PNS Harus Mau Pindah ke Ibu Kota Baru, Kalau Tidak...

PNS Harus Mau Pindah ke Ibu Kota Baru, Kalau Tidak...

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 27 Agu 2019 08:32 WIB
1.

PNS Harus Mau Pindah ke Ibu Kota Baru, Kalau Tidak...

PNS Harus Mau Pindah ke Ibu Kota Baru, Kalau Tidak...
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Pegawai negeri sipil (PNS) atau ASN di pemerintah pusat bisa saja mengajukan pensiun dini bila enggan pindah ke ibu kota baru Indonesia di wilayah Kalimantan Timur. Tapi ada syaratnya.

Berdasarkan data Bappenas, jumlah PNS yang pindah ke ibu kota baru sekitar 200 ribu. Bila ditambah anak-istri perkiraannya menjadi 884.840 orang.

Lantas bagaimana cara PNS pensiun dini? Lalu mereka dipindahkan ke ibu kota baru secara serentak atau bertahap? Berikut informasi selengkapnya.

Syarat tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Pada Pasal 305, PNS yang mau mengajukan pensiun dini telah berusia 45 tahun dan masa kerja paling sedikit 20 tahun. Mereka ini dikategorikan PNS yang diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri.

"Pilihannya kalau normatif misalnya dia mengajukan pensiun dini. Jadi sepanjang dia umurnya minimal 45 tahun dan bekerja 20 tahun itu bisa mengajukan pensiun dini," kata Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan kepada detikFinance, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Untuk tata cara pensiun diatur dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Cara Masa Persiapan Pensiun.

Penetapan pemberian masa persiapan pensiun yang diajukan oleh PNS dilakukan apabila PNS yang bersangkutan tidak sedang dalam proses pemeriksaan pelanggaran disiplin, PNS yang bersangkutan tidak sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan.

Selanjutnya PNS yang bersangkutan telah menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab jabatannya, dan tidak terdapat kepentingan dinas mendesak yang harus dilaksanakan oleh PNS yang bersangkutan.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Mudzakir mengatakan, salah satu yang dikaji adalah untuk mempertimbangkan perlu-tidaknya sanksi buat PNS yang menolak pindah.

"Apapun yang terkait misalnya dengan survei itu (bila PNS menolak pindah) dan lain sebagainya yang terkait dengan itu, kita terima sebagai masukan dan nanti akan kita kaji untuk memperkaya kajian itu," kata dia kepada detikFinance, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Selain mengkaji soal sanksi, pemerintah juga mengkaji apakah nantinya ada insentif buat PNS karena pindah ke ibu kota baru.

"Termasuk itu (insentif), itu kan masih dalam kajian. Jadi terkait hal-hal pemindahan ASN masih dalam kajian. Jadi belum bisa disampaikan saat ini," jelasnya.

Dia menyatakan, saat ini belum bisa disimpulkan pemerintah secara pasti akan memberikan sanksi buat yang menolak dan insentif bagi yang bersedia pindah ke ibu kota baru. Semua itu, lanjut dia masih dalam pembahasan.

"Saya tidak mengatakan iya kan. Nanti akan kita lihat lah. Akan dilihat. (Sekarang) belum (diputuskan), belum, masih dalam kajian," tambahnya.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Mudzakir mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan skema, pertama proses pemindahan PNS dilakukan secara serentak. Kedua, pemindahan dilakukan bertahap.

"Itu kan masuk dalam hal-hal yang masih dikaji kan, apakah harus seluruhnya dalam satu waktu atau harus bertahap, itu semua masih dalam kajian," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Bila yang digunakan adalah skema pertama maka akan dilihat lagi kementerian mana yang diprioritaskan untuk pindah lebih dulu ke ibu kota baru.

"Berapa yang harus dipindahkan, kementerian mana yang prioritas, dan lain sebagainya lah," sebutnya.

"Ya intinya semua sekarang sedang dikaji. Saya tidak mengatakan nanti bertahap atau bagaimana, tapi intinya semua masih dalam kajian," tambahnya.

Hide Ads