Nasib Kerja Sama Indonesia dengan Inggris Usai Brexit

Nasib Kerja Sama Indonesia dengan Inggris Usai Brexit

Danang Sugianto - detikFinance
Sabtu, 01 Feb 2020 11:30 WIB
Inggris dan Uni Eropa Capai Kesepakatan Awal Proses Brexit
Foto: DW (News)
Jakarta -

Inggris Raya telah resmi keluar dari Uni Eropa tepat pada Jumat pukul 23.00 waktu setempat atau pukul 06.00 WIB hari ini. Itu artinya Inggris tak lagi membuka kerja sama termasuk urusan perdagangan via Uni Eropa.

Keputusan ini merupakan hasil dari pemungutan suara yang dilakukan rakyat Inggris sejak tiga tahun yang lalu. Pihak Inggris pun yakin telah mengambil keputusan yang tepat.

Lalu bagaimana proyeksi hubungan Inggris dengan Indonesia selanjutnya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Duta besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins mengatakan, dengan adanya Brexit akan menciptakan peluang baru bagi Indonesia untuk menjalin hubungan langsung dengan Inggris Raya. Dari pihaknya, dia menerangkan bahwa terbukti Kedutaan Besar Inggris di Indonesia memperluas jangkauannya.

"Brexit ini bahkan akan menciptakan sebuah peluang bagi Indonesia. Hubungan kerjasama kami semakin kuat, kedutaan kami telah melakukan ekspansi besar-besaran semenjak referendum Juni 2016 kedutaan Inggris hanya memiliki 110 staf, sekarang kami sudah memiliki 152 staf, dan kami juga sudah membuka kantor di luar Jakarta. Karena kami yakin bahwa masih ada potensi-potensi di luar Jakarta, di provinsi-provinsi besar lainnya, kami harus menjajaki kerjasama dengan mereka," tuturnya di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Jumat (31/1/2020).

ADVERTISEMENT

Jenkins menerangkan selama ini Indonesia dan Inggris sudah menjalin kerja sama dalam skema WTO. Dia memastikan bahwa adanya Brexit tidak mengubah persyaratan kerjasama perdagangan antar negara yang sudah terjalin selama ini.

Namun Inggris memerlukan waktu untuk mengatur ulang kebijakan hubungan kerja sama. Waktunya diberikan selama 11 bulan, itu artinya kebijakan Uni Eropa bagi Inggris masih berlaku selama 11 bulan ke depan.

"Pada November tahun lalu, Komisioner Perdagangan kami Natalie Black, itu menandatangani joint in trade review dengan Bapak Enggar dan ini kami tanda tangani untuk mengidentifikasi peluang-peluang kerjasama di masa depan post Brexit," tuturnya.

Jenkins melanjutkan, Inggris dan Indonesia juga sudah menjalin perjanjian kerjasama terkait kayu legal yang mirip dengan kerjasama Uni Eropa. Kerjasama itu bernama Persetujuan Forest Law Enforcement, Governance and Trade in Timber Products- Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA).

"Kami menandatangani perjanjian yang hampir mirip dengan perjanjian yang ditandatangani oleh Uni Eropa dalam hal kayu legal. Jadi ini untuk menjamin keberlangsungan kayu-kayu legal Indonesia yang bisa dengan mudah mengakses pasar Inggris," tuturnya.

Dia juga menekankan, setelah keluar dari Uni Eropa, Inggris akan bergerilya untuk menjalin hubungan kerja sama perdagangan dengan negara lain. Dia berharap salah satunya adalah Indonesia.

"Saya berharap bahwa Indonesia akan mengambil keuntungan dari itu, kami ingin lebih banyak siswa Indonesia datang dan memanfaatkan universitas kelas dunia. Kami ingin memperkuat perdagangan dan investasi kami, serta kerja sama politik dan lainnya dengan Indonesia. Dan kami pikir semua potensi itu ada di sana. Dan kami berharap dapat memanfaatkannya," tegasnya.

Dari sisi ekonomi, menurut Jenkins negaranya sangat yakin bisa mendapatkan dampak yang positif. Sebab pihaknya merasa Inggris merupakan tujuan investasi nomer satu di Eropa, terutama dari sisi teknologi.

"Inggris adalah tujuan nomor 1 untuk investasi di Eropa. Tingkat investasi ke sektor teknologi kami saat ini lebih baik dari pada negara adidaya teknologi seperti AS dan China," tuturnya.

Jenkins juga menekankan, bukti kemajuan bisnis teknologi terlihat dari jumlah startup teknologi yang sangat besar. Dia mengklaim jumlah startup di kota London paling banyak dari kota-kota lainnya di dunia.

"Tolong dicatat, London memiliki lebih banyak perusahaan startup teknologi dari pada kota-kota lainnya. Jadi kami yakin kemampuan kami untuk mengambil posisi baru kami sebagai negara yang mandiri di dunia," tuturnya.

Menurut data Startup Ranking, jumlah startup di Inggris mencapai 5.183 perusahaan. Inggris menjadi negara ketiga dengan jumlah startul terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat dan China.

Jenkins juga menekankan, setelah Brexit negaranya akan semakin ambisius dalam memperluas kerjasama perdagangan global. Britania Raya akan fokus membangun jalinan kerjasama perdagangan baru dengan negara-negara yang lain.

"Kami yakin bahwa Inggris bisa menjangkau dunia, kami adalah negara yang ambisius dengan ide-ide besar. Dipicu dengan ambisi baru dan bertekad untuk identifikasi serta mendapatkan peluang-peluang kerjasama yang baru," tambahnya.

Dia juga menekankan bahwa negaranya tetap memiliki daya tarik yang tinggi. Baik dari sisi budaya hingga pariwisata.

"Sebagai negara kami akan baik-baik saja, dari keindahan Loch Ness hingga misteri stonehenge. Inggris memiliki beberapa landmark atau merek terkenal di dunia, seperti Big Band, London eye, London Camp. Dari kreatif industri kita juga melahirkan tokoh-tokoh seperti Shakespeare, Harry Potter, James Bond, The Beatles, Ed Sheeran dan masih banyak lagi," tuturnya.

"Lebih dari 1,75 miliar orang atau 1/4 dari populasi dunia itu berbicara Bahasa Inggris. Kami memiliki 4 dari 10 universitas terbaik di dunia. Menempati peringkat salah satu tempat terbaik untuk melakukan bisnis dan ekonomi terbesar ke-6 di dunia," tambah Jenkins.



Simak Video "Video: UE Serukan Deeskalasi Konflik Israel-Iran, Ungkit Bahaya Bom Nuklir"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads