Deretan Perusahaan RI yang Gagal Bayar Utang

Deretan Perusahaan RI yang Gagal Bayar Utang

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 25 Jul 2019 17:32 WIB
2.

Berbagai Industri

Deretan Perusahaan RI yang Gagal Bayar Utang
Foto: Rachman Haryanto

1. Taxi Express
Kabar PT Express Transindo Utama tak mampu membayar utangnya saat muncul siaran pers dari Pefindo. Saat itu eating obligasi I 2014 yang diterbitkan perusahaan turub dari BB- menjadi D.

Rating itu diberikan ketika terjadi default pembayaran. Hal itu lantaran adanya gagal bayar kupon yang harusnya pada 26 Maret 2018 kemarin.

Pada saat yang sama Pefindo juga menurunkan peringkat korporasi TAXI dari BB- menjadi SD atau selective default. Obligor yang mendapatkan rating SD artinya telah gagal untuk membayar satu atau lebih dari kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo, tetapi akan terus melakukan pembayaran tepat waktu pada kewajiban lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2014, Express Tansindo Utama telah menerbitkan obligasi dengan nilai Rp 1 triliun. Obligasi dengan kupon 12,25% per tahun ini jatuh tempo pada 24 Juni 2018.

Corporate Secretary TAXI Megawati Affan telah mengumumkan bahwa 4 April 2018 perseroan telah mengirimkan dana bunga obligasi ke 15 dan denda keterlambatan selama 11 hari ke rekening PT Kustodian Sentral Efek Indonesia.

2. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
Perusahaan produsen makanan kemasan Taro ini pada 12 Juli 2018 telah menerima surat dari Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat tertanggal 10 Juli 2018 perihal Panggilan Sidang Menghadap dalam perkara dengan Nomor 92/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.

Surat tersebut perihal Panggilan Sidang Menghadap dalam perkara dengan Nomor 92/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.

Perusahaan berkode saham AISA sudah telat melakukan pembayaran bunga ke-21 atas obligasi dan sukuk ijarah TPS Food I Tahun 2013. Ini merupakan kedua kalinya perusahaan telat membayar utang bunga.

Pembayaran bunga obligasi dan sukuk ijarah TPS Food I Tahun 2013 ke-21 jatuh pada 5 juli 2018. Perusahaan diketahui belum membayarkan hingga saat ini.

Perusahaan menegaskan bahwa perusahaan sedang mengupayakan proses restrukturisasi obligasi dan sukuk tersebut. Manajemen berjanji akan memberikan informasi kelanjutan proses tersebut.

TPS Food menerbitkan obligasi dan dan sukuk ijarah (sukuk) TPS Food I dengan nilai masing-masing Rp 600 miliar dan Rp 300 miliar pada 1 April 2013.

Tiga Pilar Sejahtera Food akhirnya bebas dari kepailitian. Proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di pengadilan telah berakhir damai.

3. Sariwangi
PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) telah dinyatakan pailit setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian oleh PT Bank ICBC Indonesia. Anak usaha Sariwangi Group PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung juga ikut dijatuhkan pailit.

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan kedua perusahaan itu pailit karena dianggap telah melanggar perjanjian perdamaian soal utang piutang dengan PT Bank ICBC Indonesia.

Setelah tagihan kredit utang bermasalah Bank ICBC Indonesia sepakat dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Total utang Sariwangi kepada Bank ICBC Indonesia saat itu mencapai US$ 20.505.166 atau sekitar Rp 309,6 miliar.

Namun sejak perjanjian itu pihak Sariwangi tidak memenuhi perjanjian dengan membayar cicilan utang. Hingga akhirnya PT Bank ICBC Indonesia mengajukan pembatalan perjanjian perdamaian

Berbarengan dengan Sariwangi, Bank ICBC Indonesia juga meminta pembatalan perjanjian perdamaian kepada PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung. Total utang perusahaan ini mencapai $2.017.595 dan Rp. 4.907.082.191.

4. SNP Finance
PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar ± Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan sebesar ± Rp 2,22 triliun dan MTN sebesar ± Rp 1,85 triliun.

Peringkat efek SNP Finance periode Desember 2015-2017 idA-/stable, kemudian Maret 2018 rating SNP Finance naik menjadi idA/stable. Lalu Pefindo menurunkan rating sebanyak 2 kali, yakni bulan Mei 2018 diturunkan menjadi idCCC/credit watch negative dan pada bulan yang sama menurunkan lagi ke peringkat idSD/selective default.

Saat ini, SNP Finance dalam status dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha oleh OJK sejak bulan Mei 2018. Hal ini dilakukan karena perusahaan pembiayaan tersebut belum menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang MTN sampai batas waktu sanksi peringatan ketiga, sesuai pasal 53 POJK nomor 29/2014.

Lanjut ke halaman berikutnya

Hide Ads