Pengangguran Mau 'Digaji' Bikin Beban APBN Tambah Berat?

Pengangguran Mau 'Digaji' Bikin Beban APBN Tambah Berat?

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 26 Sep 2019 07:21 WIB
1.

Pengangguran Mau 'Digaji' Bikin Beban APBN Tambah Berat?

Pengangguran Mau Digaji Bikin Beban APBN Tambah Berat?
Ilustrasi/Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menanggung beban tambahan. Kali ini datang dari kelompok masyarakat yang belum bekerja alias pengangguran.

Pasalnya, pada awal tahun depan Pemerintah akan memulai program Kartu Pra Kerja. Lewat program ini, pengangguran akan diberikan insentif sebesar Rp 300-500 ribu per bulan. Insentif itu diberikan selama mereka yang belum dapat pekerjaan mengikuti pelatihan keterampilan 2-3 bulan.

Program Kartu Pra Kerja merupakan janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas apakah benar beban APBN bertambah dengan adanya pemberian insentif kepada para pengangguran? Simak selengkapnya di sini:
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan dengan adanya pemberian insentif maka Pemerintah harus bekerja lebih keras lagi mengumpulkan penerimaan negara. Apalagi Pemerintah telah banyak mengalokasikan anggaran subsidi untuk beberapa sektor, seperti bahan bakar minyak (BBM), listrik, pupuk, hingga bunga KPR.

"Angka Rp 500 ribunya mungkin kecil. Tapi di APBN akan jadi besar dan membebani," kata Piter saat dihubungi detikcom, Rabu (25/9/2019).

Perlu diketahui, pengangguran yang akan mendapatkan insentif dari Pemerintah adalah masyarakat yang belum memiliki kerja namun terdaftar dalam program Kartu Pra Kerja. Di dalam program itu, masyarakat akan mendapat pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri. Waktu pelatihan dilaksanakan paling lama tiga bulan dan dimulai pada awal tahun 2020.

"Untuk menutup biaya itu Pemerintah menggenjot pajak, yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan pembukaan lapangan kerja. Artinya kebijakan ini kontradiktif," tegas dia.

Untuk meningkatkan kualitas SDM, menurut Piter, yang harus dilakukan Pemerintah adalah merombak kurikulum SMK yang mana disesuaikan dengan kebutuhan industri. Sehingga lapangan kerja yang tersedia pun mudah terserap.

Menanggapi itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengungkapkan bahwa pemberian insentif tidak akan membebankan APBN. Besaran insentif untuk program tersebut sudah dialokasikan.

"Ya nggak lah kan sudah dialokasikan," kata Hanif di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Pemerintah memang sudah mengalokasikan anggaran program Kartu Pra Kerja dalam RAPBN tahun 2020 sekitar Rp 10 triliun. Anggaran tersebut nantinya akan mengakomodasi sekitar 2 juta masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan.

Menurut Hanif, pemberian insentif dalam program Kartu Pra Kerja masih belum final. Namun, dirinya membenarkan bahwa besaran angka insentif tersebut sudah didiskusikan dan akan ditetapkan dalam rapat koordinasi (rakor) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Berdasarkan catatan detikcom, rencana itu tercetus pada April 2019 dan masuk ke dalam program yang dijanjikan pasangan capres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Program Kartu Pra Kerja merupakan janji kampanye pasangan tersebut jika terpilih.

Program Kartu Pra Kerja juga sejalan dengan fokus Pemerintah di periode 2019-2024 yaitu pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) di era digitalisasi atau industri 4.0. Selain Pra Kerja, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin juga masih memiliki dua program kartu sakti lainnya yaitu Sembako Murah dan KIP-Kuliah.

Sebanyak tiga program kartu sakti Jokowi pun mendapat banyak kritikan dari berbagai kalangan, seperti Mardani Ali Sera. Politisi PKS ini menilai bahwa program kartu sakti Jokowi hanya sebagai pereda nyeri saja. Sebab, ketersediaan lapangan pekerjaan semakin sulit.

"Makanya, program darurat yang seperti Panadol cuma menghilangkan rasa nyerinya dikasih Pra Kerja, Kartu Pra Kerja. Yang diperlukan bukan Kartu Pra Kerja, yang dibutuhkan pekerjaan yang itu gagal untuk disediakan," sebut Mardani tanggal 25 Februari 2019.

Selanjutnya, kritikan muncul dari Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Dia mengatakan program kartu Pra Kerja yang diluncurkan Presiden Jokowi itu hanya omong kosong.

Meski mendapat banyak kritikan, saat Jokowi terpilih kembali sebagai Presiden periode 2019-2024, program kartu sakti itu pun akan segera direalisasikan. Khususnya Kartu Pra Kerja yang mulai disiapkan Pemerintah.

Bahkan Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran kurang lebih Rp 10 triliun yang nantinya mengakomodasi sekitar 2 juta masyarakat di tahun anggaran 2020.

Hide Ads