Pelaku Koperasi Buka Suara soal Omnibus Law Cipta Kerja

Pelaku Koperasi Buka Suara soal Omnibus Law Cipta Kerja

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 13 Okt 2020 16:40 WIB
Omnibus Law Cipta Kerja
Foto: Omnibus Law Cipta Kerja (Tim Infografis Fuad Hasim)
Jakarta -

Meski banyak masyarakat yang menolak Omnibus Law Cipta Kerja, ternyata tidak sedikit yang menilai UU Cipta Kerja sangat positif untuk memberi peluang bagi ekonomi kerakyatan, terutama koperasi dan UMKM.

Ketua Umum Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI), Frans Meroga Panggabean mengatakan menilai UU Cipta Kerja ini dirancang agar menjadi jawaban atas hambatan dalam membuka usaha. Dia mengatakan UU ini mengatur banyak kemudahan baik dari aspek perizinan, akses pasar, dan kemitraan.

Frans mengingatkan bahwa niatan Omnibus Law Cipta Kerja dibuat untuk membuka kesempatan kerja sebagai konsekuensi demografi yang mayoritas akan diisi generasi muda. Jumlahnya mencapai 40% atau 100 juta orang yang akan ada pada 10 tahun ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkhusus dalam aturan untuk Koperasi dan UMKM, Frans mengampresiasi kepada pemerintah dan DPR atas disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Kami melihat disini substansi pasal yang mengatur, terlihat jelas sangat berpihak dan memberi prioritas, juga memperluas kesempatan kepada ekonomi kerakyatan terutama koperasi dan UMKM," ujar Frans.

ADVERTISEMENT

Dalam UU Cipta Kerja, AMKI mengungkap bahwa kata koperasi diulang sebanyak 114 kali dan UMKM sebanyak 126 kali. AMKI juga menemukan ada 5 hal baru yang dinilai positif dalam menangani masalah utama koperasi dan UMKM. Hal itu tertuang pada klaster Koperasi dan UMKM Bab V UU Cipta Kerja.

Pertama, dalam pasal 86 yang mengatur perubahan beberapa ketentuan dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang. Perkoperasian dengan perubahan Koperasi Primer dapat dibentuk paling sedikit oleh sembilan orang. Lalu berikutnya Koperasi Sekunder dapat dibentuk oleh paling sedikit tiga Koperasi. Kedua hal ini jelas mendorong semakin banyak terbentuknya koperasi yang akan berperan dalam banyak aspek.

Kedua, halaman 470 yang mengubah ketentuan Pasal 43 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sehingga berbunyi "Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi dalam rangka menarik masyarakat menjadi anggota Koperasi."

Lanjut ke halaman berikutnya

Menurut Frans perubahan ini menjadi angin segar bagi pelaku koperasi karena tidak akan ada lagi penghambat untuk ekspansi dengan strategi modern, seperti digitalisasi, tenaga pemasar profesional, dan iklan meluas.

"Selama ini ada keterpasungan kami untuk melakukan ekspansi yang agresif karena takut selalu dituduh melakukan praktek bank gelap," ujar Frans.

Ketiga, pada pasal 90 yang mengatur tentang usaha besar dan BUMN wajib berhubungan dengan koperasi dan UMKM dalam sebuah kemitraan yang strategis. Pasal itu menurut AMKI terlihat jelas ketegasan pemerintah untuk mengatur bagaimana peran masing-masing pelaku usaha agar dapat terbentuk ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif, saling menguatkan dan mendukung.

Frans menambahkan sebab disini dikaitkan wajib melakukan kemitraan saling mendukung, saling melengkapi, menguatkan, dan melindungi. Hal inilah juga bentuk kongkrit sebagai turunan dari UU No. 25 tahun 1992, tentang perkoperasian pasal 63.

Keempat, dalam pasal 97 dikatakan bahwa "Pemerintah wajib mengalokasikan paling sedikit 40% produk dan jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Kelima, pasal 53A ayat 2 yang berbunyi "Pengusahaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, Tempat Istirahat dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan lahan pada Jalan Tol paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total luas lahan area komersial untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, baik untuk Jalan Tol yang telah beroprasi maupun untuk Jalan Tol yang masih dalam tahap perencanaan dan konstruksi."

"Ini sangat bagus, dan merupakan ketegasan pemerintah, untuk memberikan peluang bagi UMKM dan koperasi menjual makanan khas daerah ataupun mengenalkan produk lokal di Rest Area di jalan tol" ujar Frans.

Berikutnya pasal 3 ayat 2 AMKI melihat jelas bahwa pola ini kemitraan bukan sewa, yang mungkin nantinya dalam bentuk bagi hasil.

Lanjut ke halaman berikutnya

Terakhir, pada pasal 43 ayat 4 mengenai Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat. Selanjutnya pada ayat 5 mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

"Kami berharap pemerintah tetap dengan niat yang baik akan menciptakan sebuah perlakuan yang setara dan juga penciptaan sebuah ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif, apa yang kami suarakan selama ini tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi kami melihat seharusnya dapat segera diakomodir dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP)," ujar Frans.

"Kami optimis kita akan lari kencang dan melakukan terobosan yang besar serta menjadi momen perwujudan Visi Indonesia Maju 2030 dan Visi Indonesia Unggul 2045," tambah Frans.


Hide Ads