Korupsi Hambat Investasi, Pemerintah Harus Apa?

Korupsi Hambat Investasi, Pemerintah Harus Apa?

Trio Hamdani - detikFinance
Rabu, 09 Sep 2020 05:30 WIB
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jakarta -

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka-bukaan masalah korupsi yang bikin investor ogah menanamkan uangnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi yang masih tinggi, di mana Indonesia berada pada urutan 85 dari 180 negara.

Bahlil menjelaskan kondisi tersebut menyebabkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia kalah dari negara lain. ICOR adalah rasio efisiensi investasi. ICOR merupakan kebutuhan investasi terhadap peningkatan 1% produk domestik bruto (PDB).

Saat ini, ujar dia, ICOR Indonesia di angka 6,6 atau kalah dari Thailand yang ada di angka 4,4, Malaysia 4,5, Vietnam 4,6 dan Filipina 3,7. Oleh karena itu, celah-celah korupsi ini harus dihilangkan agar daya saing Indonesia dibandingkan negara lain bisa meningkat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya kan pengusaha ini mohon maaf ya, pengusaha ini kalau izinnya dikasih baik-baik tanpa harus pakai cara-cara yang tidak elok itu mereka lebih senang. Tetapi kalau izinnya ditahan-tahan, di kompromi-kompromikan ya terpaksa kita pengusaha itu pasti banyak caranya. Tapi saya pikir sudah harus kita hentikan cara-cara ini karena pasti akan membuat nilai ICOR kita juga yang tidak terlalu positif," kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Selasa (8/9/2020).

Menurutnya, Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi kunci untuk mencegah praktik korupsi tersebut. Sebab undang-undang ini akan membenahi aturan yang selama ini tumpang tindih dan menyebabkan korupsi merajalela.

ADVERTISEMENT

"Korupsi tinggi itu juga terkait dengan izin-izin yang ada di daerah, ini bukan rahasia umum untuk kita, investasi terhambat juga karena izin yang tumpang tindih. Arogansi ego sektoral beberapa kali saya sampaikan. Nah di dalam undang-undang ini sebenarnya izin-izin yang ada pada daerah dan kementerian/lembaga itu semua ditarik dulu ke Presiden," paparnya.

Dia mencontohkan, saat ini yang berhak mengeluarkan izin lokasi adalah kepala daerah dan tidak ada jangka waktunya. Sementara dengan undang-undang Omnibus Law, daerah tetap boleh mengeluarkan izin lokasi tetapi Presiden bisa memberi batas waktu. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak bisa diselesaikan maka akan ditarik ke pusat.

Pemerintah pun menargetkan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia naik signifikan. Baca di halaman selanjutnya.

Bahlil menjelaskan kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) dipatok naik ke peringkat 60 tahun ini. Sebelumnya Indonesia menduduki peringkat 73.

"Untuk tahun ini Insyaallah kita akan perkirakan di urutan sekitar 60," kata dia.

Sementara perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada BKPM, EoDB Indonesia pada 3 tahun ke depan berada di peringkat 40.

Bahlil menjelaskan bahwa sebelum Jokowi menjadi presiden, EoDB Indonesia pada 2014 peringkat 120. Kemudian seiring waktu naik ke peringkat 73. Tapi dalam dua tahun tidak ada perubahan, yakni tetap berada di posisi tersebut.

"Setelah kita mengkaji, kenapa stuck? Karena memang aturan-aturan di kementerian yang dijadikan sebagai rujukan oleh Bank Dunia itu kita belum melakukan reformasi, yang tadi saya katakan bahwa terjadi ego sektoral," sebutnya.

Salah satu upaya untuk membuat Indonesia naik peringkat maka hal-hal yang berkaitan dengan kemudahan berusaha harus dibenahi. Bahlil meyakini RUU Omnibus Law Cipta Kerja bisa menjadi solusi.

"Kuncinya hanya satu, harus ada perubahan regulasi secara besar-besaran. Reform ini harus dilakukan. Vietnam seperti sekarang dia melakukan reformasi sekitar 2008-2009. Hasilnya sekarang baru didapatkan. Maka BKPM sebagai institusi negara yang ditugaskan secara konstitusi untuk mengurus investasi berpendapat bahwa solusi daripada soal ini harus Undang-undang Omnibus Law segera disahkan," tambahnya.



Simak Video "Mantap! Realisasi Investasi RI Semester I Capai Rp 829 T"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads