Jakarta -
Berita terpopuler detikFinance Rabu (13/5/2020) Iuran BPJS Kesehatan kembali naik. Sebelumnya, Mahkamah Agung sudah membatalkan kenaikan Iuran BPJS Kesehatan yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan lewat Perpres nomor 64 Tahun 2020. Dalam Perpres tersebut, iuran kelas I dan II langsung naik, sedangkan untuk kelas III baru naik pada 2021.
Berikut ini rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan:Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, Tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu
Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta.
Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta.
Masalahnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini terjadi di tengah anjloknya daya beli gara-gara hantaman wabah Corona. Selain itu, berita yang juga terpopuler di detikFinance adalah ekonom Faisal Basri mengkritik undang-undang (UU) mineral dan batu bara (minerba) yang baru saja disahkan DPR.
Dalam kritiknya, Faisal menyinggung nama Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, dan pengusaha Aburizal Bakrie. Pengin tahu informasi selengkapnya? Baca 5 berita detikFinance terpopuler berikut ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui daya beli masyarakat mengalami penurunan. Tercermin dari bahan pokok yang mengalami deflasi 0,13% yang dapat diartikan permintaan atas bahan pangan turun.
Namun di hari yang sama Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I dan II yang mulai berlaku 1 Juli 2020. Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, kebijakan itu malah semakin membuat daya beli menurun.
"Sebagian dari kelompok menengah juga terkena PHK atau tidak bisa buka usaha sehingga mengalami penurunan income. Kenaikan iuran BPJS bagi mereka akan menambah beban artinya semakin ada penurunan daya beli," kata Piter kepada detikcom, Rabu (13/5/2020).
Menurut Piter, pemerintah menganggap jika golongan BPJS Kesehatan I dan II merupakan kelompok menengah yang tidak mengalami penurunan daya beli. Hal itu pun dirasa kurang tepat.
"Jadi pemerintah mengasumsikan kelompok menengah tidak mengalami penurunan daya beli, yang daya belinya turun hanya kelompok bawah. Jadi kebijakan pemerintah saya kira tidak tepat," ucapnya.
Baca selengkapnya di sini:
Akui Daya Beli Masyarakat Turun Kok Malah Naikkan BPJS, Pak Jokowi?Rancangan undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba (RUU Minerba) sudah menjadi UU.
Menanggapi hal tersebut ekonom Senior Faisal Basri mengaku heran dengan rencana pengesahan tersebut di tengah kondisi pandemi seperti ini.
"Ini elite pesta pora di tengah kondisi seperti ini. Mereka menyelamatkan bandar tambang batu bara dengan UU Minerba," kata Faisal dalam diskusi virtual ILUNI UI, Rabu (13/5/2020).
Dia menyebut rencana ini untuk menyelamatkan kontrak karya yang besar dan konsesinya segera berakhir. Sejumlah nama disebut olehnya.
"Ya itu yang diselamatkan dulu di sana ada Luhut, ada Aburizal Bakrie ada Erick Thohir, selamatkan dulu sampai batu bara habis. Omnibus Law ada tapi kan agak beku, jadi sekarang nekat diundangkanlah. Nggak tahu lagi moralnya di mana," imbuh dia.
Baca selengkapnya di sini: Faisal Basri Singgung Luhut hingga Erick Thohir soal UU Minerba
Pemerintah memberikan pengecualian boleh ke luar kota untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) alias pegawai negeri sipil (PNS) dalam rangka perjalanan dinas, bukan untuk mudik.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan kebijakan tersebut bisa saja disalahgunakan ASN untuk mudik. Lebih parahnya lagi, kemungkinan surat tugas yang diwajibkan menjadi syarat bisa ke luar kota hanya 'kamuflase' agar PNS bisa mudik.
"Bisa dua-duanya. Keahlian ASN kan memang mengakali. Sudah pasti digitukan," kata Agus kepada detikcom, Rabu (13/5/2020).
Untuk itu, kebijakan tersebut harus betul-betul diawasi secara ketat. Jika ada kongkalikong antara atasan hingga bawahan, maka harus ditindak tegas.
"Atasannya harus diawasi, kalau (terbukti kongkalikong) atasannya harus ikut ditindak," ucapnya.
Kebijakan ASN boleh ke luar kota tertuang dalam SE Menteri PANRB No.
Baca selengkapnya di sini: Surat Tugas Jadi 'Kamuflase' PNS untuk Mudik?
Pemerintah memberikan pengecualian boleh ke luar kota untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) alias pegawai negeri sipil (PNS) dalam rangka perjalanan dinas, bukan untuk mudik.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan kebijakan tersebut bisa saja disalahgunakan ASN untuk mudik. Lebih parahnya lagi, kemungkinan surat tugas yang diwajibkan menjadi syarat bisa ke luar kota hanya 'kamuflase' agar PNS bisa mudik.
"Bisa dua-duanya. Keahlian ASN kan memang mengakali. Sudah pasti digitukan," kata Agus kepada detikcom, Rabu (13/5/2020).
Untuk itu, kebijakan tersebut harus betul-betul diawasi secara ketat. Jika ada kongkalikong antara atasan hingga bawahan, maka harus ditindak tegas.
"Atasannya harus diawasi, kalau (terbukti kongkalikong) atasannya harus ikut ditindak," ucapnya.
Kebijakan ASN boleh ke luar kota tertuang dalam SE Menteri PANRB No.
Baca selengkapnya di sini: PNS Dilarang Mudik, Tapi Boleh Pergi ke Luar Kota
Jumlah korban PHK dan pegawai yang dirumahkan imbas ganasnya pandemi COVID-19 terus bertambah. Salah satu sektor industri yang paling terdampak adalah tekstil dan produk tekstil (TPT).
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil menjelaskan data terakhir per awal Mei, buruh yang di-PHK dan dirumahkan hampir menyentuh 2 juta orang.
"Data terakhir per 1 Mei jumlahnya 1,9 juta, hampir 2 juta," kata dia saat dihubungi detikcom, Rabu (13/5/2020).
Dia menjelaskan angka tersebut adalah total antara pekerja yang di-PHK dan dirumahkan. Pihaknya tidak memiliki rincian masing-masing yang di-PHK maupun dirumahkan.
"Ya itu gabungan antara yang dirumahkan dan yang di-PHK," sebutnya.
Baca selengkapnya di sini: Hampir 2 Juta Buruh Tekstil Dirumahkan dan Kena PHK
Halaman Selanjutnya
Halaman