"Di mana di kavling tersebut nanti ditanam 5 pohon kurma dengan perawatan sampai berbuah oleh Kampoeng Kurma dan fasilitas seperti masjid, pesantren, pacuan kuda, dan fasilitas lain yang menunjang kawasan yang Islami," ujarnya kepada detikcom, Senin (11/11).
Kemudian pada awal Januari 2019, perusahaan mengumpulkan para investor dan memberitahukan bahwa akan ada investor dari Malaysia yang mau mengakuisisi proyek Kampoeng Kurma.
Perusahaan pun menjanjikan bagi investor yang ingin menarik dananya akan diberikan full ditambah 20% dari dana tersebut. Saat itu ada sekitar 50% pembeli kavling yang ingin refund, tapi kenyataannya tidak ada yang diproses.
Beberapa investor tetap bertahan tidak menarik dananya termasuk Irvan yang peraya Kampoeng Kurma memiliki prosepek menjanjikan. Namun pada pertengahan tahun ini dia penasaran menanyakan progresnya.
Irvan dan investor lainnya pun harus menelan ludah. Ternyata kavling yang sudah dibeli belum ada proses legalitasnya seperti akta jual beli (AJB). Perusahaan beralasan belum mengurus AJB lantaran belum memiliki dana.
Ternyata kavling yang dibeli juga bodong, mereka juga tidak menemukan pohon kurma yang ditanam. Sebab dananya pun tidak ada. Irvan pun baru menyadari bahwa Kampoeng Kurma masuk dalam daftar investasi ilegal yang didata oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).