Kemilau Emas, Bibit Kerajaan Bisnis Sinar Mas Grup

Kemilau Emas, Bibit Kerajaan Bisnis Sinar Mas Grup

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 09 Agu 2020 20:07 WIB
Sinar Mas menyerahkan bantuan kepada unit Resimen Mahasiswa (Menwa) UGM, Yogyakarta. Bantuan yang diberikan berupa 1 unit kendaraan operasional.
Foto: Dok. Sinar Mas
Jakarta -

Sinar Mas Group adalah kerajaan bisnis yang didirikan oleh Eka Tjipta Widjaja. Kerajaan bisnis ini juga yang memberikan predikat kepada Eka sebagai konglomerat Indonesia.

Ibarat sebuah bangunan, Eka membangun kerajaan bisnisnya dengan fondasi yang sangat kuat. Bahannya terdiri dari sederet pengalaman dan kegagalan.

Melansir Historia, Sinar Mas sendiri lahir di Surabaya pada 1962. Saat itu Eka mendirikan perusahaan pertamanya dengan nama CV Sinar Mas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

CV Sinar Mas lahir di masa yang sulit. Pada tahun 1960-an merupakan masa krisis ekonomi. Hiperinflasi terus terjadi. Pada 1961 saja inflasi terjadi hingga 156%.

Laju inflasi juga membuat nilai uang saat itu naik turun tak karuan. Eka pun berpikir bagaimana menyelamatkan modal perusahaannya dari gerusan inflasi.

ADVERTISEMENT

Akhirnya dia memilih untuk menyimpannya dalam bentuk emas batangan. Keuntungan dari perusahaannya selalu dia belikan emas batangan.

"Karena emas selalu bertahan nilainya dan selalu bersinar," kata Eka. Ternyata asal-usul nama Sinar Mas berasal dari itu.

Tapi sebelum bibit Sinar Mas ia tanamkan di Surabaya, Eka lama sudah jatuh bangun berjuang menjadi usahawan di Makassar. Dia sudah menjalankan usaha sejak masih duduk di bangku SD.

Bagaimana cerita selanjutnya? Buka halaman selanjutnya.

Usahanya mulai dari berjualan dagangan ayahnya keliling kampung, jual biskuit untuk bayar guru hingga jual barang rongsokan.

Bisnisnya saat itu masih merambah tekstil dan kopra. Kedua bisnsi itu dia kembangkan hingga merambah ke Semarang dan Ujung Pandang, serta membuka kantor di Jakarta.

Barulah pada 1969 dia mendirikan pabrik minyak goreng Bimoli di Sulawesi Utara yang merupakan kepanjangan dari Bitung Manado Oil Limited.

Pendirian pabrik tersebut tidak lepas dari kebijakan ekonomi Orde Baru saat itu terkait Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri di berbagai bidang. Kebijakan itu memberikan insentif kepada dunia usaha termasuk libur bayar pajak.

Eka mendirikan pabrik Bimoli dengan modal Rp 800 juta yang dia ambil dari kantong pribadinya. Saat itu pabriknya bisa menggiling 120 ribu ton kopra per tahun. Seiring berjalannya waktu Bimoli terus berkembang menjadi perusahaan besar dan mampu mengekspor produknya.

Eka juga mulai merambah bisnis lain dengan menggandeng pihak dari negara lain untuk berbagai produk. Mulai dari tekstil, seng, hingga biskuit. Pada 1974 Eka juga mendirikan Tjiwi-Kimia di Mojokerto.

Bisnis Eka juga seakan mendapatkan vitamin ketika pemerintah mulai mengalihkan pertumbuhan ekonomi ke dua sektor yakni perkebunan dan perbankan. Eka beruntung memiliki bisnis di dua sektor tersebut, kebetulan dia juga sudah mengakuisisi Bank International Indonesia (BII).

Kisah Eka membangun kerajaan bisnisnya juga diceritakan oleh mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan lewat situsnya www.disway.id. Diceritakan sejak 1990-an awal Eka sudah menjadi orang terkaya kedua di Indonesia setelah Liem Sioe Liong (Salim Grup).

"Pabrik kertasnya terbesar di Asia. Bisnis Grup Sinar sudah merambah ke segala arah. Saya pernah ke Ningbo. Sudah ada Bank International Ningbo. Miliknya. Saya ke Suzhou. Sudah ada pabrik kertas sangat besar di sana. Saya ke Shanghai. Gedung pencakar langitnya sangat menonjol di pusat kota Shanghai," tulis Dahlan.

Kekayaannya yang begitu besar membuat Eka seakan kebal dari badai krisis ekonomi di 1998. Meskipun saat itu Sinar Mas memiliki utang sekitar Rp 110 triliun kepada lebih dari 60 bank yang tersebar di lebih dari 40 negara.

Utang yang begitu kompleks membuat para kreditur kesulitan meski sudah berunding. Mereka harus mencapai kesepakatan terkait pembagian hasil penagihannya. Sampai akhirnya utang itu dibekukan.

Setelah badai krisis berlalu, Sinar Mas kembali berjaya. Perusahaan beroperasi lagi dari hasil penjualan dan tidak harus memikirkan cicilan utang.

"Memang Sinar Mas sempat kehilangan Bank International Indonesia. Tapi Pak Eka benar: sudah terlalu besar untuk bisa bangkrut," tutup Dahlan.



Simak Video "Anak Bos Sinar Mas Bawa Bukti Baru ke Polri untuk Jerat Saudara Tirinya"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads