saya 55 tahun. 55 tahun tercapai, saya sudah mau pensiun dari RAPP, kemudian Freeport memanggil saya untuk bergabung lagi dengan Freeport. Berarti ada amanah lagi nih kan, yang saya yakin selalu bahwa itu bukan dari manusia ko. Amanah itu kan datangnya dari atas ya, dari Tuhan. Kemudian yang menugaskan lah. Sehingga ya sudah, saya lakukan. Kalau ini bisa memberikan manfaat orang lain.

Dan ternyata betul kan, negosiasi dengan pemerintah bisa tercapai tuntas, divestasinya jalan, smelternya dibangun, dan smelternya dalam beberapa waktu ke depan seminggu dua minggu ke depan ini sudah bisa mulai beroperasi. Kan berarti kita bisa berbuat sesuatu buat bangsa ini lah ya. Dan itu buat saya adalah satu panggilan. Panggilan dan pengutusan lah.

Sekarang di pemerintahan sudah dikabarkan bahwa PP sudah selesai direvisi, kemudian akan jadi 61%. Keuntungan apa yang akan dijanjikan oleh Freeport untuk Indonesia ketika saham itu kembali bertambah?

Jadi gini, melihatnya bukan dari segi jumlah sahamnya bertambah atau tidak, melihatnya adalah kalau Freeport beroperasi sampai dengan 2041 yang sekarang IUPK-nya seperti itu, itu kita memang bisnis plan kita sampai 2041 berarti di tahun 2041 kami berhenti.

Kami berhenti, penerimaan negara juga berhenti. Sekarang kan kira-kira US$ 3 sampai 4 miliar per tahun negara mendapatkan baik pajak, dividen, royalti, dan lain sebagainya. Employment yang 32 ribu orang itu juga berhenti. Program community development yang jumlahnya Rp 1,5 triliun itu juga berhenti. Semuanya berhenti. Ada yang bisa meneruskan itu? Nggak ada.

Itu nggak bisa diteruskan seperti di migas, langsung diteruskan aja, nggak bisa. Nggak bisa seperti kan cadangannya habis di situ. Hampir habis lah, tinggal sedikit lagi.

Kan nggak bisa siapa yang meneruskan, kan mesti mulai peralatan kita bawa loh semuanya. Kan nggak bisa. Kalau migas kan itu cost recovery ya. Asetnya semuanya milik pemerintah, ini kan nggak asetnya milik perusahaan.

Jadi nggak ada yang diuntungkan kalau itu berhenti di 2041. Kalau kita dikasih waktu lebih dari 2041 saya akan punya justifikasi untuk investasi, eksplorasi detail untuk menemukan cadangan baru yang kami yakini ada dan besar. Berdasarkan data-data historical yang kami punya. Jadi alangkah baiknya kalau memang kita diperpanjang. Supaya penerimaan negara yang jumlahnya US$ 3-4 miliar itu juga lanjut. Employment yang jumlahnya 32 ribu orang juga itu berlanjut. Program community development untuk daerah juga berlanjut. Semuanya untung.

Itu basic premise-nya itu adalah itu. Ya kemudian pemerintah mengatakan, oke kalau gitu tambahlah 10% di 2041. Oh iya, bisa dilakukan. Dan sudah masuk dalam framework agreement-nya. Hal-hal yang sudah disepakati sama-sama.

Jadinya IUPK berlanjut sampai kapan? Bertambahnya tadi?

Kalau menurut PP yang ada itu bisa karena hulu dan hilirnya sudah ada, smelter sudah jadi, itu bisa sampai cadangannya habis.

Oh sampai cadangannya habis?

Boleh sampai cadangannya habis.

Kalau itu kan juga berhubungan dengan pembangunan smelter di Gresik pak ya. Untuk smelter di Gresik sendiri sampai saat ini bagaimana progresnya?

Progresnya saat ini sudah bisa dikatakan sudah substantial completion. Penyelesaian secara substansi sudah selesai. Dan sudah bisa beroperasi.

Beroperasinya kapan rencananya?

Seminggu dua minggu lagi.

Itu berarti beroperasi sudah bisa produksi?

Belum. Beroperasi tapi belum produksi. Karena itu memerlukan waktu. Jadi smelter furnish-nya ini , ni semua saya sudah cek ke sana. Minggu lalu saya cek ke sana satu per satu. Mulai dari pelabuhan, conveyor belt-nya, tempat penampungan konsentratnya, furnish-nya, anode casting-nya, semua saya cek. Jadi ini semua sudah bisa berfungsinya lah tapi dia perlu dipanaskan dulu selama kira-kira 6 minggu lah. Setelah 6 minggu baru kemudian bisa dimasukkan konsentrat.

Baru mulai produksi itu di situ?

Tapi produksinya baru kira-kira 3 minggu setelahnya. Karena konsentrat ini setelah dia dimasukkan di furnish kemudian dia harus dibawa menjadi, dia akan menjadi anoda tembaga. Anoda tembaga itu harus dimasukkan ke dalam electro refinery dan itu 3 minggu dia direndam di situ. Supaya terpisah antara katoda murni dengan lumpur anodanya. Jadi perlu waktu dan mungkin kira-kira akhir Agustus baru akan mulai memproduksi katoda tembaga.

Dan itu akan ramp up sampai dengan akhir Desember 2024 ini. Dimana di saat yang bersamaan juga precious metal refinery atau fasilitas pemurnian emas dan perak itu juga akan selesai pada Desember 2024.

Berarti Desember 2024 juga kapasitas produksinya sudah penuh?

Sudah penuh.

Tapi output untuk memasarkannya itu setelahnya berarti ya?

Kalau dari bulan Agustus, bulan September kira-kira sudah produksi 50% katoda tembaga. Nah itu udah mulai dipasarkan.

Outputnya apa aja sih?

Katoda tembaga, lempengan 1 meter x 1 meter kira-kira itu katoda 99,99 99,99%. Kemudian emas batangan 99,99% juga. Perak batangan 99,99% juga. Dan beberapa mineral ikutan lainnya.

Itu semuanya ekspor?

Kalau ada pasar dalam negeri tentu kita jual dalam negeri. Tapi kalau pasarnya nggak ada ya kita terpaksa kita ekspor.

Untuk saat ini dalam pipeline yang ada?

Ada beberapa perusahaan sudah menyatakan minatnya mau beli katoda tembaga.

Apa lagi Pak mimpi di Freeport yang belum tercapai?

Jadi kita business plan kita kan adalah menambang dengan cara yang aman dan berkelanjutan sampai dengan 2041. Dan kami sudah diberikan IUPK oleh pemerintah boleh menambang sampai 2041. Divestasi 51% sudah dilakukan.

Smelter yang merupakan kewajiban juga sudah bisa saya katakan selesai dibangun. Jadi sebenarnya dari segi business plan ya itu. Dan kita akan terus menambang secara aman dan berkelanjutan, memaksimalkan sumber daya yang ada sampai memberikan kontribusi maksimal bagi bangsa negara. Pada dasarnya itu aja. Karena kita bukan seperti manufacturer. Oh saya mau bikin mobil baru lagi nanti depan. Oh saya mau bikin produk baru lagi. Nggak ada, kita intinya cuman menambang seperti itu sampai dengan 2041. Cuma memang caranya dibuat lebih efisien, seefisien mungkin sehingga memaksimalkan benefit.

Jadi nggak ada mimpi yang muluk-muluk lagi?

Nggak ada karena memang ya kalau bisa kita diperpanjang kita mulai investasi nih. Investasi dengan eksplorasi, nah itu untuk long term. Maksudnya itu untuk setelah 2041.


Hide Ads