-
Pemerintah berencana mengatur bisnis penjualan pakaian bekas di Indonesia. Bisnis pakaian bekas dinilai ilegal padahal telah berlangsung puluhan tahun atau sudah eksis sejak zaman pemerintahan Soeharto.
Alasan lain pemerintah ingin mengatur bisnis ini karena pakaian bekas yang diimpor dari Jepang dan Korea Selatan, seperti produk bra dan celana dalam, dinilai tidak sehat karena ada kandungan virus dan bakteri pada pakaian yang berpotensi menular kepada pembeli.
Pernyataan pemerintah tentu memperoleh sanggahan dari masyarakat dan penjual pakaian bekas. Berikut ini lika-liku bisnis pakaian bekas yang ada di Pasar Senen, Jakarta Pusat seperti dikutip
Pasar Senen di Jakarta Pusat menjadi pusat perdagangan grosir dan retail untuk produk tekstil bekas. Produk fashion ini merupakan barang impor bekas pakai yang dikirim dari Jepang dan Korea Selatan.
Di Pasar Senen, berbagai jenis pakaian dan celana bekas layak pakai dijual dan ditawarkan kepada calon pembeli. Ternyata penjual juga menawarkan dan menjual celana dalam hingga bra bekas kepada calon pembeli.
Salah satu pedagang penjual bra dan celana dalam bekas ialah Ujang. Ia mengaku telah menjual secara khusus produk dalaman untuk kaum hawa dan adam tersebut sejak tahun 1996. Ujang melepas celana dalam bekas sebesar Rp 5.000 per biji sedangkan bra dilepas berkisar Rp 20.000 per biji.
"Bawahan Rp 5.000 atasan Rp 20.000. Ini barang bekas dari Korea dan Jepang," kata Ujang kepada detikFinance di Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Lanjut Ujang, umumnya pelanggan datang dari berbagai kalangan seperti karyawan, mahasiswa hingga kalangan selebritis.
"Mereka beli mungkin beda bahannya dengan produksi lokal. Kalau impor produknya lebih bagus meski bekas," jelasnya.
Pedagang lainnya menyebut pembeli celana dalam dan bra bekas justru datang dari kalangan menengah atas. Alasannya ialah disamping harga relatif sangat murah, produk impor memiliki kualitas dan model lebih baik daripada produk lokal.
"Kebanyakan yang beli justru kalangan atas yang tahu barang," jelasnya.
Pembeli bra dan celana dalam bekas tidak hanya datang dari area Jakarta saja. Pembeli dari berbagai kota di Indonesia juga berburu bra dan celana dalam impor.
"Ada yang beli dari Medan, Manado, Jawa Papua," sebutnya.
Setiap hari, pedagang mampu mengantongi penjualan sebesar Rp 1 juta hingga 1,5 juta. Penjualan bra dan celana dalam bekas meningkat saat mendekati hari libur atau akhir pekan.
"Pendapatan sekitar Rp 1 juta sampai 1,5 juta per hari," paparnya.
Produk pakaian bekas seperti bra dan celana dalam bekas pakai impor laris manis di Pasar Senen Jakarta Pusat. Pembeli rata-rata berasal dari kaum hawa. Meski merupakan barang bekas, pembeli datang silih berganti memasuki toko penjual bra dan celana bekas di salah satu sudut Pasar Senen. Apa alasan masyarakat bersedia membeli dan memakai pakaian dalam bekas tersebut?
Susi, salah satu pembeli, mengaku tertarik dengan model yang ditawarkan. Dengan harga terjangkau, ia bisa memperoleh bra dan celana dalam bermerek dengan kualitas bagus.
"Modelnya keren-keren. Saya bisa pakai celana dalam dan bra merek Victoria's Secret dengan harga Rp 35.000," kata Susi kepada detikFinance di Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Susi menyebut keunggulan lain dari bra dan celana dalam bekas. Dibandingkan dengan produk lokal, kualitas bra dan celana bekas impor sangat berbeda. Produk lokal mudah rusak sedangkan bra dan celana dalam impor bisa tahan lama.
"Saya nggak lihat harga tapi kekuatannya. Saya sampai bosen pakai karena nggak rusak. Kalau buatan lokal dan baru, jika dicuci dan masuk mesin cuci jadi gampang hancur," paparnya.
Susi tidak khawatir terhadap kebersihan bra dan celana dalam impor yang dibeli di Pasar Senen. Sebelum dipakai, ia selalu mencuci memakai air panas.
"Aman saja dipakai. Memang pertama direndam pakai air panas," jelasnya.
Pembeli bra dan celana dalam impor lainnya ialah Oni. Ibu Rumah Tangga ini mengaku tertarik membeli karena pilihan bra dan celana dalam yang beragam. Selain itu, ia mengaku terhibur dengan berbagai ragam produk bra dan celana dalam bekas pakai yang ditawarkan penjual.
