Bisnis Reparasi Tv Jadul Masih Eksis di Tengah Perkembangan Digital

Bisnis Reparasi Tv Jadul Masih Eksis di Tengah Perkembangan Digital

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Senin, 15 Jul 2019 06:48 WIB
Bisnis Reparasi Tv Jadul Masih Eksis di Tengah Perkembangan Digital
Jakarta - Bisnis reparasi dan jual beli tv jadul bukan lagi hal yang gampang ditemui sekarang ini, apalagi di Jakarta. Mungkin hanya ada beberapa yang masih bertahan untuk menggantungkan hidup sebagai tukang memperbaiki tv jadul tersebut.

Sekarang, tontonan tv sudah jadi satu asupan hiburan yang biasa dinikmati setiap orang. Berbagai macam televisi telah dimodifikasi para produsen untuk agar tak hanya memberi tontonan biasa, namun juga hiburan lainnya. Tv-tv digital nan pintar pun bermunculan.

Di tengah perkembangan teknologi tersebut, beberapa orang masih bertahan di bisnis reparasi tv jadul. Lantas bagimana nasibnya bisnis tersebut di tengah terjangan teknologi digital? Simak berita lengkapnya.
Salah seorang penyedia jasa reparasi tv jadul Nano Sukarno, mengatakan perkembangan teknologi yang terjadi saat ini memang banyak berdampak terhadap bisnis yang digelutinya. Seiring waktu berjalan, pengguna jasanya terus menurun.

"Kalau ini bagaimana ya, ya pasang surut. Sekarang alhamdulillah standar. Kalau baru-baru masuk tv panel, lcd, ya itu agak turun. Menurun drastis," kata Nano kepada detikFinance beberapa waktu lalu di kiosnya kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Meski begitu, Nano mengaku masih punya pelanggan setia. Paling tidak, dalam sehari Nano bisa mendapat pelanggan minimal 1 orang. Menurutnya, kondisi itu sudah terbilang lumayan.

"Kalau dulu, pas belum muncul tv yang tipis-tipis bisa lima pelanggan sehari. Ya tapi tergantung juga sih sebenarnya, namanya juga bisnis ada naik turun. Disyukuri saja," katanya.

Untuk menambah peluang penghasilan, kini Nano tak hanya membuka jasa reparasi tv tabung, tapi juga menjualnya. Hasil penjualannya pun cukup lumayan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

"Kalau sekarang tv 14 inchi bisa Rp 250-300 ribu kita jual. Itu sudah kondisi siap pakai. Kita jaminan sebulan. Kalau yang 21 di atas Rp 500 ribu, tergantung kondisi," kata dia.

Dari usahanya itu, dalam sebulan rata-rata Nano masih bisa mendapatkan penghasilan Rp 4 juta. Meski cukup besar untuk ukuran reparasi tv jadul, namun kata Nano penghasilan yang didapatnya itu sejatinya menurun.

Dia bilang, saat masa jaya-jayanya tv tabung, ia bahkan bisa mendapatkan penghasilan lebih dari itu. Walau begitu, Namo mengaku tetap bersykur masih bisa mengais rezeki dari bisnis reparasi tv. Ia meyakini masih ada banyak pelanggan yang mau menggunakan jasanya walau bermunculan tv-tv pintar.

"Namanya juga perkembangan zaman ya, kita harus enjoy aja. Yang penting bisa ngebul buat dapur ya," kata Nano.

Nano Sukarno mengaku, dirinya masih bertahan di bisnis tersebut karena masih memiliki pelanggan setiap yang menggunakan jasanya, baik untuk reparasi maupun jual beli tv. Dia bilang, kalangan menengah ke bawah menjadi segmentasi utama yang disasarnya.

"Orang namanya bisnis pasti masih bisa bertahan karena ada yang pakai jasanya. Kalau sudah nggak ada pelanggan ya baru berhenti. Tapi kan saya dari dulu sampai sekarang ada saja pelanggan, alhamdulillah," kata Nano kepada detikFinancebeberapa waktu lalu di kiosnya kawasan Stasiun Kebayoran, Jakarta Selatan.

Nano bercerita, dirinya sendiri terjun ke bisnis ini karena dorongan dari orang tua. Dia mengatakan, dulu, orang tuanya juga menjalani bisnis reparasi seperti dirinya. Karena itu, dia mengikuti jejak orang tua hingga sekarang.

"Saya awalnya juga nggak terlalu minat, tapi karena ada dorongan dari orang tua, lalu diajari. Dari zaman radio dulu, belum ada tv. Jadi dari orang tua awalnya radio-radio, belum ada tv, tahun 1975-an," katanya.

"Ya alhamdulillah sampai sekarang lah ya, mungkin barokah ya. Karena nurut sama orang tua kali ya. Jadi masih bisa hidup dan bertahan sampai sekarang dari usaha ini," sambungnya.

Nano mengatakan sebenarnya tak memiliki kesulitan yang berarti dalam menjalani usaha ini. Dia juga mengaku tak kesulitan mendapat komponen yang diperlukan untuk memperbaiki tv jadul yang sudah tak diproduksi tersebut.

