Anggota Dewan Ketahanan Pangan, Khudori, mengungkapkan pemerintah harus mulai menggeser basis produksi ke luar Jawa, ketimbang terjadi risiko bencana pangan jika terjadi sesuatu di Jawa.
"Pelan-pelan harus digeser dari Jawa ke luar Jawa. Di atas kertas kan pulaunya subur tapi sempit, bayangkan 50% lebih pangan utama diproduksi di Jawa, kalau terjadi bencana alam, itu sawah dan irigasi kan bisa rusak, dan itu recovery (perbaikan) tak mudah dan pasti lama, itu bahaya," ucap Khudori dalam diskusi 'Menuju Kemandirian Pangan' di Setia Budi One, Jakarta, Selasa (22/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelan-pelan harus digeser, karena memang tidak bisa cepat. Di luar Jawa kan banyak lahan kering, bukan lahan irigasi, bisa dikembangkan padi khusus semacam gogo yang produktivitasnya tinggi, atau lahan di tadah hujan dan lahan sub optimal," jelas Khudori.
"Memang di Jawa lahannya sangat subur, tapi lama-lama semakin menyusut. Produktivitas lahan di luar Jawa rendah, tapi itu bisa diakali dengan terobosan teknologi, contohnya bisa dikembangkan jagung dan sorgum sesuai kecocokan lahan di luar Jawa," tambahnya.
Data produksi pertanian Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi tahun 2015 dari wilayah Pulau Jawa yakni sebesar 38,97 juta ton atau 51,7% produksi nasional.
Begitupun dengan produksi jagung di Jawa di tahun yang sama yang jumlahnya 10,6 juta ton atau 54,1% produksi nasional. Kemudian kedelai 599 ribu ton atau 62%, dan gula sebesar 1,53 juta ton atau 61,5% dari produksi nasional. (idr/hns)