Di UU 'Sapu Jagat' Pengusaha Bandel Tidak Dipidana, Tapi..

Di UU 'Sapu Jagat' Pengusaha Bandel Tidak Dipidana, Tapi..

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 19 Des 2019 08:18 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Undang-undang (UU) sapu jagat atau omnibus law bakal memuat sejumlah terobosan pemerintah untuk mendorong investasi. Payung hukum ini juga bakal mengubah ketentuan hukum bagi pelaku usaha.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, dalam omnibus law ada perubahan basis hukum. Jika dalam UU biasanya basis hukumnya berkaitan aspek pidana, maka dalam UU sapu jagat basis hukum berupa administratif.

"Terkait iklim berusaha, selama ini dicampur kebetulan temen-temen Pak Dito di DPR paling seneng kalau memenjarakan orang. Jadi berbagai undang-undang pasti pasal sanksi dan pidana, nah pidananya paling seneng berapa tahun di penjara," katanya di Kantor Kadin Indonesia, Jakarta, Rabu (18/12/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita melihat untuk berusaha, basis hukumnya kita ubah bukan krominolog tapi administratif. Kita sudah melakukan pasar modal, perbankan dan lain-lain," tambahnya.

Artinya, kata Airlangga, jika ada pelanggaran maka sanksi yang diberikan berupa denda. Namun, jika pengusaha masih membandel maka akan dicabut izin usahanya.

"Jadi kalau ada pelanggaran itu sistemnya denda. Kalau pengusaha masih bandel kita cabut saja," ujarnya.

Dengan begitu, maka kasus pengusaha yang diberi label 'police line' akan berkurang. Menurutnya, UU sapu jagat akan menambah kepastian berusaha.

"Sehingga kasus-kasus pengusaha diberi police line dikurangi itu menambah kepastian berusaha," ujarnya.

Jadi apa terobosan di UU ini?

Khusus perizinan, Airlangga melanjutkan, dalam omnibus law tidak lagi berbasis izin. Melainkan, kata dia, perizinan berbasis pada risiko.

"Perizinan itu yang kunci bukan berbasis izin lagi tapi berbasis risk base," katanya.

Dia mengatakan, karena basisnya risiko maka usaha kecil menengah (UKM) tak lagi membutuhkan izin. Dia menyebut, dalam omnibus law hanya dibutuhkan KTP untuk saat berusaha.

"Karena kita melihat risiko berbisnis maka untuk usaha kecil dan menengah, kita sudah tidak membutuhkan perizinan untuk usaha kecil menengah. Mereka langsung berusaha saja, tapi mereka harus punya minimal KTP lah, nomor induk kependudukan supaya kita bisa men-trace data," jelasnya.

"Sehingga bagi usaha kecil menegah cukup dengan pendaftaran, pendaftaran itu berlaku sebagai izin edar dan sertifikasi halal. Kalau mereka berusaha membuat keripik ya sudah mereka langsung bisa menjual tanpa ada hambatan apa-apa," sambungnya.

Bisa pangkas BPHTB untuk DIRE?

Airlangga Hartarto mengatakan, instrumen investasi yang berkaitan dengan properti yakni Real Estate Investment Trust (REITs) atau Dana Investasi Real Estate (DIRE) kurang berkembang karena kaitannya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB sendiri merupakan pemasukan daerah di mana dipatok 5%.

"Kemarin kita punya REITs atau DIRE, tapi DIRE nggak bisa jalan karena urusannya BPHTB. BPHTB menjadi bagian pendapatan daerah sehingga daerah tidak mau yang BPHTB 5% turun," ujarnya.

Maka dari itu, Airlangga mengatakan, dalam Undang-undang 'sapu jagat' atau omnibus law, pemerintah memasukkan ketentuan yang bisa membatalkan aturan daerah. Bahkan, kata dia, pemerintah bisa menentukan tarif dan retribusi daerah.

Lanjut Airlangga, dengan omnibus law maka BPHTB bisa dipangkas sampai 1% untuk DIRE.

"Oleh karena itu dalam omnibus perpajakan akan dimasukkan bahwa pemerintah pusat bisa membatalkan Perda bahkan menentukan tarif dan retribusi untuk daerah termasuk BPHTB khusus untuk DIRE bisa kita tentukan 1%," paparnya.

Airlangga mengatakan, omnibus law akan membuka aturan-aturan yang mengunci investasi.

"Kunci-kunci ini dibuka omnibus law baik perizinan maupun perpajakan," tutupnya.



Simak Video "Video: Nego Tarif Trump, Indonesia Bakal Impor Produk AS Senilai Rp 547 T"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads