DPR Sebut Jiwasraya Percantik Laporan Keuangan, BUMN Lain Bagaimana?

DPR Sebut Jiwasraya Percantik Laporan Keuangan, BUMN Lain Bagaimana?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 02 Feb 2020 15:00 WIB
Kantor Pusat Jiwasraya
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta - Anggota DPR Komisi VI Fraksi Demokrat Herman Khaeron bicara soal windows dressing alias praktik mempercantik laporan keuangan yang dilakukan pada Asuransi Jiwasraya. Dia menilai memang ada praktek windows dressing pada tahun 2016 dan 2017 di tubuh perusahaan.

"Kemudian saat ini dilakukan audit investigatif atas permintaan terhadap soal persoalan Jiwasraya muncul lah isu windows dressing. Kemudian kalau jadi windows dressing silakan BPK liat apakah ada," kata Herman dalam diskusi bertajuk 'SBY Bicara Jiwasraya, Baper', di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (2/2/2020).

"Kalau diskusi kami terjadi window dressing 2016 sampai 2017," ungkapnya.

Namun menurutnya banyak juga perusahaan pelat merah yang terlihat seperti melakukan windows dressing, PLN salah satu yang disebut oleh Herman. Tetapi, dia menegaskan perusahaan-perusahaan itu melakukan revaluasi alias perhitungan ulang aset sehingga aset terlihat naik jumlahnya.

"Tapi, ini hampir semua BUMN dalam 5 tahun terakhir banyak yang revaluasi aset di tahun 2015, 2016, 2017. Bahkan PLN juga. Semua aset dihitung kembali dan kemudian naik, maka ini menaikkan kepercayaan pada BUMN itu," kata Herman.

Kembali ke Jiwasraya, menurut Herman memang kalau dilihat dari laporan keuangan perusahaan, Jiwasraya mulai 'goyang' keuangannya pada 2018. Di tahun 2017 dia mengatakan bahwa Jiwasraya masih memiliki presentase risk based capital sebesar 123%, namun turun jauh hingga menjadi minus pada 2018.

"Pada Desember 2017 menurut laporan keuangannya, indikator utama sehatnya asuransi masih 123% risk based capitalnya. Tahun 2018 jadi minus 282% dan terus turun. Artinya kemampuan perusahaan beroperasi jatuh terlalu dalam," sebut Herman.

Sebelumnya, Kepala BPK Agung Firman Sampurna mengatakan Jiwasraya sudah bermasalah sejak 2006. Jiwasraya disebut memanipulasi laporan keuangan sejak 2006.

Meski mencatatkan laba, namun laba itu disebut semu karena adanya rekayasa akuntansi. Itulah alasan mengapa BPK lantas memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya.

Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp 5,7 triliun pada 2008 dan Rp 6,3 triliun pada 2009. Bukan cuma BPK yang menilai ada kejanggalan di Jiwasraya, Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyatakan ekuitas perseroan tercatat negatif Rp 3,29 triliun pada 2016.


(dna/dna)

Hide Ads