Jakarta -
Lion Air sudah mengalami dua kali kecelakaan penerbangan di 2018. Melihat dari kondisi tersebut, pemerintah memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi pada Lion Air.
Masih segar dalam ingatan, kecelakan pesawat Lion Air yang pertama yaitu terjadi pada 29 April 2018 Penerbangan, Boeing 737-800 rute Makassar-Gorontalo tergelincir saat mendarat di Bandara Jalaluddin Gorontalo.
Kemudian yang baru terjadi tiga hari lalu, yaitu pada 29 Oktober pesawat untuk penerbangan JT 610, Boeing 737 MAX 8 rute Jakarta-Pangkalpinang, mengalami lost kontak dan ditemukan jatuh di Tanjung Karawang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain memberikan sanksi pada operator pesawat dan manajemen, pemerintah juga memiliki peraturan baku untuk langsung memberhentikan pejabat dalam perusahaan penerbangan. Dari latar belakang tersebut, Rabu (31/10/2018) Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melakukan pemecatan kepada Direktur Teknisi dan para staf teknisi di Maskapai Lion Air.
Pemecatan yang dilakukan dalam durasi dua hari setelah kecelakaan pesawat dianggap terlalu terburu-buru oleh sebagian orang. Melihat dari keputusan tersebut, apakah keputusan pemerintah sudah tepat? peraturan yang mana yang bisa membuat Menhub memiliki kewenangan untuk memecat satu divisi dalam perusahaan? dan apakah Maskapai Lion Air bisa dibekukan oleh pemerintah?
Baca berita selengkapnya di sini:
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, siang ini membebastugaskan Direktur Teknik Lion Air. Bukan hanya Direktur Teknik, namun teknisi di bawahnya juga dibebastugaskan. Langkah tersebut, dilakukan karena kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610. Budi Karya menegaskan punya kewenangan untuk melakukan hal tersebut.
Kewenangan menteri yang bisa membebastugaskan direksi maskapai tertuang dalam Pasal 103 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 25/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 38/2017.
Tertulis dalam peraturan tersebut, Direktur Jenderal di Kementerian Perhubungan bisa melakukan black list atau tindakan daftar hitam pada pejabat terkait dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Ada 7 orang yang disebutkan dalam aturan tersebut, yaitu Direktur Utama Maskapai, Direktur Operasi, Direktur Teknik, Direktur Safety, Chief Inspector, Pilot dan Chief Cabin.
Pengangkatan 7 orang tersebut dalam sebuah maskapai harus melalui fit and proper tes yang dilakukan Dinas Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU).Maka itu 7 key person memang bertanggung jawab langsung ke regulator dalam hal ini Menteri Perhubungan.
Selain memberhentikan pejabat yang bertanggung jawab dari kecelakaan tersebut, Kementerian Perhubungan juga berwenang untuk membekukan izin terbang maskapai yang sudah mengalami dua kali kecelakaan dalam setahun. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 103 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 25/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri 38/2017.
Dalam Peraturan Menteri 38/2017 juga dibahas, Direktur Jenderal Kementerian Perhubungan dapat membekukan sertifikat operator pesawat udara sampai dengan adanya pergantian personil yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut, apabila pejabat tersebut tidak diberikan sanksi administratif oleh perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai informasi, sepanjang tahun 2018 Maskapai Lion Air sudah mengalami dua kali kecelakaan. Pada 29 April 2018 Penerbangan, Boeing 737-800 rute Makassar-Gorontalo tergelincir saat mendarat di Bandara Jalaluddin Gorontalo. Pesawat dengan rute Makassar-Gorontalo yang membawa 174 penumpang dalam kejadian tersebut tidak ada korban jiwa.
Sementara itu pada 29 Oktober Penerbangan JT 610, Boeing 737 MAX 8 rute Jakarta-Pangkalpinang, mengalami lost kontak dan ditemukan Jatuh di Tanjung Karawang. Dalam kejadian ini Pesawat Lion Air JT 610 yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menju Pangkalpinang, jumlah korban penumpang dan kru pesawat Lion Air sebanyak 189 orang, yang hingga saat ini masih dalam proses pencarian.
Berikut isi dari Pasal 103 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 25/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri 38/2017.
Pasal 103
1) Direktur Jenderal dapat melakukan tindakan daftar hitam (black list) atau personanon grata terhadap personil kunci (key personel) atau pejabat terkait dengan keselamatan dan keamanan penerbangan, apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut terjadi dua kali kecelakaan fatal pesawat udara yang dioperasikannya setelah adanya bukti otentik dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi tentang kesalahan manajerial.
2) Direktur Jenderal dapat membekukan sertifikat operator pesawat udara (Air Operator Certificate/AOC) sampai dengan adanya pergantian personil yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut, apabila personil kunci (key personal) atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiberikan sanksi administratif oleh perusahaan yang bersangkutan.
Kementerian Perhubungan akan melakukan pemeriksaan lebih banyak terhadap pesawat milik Lion Air dibandingkan dengan maskapai lainnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemeriksaan tersebut dalam rangka meningkatkan keselamatan.
"Untuk meningkatkan safety maka kita memang melakukan suatu upaya meningkatkan safety dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan ramp check," kata Budi di Komplek Istana, Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Budi menyebut, pemeriksaan yang intensif juga mulai dilakukan beberapa hari ke depan. Di mana, pemeriksaan pesawat akan lebih banyak kepada Lion Air dan dilakukan secara acak.
"Kami lakukan persentase harus dilakukan Lion lebih banyak bisa sampai 40% dari jumlah pesawat, sedangkan yang lain 10-15%," ungkap dia.
Selain itu, kata Budi, pemerintah juga akan meningkatkan sistem pengawasan operasi pesawat dengan melakukan pencatatan paling sedikit tiga sampai lima penerbangan untuk rute ekstrem. Dengan begitu, setiap bulannya akan 30 penerbangan yang akan diawasi.
Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Pramintohadi Sukarno bersama tim sudah melakukan pemeriksaan khusus kelaikudaraan pada pesawat jenis Boeing 737-8 MAX menyusul kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 dengan Nomor Registrasi PK-LQP yang terjadi di perairan Tanjung Karawang pada Senin (29/10).
Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan khusus terhadap seluruh pesawat jenis Boeing 737-8 MAX yang beroperasi di Indonesia.
"Saya minta Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara segera menugaskan inspektur kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara (airworthiness inspector dan flight operation inspector) untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap seluruh pesawat Boeing 737-8 MAX yang digunakan maskapai nasional," ujar dia dalam keterangan tertulis, Rabu (31/10/2018).
Ia menjelaskan, terdapat 11 unit pesawat jenis Boeing 737-8 MAX yang dioperasikan 2 Maskapai Nasional. Satu unit dioperasikan oleh maskapai Garuda Indonesia dan 10 unit dioperasikan oleh Lion Air.
Pemeriksaan yang dilakukan mencakup hal-hal seperti indikasi repetitive problems, pelaksanaan troubleshooting, kesesuaian antara prosedur dan implementasi pelaksanaan aspek kelaikudaraan dan juga kelengkapan peralatan untuk melakukan troubleshooting pada pesawat Boeing 737 - 8 MAX.
Hal ini sudah disampaikan kepada kedua maskapai melalui surat Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Nomor 1063/DKPPU/STD/X/2018 tanggal 29 Oktober 2018. Pemeriksaan khusus yang telah dilakukan sejak Senin 29 Oktober yang lalu sesuai dengan Surat Direktur KPPU, semua pesawat yang diperiksa dinyatakan laik terbang.
Halaman Selanjutnya
Halaman