Petani padi di beberapa wilayah Kabupaten Klaten kebingungan mencari pupuk urea bersubsidi. Pupuk langka sejak beberapa pekan terakhir dan yang ada tinggal non subsidi dengan harga berlipat.
" Di tingkat kelompok tani kosong. Yang di penyalur ada tapi tinggal urea non subsidi harganya sudah mahal," ungkap Fajar, petani di Desa Tempursari, Kecamatan Ngawen pada detikcom, Rabu (16/9/2020) pagi.
Menurut Fajar, harga urea non subsidi tinggi sebab tergantung toko. Harga yang subsidi hanya Rp 95.000 yang tidak bersubsidi bisa Rp 160.000- Rp 240.000 per zak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harga non subsidi tergantung kios tani. Sudah ada yang menjual Rp 240.000 per zak, sedang SP dan Phonska juga ikut hilang," lanjut Fajar.
Saat ditanyakan ke kelompok tani, jelas Fajar, informasinya kuota sudah menipis. Ditambah lagi mulai bulan ini menebus pupuk harus menggunakan kartu tani.
Menurut Fajar kartu dari awal belum dipakai sebab saat dibuat pertama pupuk masih mudah dan membeli pupuk tidak harus pakai kartu tani, cuma sekarang harus. Masalahnya, kata Fajar, saat mau digunakan sudah terblokir.
Saat diurus, imbuh Fajar, tidak bisa dengan alasan yang bisa membuka blokir hanya kantor bank di pusat. Petani makin susah sebab harga jual beras juga tidak naik.
"Harga panen kalau jadi beras cuma Rp 8.500 per kilogram. Saat mau cari pupuk sulit, saat panen harganya tidak naik," pungkas Fajar.
Jarwanto, petani warga Desa Kahuman, Kecamatan Polanharjo mengatakan petani kerepotan pupuk tidak hanya soal kuota sudah tipis. Tapi karena sebagian tidak punya kartu.
"Sebagian tidak punya kartu, sebab dulu tidak pakai kartu tidak masalah. Sekarang aturan baru harus pakai kartu," jelas Jarwanto pada detikcom di sawahnya.
Jarwanto mengatakan ketentuan pemakaian kartu tani mendadak saat petani butuh pupuk dan kuota sudah habis. Mestinya tidak pakai kartu dulu saat ini sebab di akhir tahun dan padi usia di atas satu bulan.
" Kartu kan seperti ATM, kalau kuotanya sudah diambil habis mau ambil lagi tidak bisa. Padahal membeli tanpa kartu tidak boleh," ungkap Jarwanto.
Menurut Jarwanto, sebaiknya kebijakan kartu tani dihapus dan boleh membeli tanpa kartu. Kekhawatiran penyimpangan pupuk oleh petani tidak masuk akal.
" Mestinya kaya dulu tidak perlu pakai kartu. Penyimpangan pupuk bukan pada petani tapi pada para pemilik modal dan petani tidak pernah menimbun," lanjut Jarwanto.
Soal anjuran dengan pupuk organik, imbuh Jarwanto sebenarnya bagus. Tapi sangat sulit diterapkan saat ini.
" Pupuk organik untuk campuran bisa jadi. Tapi untuk menggantikan urea tidak mungkin karena petani saat ini lebih banyak petani penggarap yang berhitung waktu dan biaya," pungkas Jarwanto.
Langsung klik halaman berikutnya.
Simak Video "Pupuk Bersubsidi Bisa Ditebus Mulai 1 Januari 2025, Petani Bisa Diwakilkan!"
[Gambas:Video 20detik]