Sejak kemarin, kalangan buruh melakukan mogok kerja nasional. Hal itu dilakukan sebagai penolakan atas disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan aksi menolak Omnibus Law tidak cuma lewat mogok kerja nasional saja. Pihaknya mengatakan masih akan ada aksi bergelombang yang lebih besar.
"Ini tetap akan ada aksi bergelombang lagi setelah aksi mogok kerja nasional. Pokoknya aksi secara konstitusional, dan tidak melanggar protokol COVID-19," ujar Said kepada detikcom, Selasa (6/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi dilakukan untuk memberikan tekanan ke pemerintah untuk bisa membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan lewat Rapat Paripurna DPR RI.
Dia menilai UU tersebut memberikan masa depan suram bagi buruh dengan perlindungan kerja yang makin minim.
"Kami mau berikan tekanan, karena UU ini menekan kami secara struktural. Dengan UU ini masa depan suram, tak ada perlindungan yang minimal," kata Said.
Said mengatakan aksi mogok kerja nasional akan diikuti oleh 2 juta buruh. Mereka berasal dari berbagai perusahaan yang tersebar di 25 provinsi dari hampir 10 ribu perusahaan berbagai sektor industri di Indonesia.
"KSPI dan buruh Indonesia beserta 32 federasi serikat buruh lainnya menyatakan menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan akan mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020. Mogok Nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh," kata Said.
Sebagai aksi mogok nasional, buruh yang tersebar di daerah akan setop produksi dari jam 06.00-18.00 WIB di lingkungan pabrik masing-masing.
"Sekitar 2 juta buruh setop produksi dari jam 06.00-18.00 WIB di lingkungan pabrik masing masing sesuai UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," ujar Said
Bila aksi tak juga digubris, Said menyebutkan buruh akan beralih ke jalur hukum. Apa yang akan dilakukan?