Tak Cuma Nikel, Ekspor Bauksit hingga Timah Juga Mau Dilarang?

Tak Cuma Nikel, Ekspor Bauksit hingga Timah Juga Mau Dilarang?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 12 Sep 2019 19:33 WIB
Foto: dok. Antam
Jakarta - Pemerintah mempercepat larangan ekspor bijih nikel kadar rendah yang awalnya pada tahun 2022, jadi tahun 2020. Selain nikel, pemerintah memberikan sinyal larangan ekspor tersebut bakal diperluas terhadap mineral tambang lainnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan larangan ekspor hasil tambang mentah tersebut diambil untuk mendorong hilirisasi industri hasil tambang mineral. Saat ini mineral tambang lainnya juga sedang dilirik.

"Kalau kita sudah ada investor-investor yang masuk untuk hilirisasi di timah, aspal, alumina, bauksit dan sebagainya, kenapa tidak?" kata Luhut di Djakarta Theatre, Kamis (12/9/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, beredar isu mengenai adanya rencana pelarangan ekspor bauksit pada 11 Januari 2022. Menjawab itu, Luhut hanya mengatakan akan mengkajinya.

"Kita lihat, kita pelajari dengan cermat," ujar Luhut.

Namun, ia menuturkan, saat ini 98% hasil tambang nikel Indonesia diekspor ke China. Padahal, nikel tersebut bisa memberikan nilai tambah apabila diolah di dalam negeri.


"Kan seperti berkali-kali saya bilang ya. Selama ini kita ekspor tuh ke luar, 98% nikel itu (diekspor) ke China," papar dia.

Menurutnya, dengan mengolah hasil tambang mineral melalui industri hilir dalam negeri akan memberikan keuntungan, utamanya penghematan dalam pengeluaran.

"Sekarang kita kenapa tidak bikin (hilirisasi) di dalam (negeri). Kalau dia mau diproses di sini dengan listrik yang lebih murah, ya kan. Jadi ya sama saja yang lain juga begitu," ucap Luhut.

Bahkan, ia mengatakan, proses hilirisasi nikel berpotensi memberikan keuntungan mencapai US$ 34 miliar atau setara dengan Rp 475,38 triliun (kurs Rp 14.000) sampai dengan tahun 2024. Begitu juga hasil tambang mineral lainnya memiliki potensi yang besar jika diolah di dalam negeri.

"Nikel ini kan potensinya sampai 2024 dengan lithium baterai menggunakan proses recycle itu bisa US$ 34 miliar. Sekarang sudah hampir US$ 10 miliar. Jadi kira-kira yang lain nanti kita lihat angkanya jadi berapa," tuturnya.

Kemudian, menurut Luhut, produk hilirisasi nikel dapat diolah untuk menjadi kerangka mobil listrik.

"Karena nanti seperti kerangka mobil listrik, itu juga kan nanti bisa dari nikel juga turunannya. Nah bannya kan karet kita, pelatnya dari kita. Kita bisa sendiri, kita saja yang kadang-kadang ya mau gampangnya saja ekspor raw material. Ya mesti ada pengorbanan sedikit tapi setelah beberapa tahun itu pasti akan beri nilai tambah," tandasnya.




(fdl/fdl)

Hide Ads