"Jadi kalau komponen kita masih siap untuk stok sih. Jadi maksudnya ada yang kirim mereka, kan itu barang-barangnya orisinal tuh, jadi kanibal. Ada yang suka kirim ke sini. Kadang kalau beli komponen baru kadang nggak bisa pakai. Nggak tau deh, apa dari pabrik sudah bagaimana nggak tahu juga," katanya.

Lebih dari itu, Nano mengatakan bahwa dalam menjalani bisnis ini yang paling dibutuhkan ialah kejujuran dan kepercayaan pelanggan. Sebab, kata dia, sekali pelanggan merasa kecewa dengan jasanya, maka pelanggan baru juga tak akan datang.

Nano mengaku meski omzetnya mengalami penurunan dari waktu ke waktu, namun ia masih bisa bertahan hingga sekarang. Walau hanya satu, namun pelanggan masih datang setiap hari untuk memakai jasanya. Pundi-pundi rupiah pun masih terus mengalir ke dirinya.

"Ya mungkin Rp 4 juta sebulan rata-rata masih masuk ya. Lumayan lah alhamdulillah," kata Nano kepada detikFinance beberapa waktu lalu di kiosnya, Kebayoran, Jakarta Selatan.

Dulu, saat masa-masa jaya bisnis tv jadul pada krismon 1997-1998, Nano bahkan mengaku bisa mendapatkan omzet lebih tinggi dari sekarang ini. Bisa mencapai Rp 6 juta per bulan. Omzet yang cukup besar pada masa itu.

"Kalau dulu waktu krisis moneter dulu, itu lumayan bagus, Harga second lumayan bagus. Dari situ kita stok barang saja sampai kekurangan ya. Karena banyak peminat kan permintaan tinggi. Jadi saat itu lebih banyak jual daripada service," jelasnya.

Saat itu, kata Nano, dia bisa menjual tv tabung bekas ukuran 14 inchi dengan harga sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu. Untuk ukuran 21 inchi lebih besar lagi, bisa mencapai Rp 1 juta lebih.

"Kalau sekarang 14 inchi, bisa Rp 250 ribu-Rp 300 ribu kita jual. Itu sudah kondisi siap pakai. Kita jaminan sebulan. Kalau yang 21 di atas Rp 500 ribu, tergantung kondisi," katanya.

Pakar Bisnis dari Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan bisnis lawas seperti reparasi dan jual-beli tv jadul sulit untuk bisa bertahan ke depannya.

"Bertahan sih nggak ya, mereka hanya menyelesaikan sisa-sisa hidup saja. Contohnya koran sekarang kan tidak ada pendapatannya. Pendapatan dari jualan koran nggak ada, bukan sebagai yang utama. Tapi masih ada orang yang beli. Sama juga dengan barang-barang jadul seperti televisi, cuma masih ada yang koleksi saja mungkin," kata Rhenald.

Rhenald mengatakan, tv tabung sekarang ini bukan sebagai perangkat yang menemani generasi baru. Menurutnya, hanya orang-orang tua yang kebanyakan masih menggunakan perangkat tersebut.

"Tapi bukan menemani satu generasi yang sifatnya masal. Orang-orang tua ini, bukan untuk gaya hidup. Orang tua tidak perlu dengan gaya hidup. Jadi bisnis tv tabung seperti itu hanya mengisi celah-celah kekosongan," jelasnya.

Lebih lanjut Rhenald menilai, bahwa kebanyakan yang masih menjalankan profesi di bidang tv jadul ini ialah orang tua. Mereka, kata Rhenald, dinilai sulit untuk bisa mengikuti perkembangan zaman dan mencari peluang di bisnis lainnya.

"Pasti ahli-ahlinya orang-orang tua juga, jadi mereka hanya punya keahlian seperti reparasi itu. Jadi mereka tidak mudah untuk switch, jadi mereka tergerus dengan zaman. Mereka cuma bisa menunggu hingga tergerus saja," katanya.

"Dalam pandangannya saja orang jadul, tetap jadul, hanya manggut-manggut, contoh mudahnya misal pemakaian WhatsApp, mereka pasti kesusahan untuk menggunakannya. Kalau pun ada, yang menginstall pasti orang lain," sambung Rhenald.

Sementara, tambah Rhenald, bila masih ada anak muda yang menjalankan profesi ini disarankan untuk mulai mencari keahlian baru mengikuti perkembangan zaman. Anak muda dinilai masih punya kesempatan yang lebih baik dalam mencoba hal baru.

"Kalau dia pelaku usahanya masih muda harus bisa berpindah. Jadi memang harus ikuti zaman, misalnya dia sekarang reparasi tv tabung, nah itu harus bisa belajar bagaimana memperbaiki tv led atau lcd yang tipis-tipis. Kalau tidak begitu, sulit dia bertahan," tutupnya.



Simak Video "Video Transmart Full Day Sale Hadir Lagi, TV Banting Harga!"
[Gambas:Video 20detik]
Hide Ads