Bukan cuma di jalan tol, pelarangan truk ODOL juga dilakukan di pelabuhan penyeberangan. Mulai kapan?
Budi mengatakan bahwa mulai 1 Mei mendatang, pelarangan truk ODOL di pelabuhan akan berlaku. Budi mengatakan larangan diberlakukan di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk dan Merak-Bakauheni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu penyeberangan 1 Mei. Jadi kita berlakukan 1 Mei kendaraan odol di Ketapang-Gilimanuk, Merak-Bakauheni itu tidak boleh menyeberang," kata Budi.
Dia mengatakan selama ini pihaknya mendapatkan banyak laporan dari asosiasi kapal penyeberangan feri soal truk ODOL yang membuat pengusaha rugi. Dari laporan yang didapatkan truk obesitas menjadi penyebab kerusakan beberapa fasilitas kapal.
"Kami dikomplain oleh asosiasi penyeberangan feri baik Gapasdap maupun Insa. Karena truk odol menjadi penyebab kerusakan ram door kerusakan mobile bridge di jembatan penyeberangan yang ke kapal," ungkap Budi.
Dia melanjutkan, dengan beban besar dari truk obesitas pun disebut dapat mengancam keselamatan pelayaran dan penumpang kapal.
"Lalu ancam keselamatan penumpang kapal," kata Budi.
Sebetulnya, penggunaan truk obesitas bisa menimbulkan kerugian material, yang jumlahnya ditaksir triliunan rupiah. Kok bisa?
Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit, truk obesitas dinilai menimbulkan kerugian untuk pemeliharaan seluruh jalan secara nasional hingga Rp 43 triliun per tahun. Lebih spesifik, menurutnya kerugian yang disebabkan truk ODOL untuk pemeliharaan jalan tol mencapai Rp 1 triliun per tahun.
"Pak Dirjen menyampaikan, kerugian secara nasional Rp 43 triliun per tahun. Hitungan kita nggak sekonservatif itu. Di jalan tol angkanya bisa sekitar Rp 1 triliun setiap tahun," kata Danang ditemui di tempat yang sama.
Lebih lanjut Danang mengatakan kerugian yang disebabkan oleh truk ODOL setara dengan pendapatan badan usaha jalan tol selama satu bulan. Asumsinya, tahun 2019 selama setahun penuh pendapatan jalan tol mencapai Rp 12 triliun, bila dibagi 12 bulan maka perbulannya Rp 1 triliun.
"Padahal kita tahu data tahun lalu itu pendapatan tol Rp 12 triliunan. Dan kalau kerugian ODOL sekitar Rp 1 triliun, artinya kayak satu bulan nggak dapat pendapatan," jelas Danang.
Danang menjelaskan kerugian terjadi karena semakin seringnya frekuensi pemeliharaan jalan tol, yang biasanya BUJT melakukan pemeliharaan 5 tahun sekali menjadi 3 tahun sekali. Yang biasanya 2 tahun sekali menjadi setiap tahun.
"BUJT (yang merugi) kan tadinya mestinya pemeliharaan setiap 5 tahun, kemudian sekarang jadi 3 tahun. Kemudian yang 2 tahun jadi setiap tahun. Itu belanja pemeliharaan secara dini akan menjadi penghitungan kerugian sebenarnya," ungkap Danang.
(eds/eds)