Balada Tiket Pesawat yang Masih Mahal

Balada Tiket Pesawat yang Masih Mahal

Dana Aditiasari - detikFinance
Sabtu, 30 Mar 2019 12:07 WIB
Balada Tiket Pesawat yang Masih Mahal
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Mahalnya harga tiket pesawat udara masih menjadi sorotan. Tak hanya masyarakat tapi juga pemerintah.

Tingginya harga tiket pesawat bahkan diprediksi bisa memberi dampak bagi perekonomian nasional. Bank Indonesia (BI) menyebut, harga tiket pesawat menjadi 'biang kerok' inflasi sejak tahun lalu.

Bahkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sampai membuat regulasi baru terkait tarif tiket pesawat. Begini cerita lengkapnya dirangkum detikFinance, Sabtu (30/3/2019).
Direktur Niaga Garuda Indonesia, Pikri Ilham Kurniansyah menjelaskan, harga tiket yang diterapkan Garuda saat ini merupakan harga yang sudah sesuai dengan peraturan yang ada.

Ia menyebut, Garuda sebagai maskapai dengan pelayanan penuh alias full service airline diharuskan menerapkan tarif tiket pesawat 100% tarif batas atas (TBA) tiket pesawat sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) nomor 14 tahun 2016.

"Mengikuti PM 14/2016. Di pasal 7, Full Service Airlines harusnya pasang harga 100% TBA," tutur dia ditemui di Kantor Pusat Garuda, Tangerang, Jumat (29/3/2019).

Kalaupun ada harga yang lebih murah yang diberikan maskapai pelat merah tersebut, menurutnya itu adalah potongan harga yang diberikan pada momen-momen tertentu saja.

"Kalau ada di bawah itu namanya diskon. Misalkan, Jakarta-Yogyakarta Rp 998.000, itu adalah harga sebenarnya. Kalau hari ini bisa Rp 700.000 itu harga diskon. Nah itu yang sebenarnya terjadi," jelasnya.

Ia menambahkan, bila Garuda sebagai maskapai full service diminta menurunkan tarif terlalu murah, dikhawatirkan industri penerbangan akan terganggu.

Ia mengumpamakan sebuah hotel bintang lima yang harusnya menawarkan tarif kamar Rp 5 juta, lalu dipaksa menjual dengan harga Rp 500.000. Maka, hotel dengan kelas terendah yang biasa menjual harga tiket Rp 500.000 akan ditinggal pelanggan. Pelanggan tentu akan lebih memilih hotel mewah ketimbang hotel sederhana bila tarif sama.

"Bintang 5, best cabin crew, pesawatnya baru semua, masa (Garuda) harus bersaing sama LCC (low cost carier/penerbangan berbiaya hemat), nggak bisa dan nggak boleh. Itu akan mematikan industri," tandas dia.

Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi periode Maret 2019 akan mencapai kisaran 0,15% (month to month) atau 2,51% secara tahunan (year on year).

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo angka tersebut berdasarkan survei pemantauan harga yang dilakukan BI pekan keempat bulan Maret.

Dody menyebut, mahalnya harga tiket pesawat menjadi 'biang kerok' inflasi sejak tahun lalu. Pada November 2018, tercatat laju inflasi 0,27%. Komoditas utama penyumbang inflasi ini adalah kenaikan tarif angkutan udara yang memiliki andil 0,05% terhadap inflasi," jelas dia.

Kemudian pada Desember 2018 terjadi inflasi 0,62%. Tarif angkutan udara menjadi penyumbang inflasi 0,19%. Pada Januari 2019 inflasi 0,32%, tarif angkutan udara menyumbang inflasi 0,2%. Sedangkan bulan lalu meskipun tercatat deflasi 0,09%, namun tarif tiket pesawat masih mencatatkan kenaikan harga dan menyumbang inflasi 0,03%.

Sepanjang tahun ini Dody menyebut bank sentral meyakini inflasi akan sesuai dengan target 3,5% plus minus 1%. "Ini masih sesuai target kita ," imbuh dia.

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) terkait harga tiket pesawat.

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Udara Kemenhub Nur Isnin Istiarto, aturan tersebut tertuang dalam Permenhub Nomor 20 Tahun 2019 dengan turunan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 72 Tahun 2019.

"Jadi kita pada hari ini telah merilis dua regulasi, satu Permenhub 20. Kemudian, yang satu Kepmen 72, masalah tarif penerbangan di situ. Kalau Permenhub 20 adalah mengatur tata cara perhitungan tarif, sedangkan besaran tarif batasannya ada di Kepmen 72," ungkap dia ditemui di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (29/3/2019).

Lebih lanjut, batas bawah tiket pesawat ditetapkan sebesar 35% dari tarif batas atas. Misalnya, bila tarif batas atas sebesar Rp 1 juta maka tarif batas bawah berada di angka Rp 350.000.

"Rata-rata 35% dari batas atas. Itu jarak tarif batas atas dan batas bawah. Misalnya tarif batas atas Rp 1 juta maka bawahnya Rp 350.000," ungkap VP Corsec PT Garuda Indonesia Ikhsan Rosan dalam acara yang sama.

Hide Ads