Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, sebenarnya penurunan permintaan terjadi di sektor ritel yang menyasar kalangan menengah bawah.
"Kalau yang kita tangkap itu penurunan ritel yang menjual untuk menengah ke bawah. Kalau menengah atas tidak, karena cara berbelanja menengah ke atas itu sangat spesifik. Menengah atas tidak terpengaruh harga dan sebagainya," kata Tutum kepada detikFinance, Rabu (2/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini, karena penurunan penjualan sektor ritel hanya terjadi pada produk-produk untuk kebutuhan sekunder dan tersier. Sementara, penjualan kebutuhan pokok di ritel modern tak terganggu.
"Orang punya duit, berbeda dengan orang banyak duit. Orang tahan duitnya dulu untuk berbelanja di luar kebutuhan pokok seperti misalnya tunda dulu beli pakaian," ujar Tutum.
"Contohnya di butik-butik, mereka bisa survive. Jadi harus dibedakan dulu, orang punya duit dia tahan dulu untuk beli," tambahnya.
Pengusaha ritel berharap, kondisi daya beli masyarakat ini bisa cepat membaik. Dia mencontohkan, beberapa pengusaha ritel yang menjual pakaian omzetnya turun 5-15%.
"Arahnya kebijakan pemerintah sudah benar, namun kadang di pelaksanaan belum sepenuhnya jalan. Bagaimana cara meningkatkan daya beli, ya secara umum bagaimana lapangan kerja ini bisa meningkat, kemudian bagaimana agar bank ini bisa mengucurkan bantuan (kredit) lebih besar," kata Tutum. (idr/hns)