Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, deflasi yang terjadi selama periode Juli-Agustus-September menandakan daya beli masyarakat Indonesia sangat lemah.
"Karena terjadi deflasi berturut-turut, artinya triwulan III daya beli masih sangat rendah," kata Suhariyanto dalam video conference, Jakarta, Kamis (1/10/2020).
Berdasarkan catatan BPS, deflasi pada bulan Juli tercatat sebesar 0,10%, pada bulan Agustus deflasi sebesar 0,05%, sementara pada September deflasi 0,05%.
Baca juga: RI Sudah Deflasi 3 Bulan Berturut-turut |
Dia menjelaskan, deflasi yang terjadi di September 2020 dikarenakan penurunan harga daging ayam ras, telur ayam ras, bawang, dan beberapa jenis sayuran seperti tomat dan cabai rawit. "Di satu sisi pasokan ada, tapi daya beli kita rendah," jelasnya.
Deflasi yang terjadi berturut-turut juga pernah terjadi pada tahun 1999. Pada saat itu, deflasi terjadi selama tujuh bulan berturut-turut dari Maret hingga September.
Pria yang akrab disapa Kecuk ini mengungkapkan, pelemahan daya beli masyarakat Indonesia juga terlihat dari inflasi inti yang hanya 1,89% di September 2020. Bahkan, inflasi inti di September menjadi yang paling rendah sepanjang BPS bersama Bank Indonesia melakukan perhitungan pada tahun 2004.
"Jadi yang diwaspadai adalah inflasi inti terus menurun sejak Maret, tadi inflasi intinya 1,86% itu rendah, menunjukan daya beli kita masih sangat-sangat lemah," ungkapnya.
(hek/fdl)