Biasanya sebelum COVID, ujar Fitriyadi, setiap kota besar Yogyakarta, Solo dan Jakarta minta dikirim 60 lembar kain. Kini setelah sepi barang hanya ditumpuk.
"Barang saya stok di rumah nanti kalau situasi membaik tinggal jual. Mau menghentikan produksi total kasihan tenaga kerjanya ada lima orang di rumah dan 30 orang di luar," terang Fitriyadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kades Paseban Eko Tri Raharjo, mengatakan batik tulis sangat terdampak Corona. Hampir semua perajin tidak berproduksi.
"Di desa saya sekitar lima perajin besar tapi memberdayakan para perajin kecil. Tapi ini masih belum berproduksi lagi," jelas Eko pada detikcom di kantornya.
Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Pemkab Klaten, Bambang Sigit Sinugroho mengatakan Dinas tidak bisa berbuat banyak. Sebab serapan produk UKM tergantung daya beli masyarakat.
" Pengguna itu kan masyarakat, kalau masyarakat daya beli turun karena buat makan saja susah ya UKM sulit. Sekalipun mampu produksi kalau tidak terserap sama saja," jelas Bambang Sigit pada detikcom di ponselnya.
Dampak COVID, ucap Bambang Sigit Sinugroho, memukul seluruh UKM di Klaten yang jumlahnya 50.000 perajin. Hanya beberapa yang bisa memanfaatkan celah inovasi.
" Ada yang bisa memanfaatkan celah, misalnya membuat masker. Tapi itu pun tidak banyak sehingga kuncinya adalah pemerintah meningkatkan daya beli dulu," kata Bambang Sigit.
Tonton video 'Hari Batik Nasional, Solo Luncurkan Destinasi Wisata Batik':
(hns/hns)