"Kadang buat iseng. Kalau suka ya beli kalau nggak suka ya nggak beli," jelasnya.
Selama memakai produk bra dan celana dalam bekas, Oni tidak pernah mengalami efek samping seperti terserang penyakit kulit. Alasannya ia selalu mencuci pakaian bekas pakai memakai air panasΒ setiap baru membeli. Proses pencucian juga dilakukan terpisah dengan pakaian miliknya.
"Rasa khawatir pasti ada tapi setiap beli saya rendam air panas apalagi kan ini daleman," ujarnya.
Pembeli pakaian bekas di Pasar Senen Jakarta Pusat datang dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa, pegawai, selebritis hingga warga negara asing. Para pembeli bisa memilih berbagai jenis produk fashion bekas bermerek dengan harga pas di kantong.
Seperti diamini oleh penjual bra dan celana dalam bernama Ujang. Ujang kerap menemui para selebritis tanah air membeli bra dan celana dalam dari toko miliknya.
"Banyakan yang beli dari mahasiswa hingga artis," kata Ujang kepada detikFinance di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Rabu.
Ujang menyebut kualitas dan pilihan produk yang beragam menjadi alasan kalangan artis juga menjadi pelanggan setianya.
"Kalau produk luar modelnya unik. Selain itu, bahannya juga bagus," jelasnya.
Pengakuan serupa diamini oleh Joni. Penjual bra dan celana dalam ini menyebut konsumennya memang datang dari kalangan menengah atas yang mengetahui kualitas produk.
"Kebanyakan yang beli dari kalangan atas yang tahu barang," sebutnya.
Pembeli produk pakaian bekas juga datang dari warga negara asing. Seperti yang disebut oleh salah satu pedagang jas bekas di sudut Pasar Senen. Dengan harga jas bekas senilai Rp 50.000 hingga Rp 350.000, para bule tetarik membeli dan memilih jas di Pasar Senen.
"Orang bule juga banyak yang beli," tuturnya.
Pengakuan lain datang dari pedagang grosir untuk pakaian bekas bernama Tedi. Ia mengaku memiliki konsumen bule yang rute membeli dalam jumlah banyak. Lanjut Tedi, sang bule kemudian menjual lagi pakaian bekas yang dibeli darinya.
"Ada orang Italia. Dia beli ke saya untuk dijual lagi di Sawangan Depok," terangnya.
Kementerian Perdagangan berencana menghentikan peredaran pakaian bekas impor di Indonesia. Alasannya ialah produk pakaian bekas dinilai tidak steril dan rawan membawa penyakit. Lantas apa respon pedagang pakaian bekas atas penilaian pemerintah tersebut?
Pedagang eceran di Pasar Senen menyebut tudingan pemerintah kurang sesuai fakta. Selama berjualan baju bekas sejak tahun 1994, konsumennya tidak pernah mengeluh tertular penyakit pasca memakai pakaian bekas.
"Dari zaman Bu Mega dibilang mengandung sars. Kalau memang ada penyakit, pasti saya dulu yang kena karena saya yang jual. Kalau memang ada penyakit, tolong buktikan," kata salah satu pedagang kepada detikFinance di Pasar Senen, Jakarta.
Pendapat serupa disampaikan oleh Armada. Pedagang besar pakaian bekas ini menyebut pernyataan pemerintah lebih banyak mengandung unsur politis karena isu ini pernah dilakukan para era Menteri Perdagangan Rini Soemarno.
"Ini lebih banyak unsur politis karena masalah persaingan bisnis testil. Sampai detik ini, kalau ada virusnya berarti ada yang terkena. Tapi nggak ada," ujarnya.
Ia mengaku kebijakan pemerintah yang akan melarang penjualan pakaian bekas bisa memicu pengangguran besar-besaran. Alasannya banyak lapangan pekerjaan tercipta dari bisnis grosir hingga retail pakaian bekas. Bisnis pakaian bekas, kata Armada, tersebar di seluruh Indonesia.
"Perkenomian bisa jatuh jauh karena lapangan kerja tutup. Memang pusatnya di Pasar Senen, dari sini saya juga kirim ke seluruh Indonesia," sebutnya.
Pendapat sama juga dilontarkan oleh Tedi. Pedagang grosir pakaian bekas ini mengaku belum pernah melihat orang terkena penyakit selama belasan tahun menjual pakaian bekas.
"Menteri hanya bicara kecuali ada bukti orang sakit. Dari tahun 1996 jualan, nggak ada yang terkena penyakit. Kalau ada bukti silahkan distop. Tapi ini hanya omong kosong," tegasnya.