Jakarta -
Jumlah orang yang tidak bekerja alias menganggur di Indonesia berkurang. Tahun ini BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun menjadi menjadi 5,34% atau setara dengan 7,001 juta orang dari 131,01 juta orang angkatan kerja.
Meski begitu, pengangguran masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang harus di selesaikan. Apalagi dari angka pengangguran itu paling banyak merupakan lulusan SMK.
Berdasarkan data BPS, TPT yang berasal dari pendidikan SMK sebesar 11,24%, lulusan SMA sebesar 7,95%, lulusan diploma I/II/III sebesar 6,02%, lulusan universitas sebesar 5,89%, lulusan SMP sebesar 4,80%, dan sekolah dasar (SD) sebesar 2,43%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu apa mengapa lulusan SMK banyak yang menganggur? Bukankah SMK sekolah yang khusus mempersiapkan siswa untuk langsung bekerja?
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan, sejatinya angka TPT dari SMK dalam tren positif. tahun lalu TPT yang berasal dari SMK sebesar 11,41%, sementara tahun ini menjadi 11,24%.
"Jadi sebenarnya pengangguran di SMK turun, meskipun porsinya masih tinggi," ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9.
Menurut Muhadjir, masih banyaknya TPT lulusan SMK lantaran lulusan yang ada saat ini belum tersentuh upaya revitalisasi SMK yang dilakukan pemerintah. Revitalisasi SMK baru dilakukan pada awal 2017 setelah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) dikeluarkan pada 9 September 2016.
"Jadi lulusan smk yang sekarang belum dapat sentuhan revitalisasi. Saya yakin lulusan smk 3-4 tahun kedepan diposisi yang tepat dan akan meningkat kualitasnya," tambahnya.
Sebelum adanya upaya revitalisasi itu, kaya Muhadjir, kondisi pendidikan SMK memang jauh dari kata sempurna. Bisa dilihat dari total SMK di Indonesia yang sekitar 14.000 SMK, hanya sekyar 3.500 yang merupakan SMK negeri, sisanya SMK swasta.
Sayangnya jumlah siswa SMK negeri jauh lebih banyak. Berbanding terbalik dengan SMK swasta yang sepi peminat. Hal itu menunjukan juga kualitas dari pendidikan SMK swasta tersebut.
Dari sisi para pendidik atau guru juga masih kurang baik. Di SMK sendiri ada 3 jenis guru yakni guru adaptif yang mengajarkan mata pelajaran murni seperti biologi, kimia dan lain sebagainya.
Kemudian ada guru normatif yang mengajarkan pendidikan seperti agama, PKN ataupun bahasa Indonesia. Ketiga guru produktif yang mengajarkan tentang keahlian khusus sesuai bidangnya.
"Sayangnya waktu saya masuk jadi menteri, jumlah guru proktuktif hanya 37%. Bahkan ada SMK yang guru normatifnya lebih banyak," tambahnya.
Selain itu menurutnya saat ini guru produktif masih banyak yang belum sesuai ketrampilannya. Oleh akrena itu salah satu upaya dalam revitalisasi SMK guru produjtif akan diambil dari para pekerja yang sesuai dengan jurusannya.
"Mislanya sekolah kelautan itu sebenarnya cocoknya gurunya pelaut. Pelaut itu biasanya 45 tahun tidak mau melaut lagi, nah dia bisa jadi guru," terangnya.
Untuk mengatasi hal itu sebenarnya pemerintah sudah memiliki strategi sebelumnya yakni revitalisasi SMK. Salah satunya dengan melakukan penggabungan (merger) dari SMK-SMK swasta yang sepi peminat.
Bahkan Muhadjir mengaku sempat menemukan SMK yang jumlah siswanya hanya 50 orang. Oleh karena itu upaya merger dilakukan agar SMK-SMK swasta lebih memiliki kekuatan untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.
Dari sisi para pendidik atau guru juga masih kurang baik. Untuk memperbaiki kualitas pendidikan SMK, pemerintah akan menyekolahkan guru adaptif ke perusahaan-perusahaan. Sehingga guru adaptif bisa juga mengajar tentang keahlian khusus.
"Itu sudah kita lakukan. dan hasilnya bagus. Kita genjot. Tapi mengalami penurunan. Ini sedang kita pikirkan. Kemudian kalau mau revitalisasi SMK ini dibutuhkan 91 ribu guru, itu posisi idealnya," kata Muhadjir.
Untuk guru produktif, nantinya juga tidak lagi mengambil dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pemerintah akan memanfaatkan profesional untuk menjadi guru produktif di SMK.
Dengan pengalamannya bekerja langsung, para profesional dianggap lebih cocok untuk mengajar siswa SMK. Dengan begitu kualitas lulusan SMK lebih baik.
"Mislanya sekolah kelautan itu sebenarnya cocoknya gurunya pelaut. Pelaut itu biasanya 45 tahun tidak mau melaut lagi, nah dia bisa jadi guru," tambahnya.
Lalu, pemerintah akan mengubah strategi SMK dari sebelumnya berbasis supply menjadi demand. Artinya para SMK akan mencetak lulusan yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini.
Untuk melakukan hal itu, para SMK diminta untuk bekerjasama dengan para perusahaan. Perusahaan juga akan diikut sertakan membuat kurikulum. Bahkan sekitar 70% kurikulum yang dibuat ditentukan oleh perusahaannya.
"Kalau misalnya dengan Alfamart ya kurikulumnya dari Alfamart. Soal kerja di Alfamart atau tidak yang penting sudag disertifikat oleh Alfamart. Begitu juga dengan Mitsubishi misalnya. Jadi itu anak dilatih dengan standar dari Mitsubishi. Jadi bukan ijazahanya yang penting tapi sertifikatnya," terang Muhadjir.
Dengan model pendidikan yang lebih condong dalam keahlian, menurut Muhadjir, nantinya para siswa SMK akan lebih mementingkan sertifikat yang didapatnya. Bahkan dia yakin nantinya para siswa SMK yang tidak lulus akan bisa tetap bekerja jika memiliki sertifikat.
"Nanti ijazahnya tidak penting, yang penting itu sertifikatnya dia bisa bekerja," terangnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman