#TangkapEnggar Muncul Saat 20.000 Ton Beras Bulog Terancam Busuk

#TangkapEnggar Muncul Saat 20.000 Ton Beras Bulog Terancam Busuk

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 04 Des 2019 08:06 WIB
Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Jakarta - Pada tahun 2018 Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dipimpin oleh Enggartiasto Lukita menerbitkan izin impor beras. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton sepanjang tahun 2018 dengan nilai US$ 1,03 miliar.

Kebijakan impor tahun lalu itu jadi bahan perbincangan dan dituding menjadi penyebab stok 20.000 ton beras Bulog saat ini terancam busuk.

Sampai-sampai #TangkapEnggar ramai di Twitter sejak Senin (2/12) malam hingga Selasa (3/12) pagi. Cuitan yang menggunakan tagar tersebut berisikan komentar warganet atas kebijakan impor yang diberikan Enggar. Kebijakan itu dinilai memberi andil terhadap 20.000 ton beras Bulog yang terancam busuk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, bagaimana kebenaran itu?

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi menegaskan bahwa kebijakan impor beras tahun lalu tak menjadi penyebab 20.000 ton beras turun mutu.

"(Impor) nggak ada pengaruh," tegas Tri di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2019).

Menurutnya, impor tersebut justru memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP).

"Dengan stok impor nggak masalah, justru menguatkan stok pemerintah," kata Tri.

Apalagi melihat kondisi cuaca yang hingga saat ini belum juga menunjukkan curah hujan yang baik untuk musim tanam padi.

"Kita lihat sekarang hujan sudah datang belum? Bulan-bulan ini sudah harus tanam belum?" imbuh dia.

Dengan kondisi cuaca ini, menurut Tri justru stok beras eks-impor itu malah mengamankan CBP.

"Dengan stok sebesar ini buat kita tenang saja, karena ada potensi tanam dan panen mundur. Kalau kemarin hujan di bulan Agustus mungkin Januari sudah panen. Sekarang belum hujan kan? Liat saja Pantura masih kering, jadi belum. Bayangkan kalau bulan Desember baru tanam, panennya mundur," pungkas Tri.

Jadi apa penyebab 20.000 ton beras mau busuk?

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi membeberkan penyebab dari macetnya penyaluran beras tersebut yang membuat beras lama tersimpan dan terancam busuk.

Pertama, salah satu lokasi gudang Bulog di suatu daerah terkena banjir. Bencana itu turut merusak kualitas beras itu.

"Banyak faktor, ada di satu daerah yang kena banjir, itu berpengaruh," tutur Tri di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2019).

Kedua, pengalihan program bantuan sosial (bansos) dari beras sejahtera (rastra) ke Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

"Tadi pengalihan dari rastra ke BPNT itu pengaruh juga. Kan dari 2,3 juta ton (penyaluran untuk bansos), sekarang jadi 300 ribu ton, kan banyak. Dan beras itu kan barang mudah rusak. Coba taruh beras di rumah sebulan rusak tidak? Rusak lah. Apalagi BPNT dari 2017 untuk 45 kota, itu kan pengaruh ya, di antaranya," jelas Tri.

Ketiga, jarangnya rapat koordinasi terbatas yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak pergantian menteri baru, sehingga sampai saat ini Bulog belum menerima arahan dalam menyalurkan CBP.

"Belum (ada penugasan lagi), tanya Pak Menteri yang baru saja," ujar dia.

Meski begitu, Tri mengatakan bahwa pihaknya akan terus berjuang dalam segmen komersial perusahaannya. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menyeimbangkan kinerja keuangan perusahaan yang juga harus menjalankan segmen penugasan atau public service obligation (PSO).

"Tapi kita nggak berkecil hati, kita tetap jual komersial. Makanya tadi Pak Buwas menegaskan 2020 kita menguatkan komersial," tutup Tri Wahyudi.


Simak Video "Video Wamentan soal Beras Bulog Berkutu: Bisa Jadi Pakan Ternak"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads