Orang-orang tajir di Indonesia ternyata tengah mengunci rapat uangnya di bank. Mereka ogah berbelanja. Pantas saja roda ekonomi masih lesu.
Ada ketidakseimbangan dalam data perbankan nasional saat ini. Jumlah dana pihak ketiga (DPK) di perbankan semakin menggunung, sementara pertumbuhan kredit sangat landai.
"Kalau dari data perbankan, ini kami baru mencoba lihat data per Agustus, itu kalau dilihat data penabung meningkat pesat. Kalau hitungan kami secara industri, DPK tahun ini bisa tumbuh di atas 8%, padahal kredit maksimal hanya 1,5%," kata Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan dalam Webinar Bincang APBN 2021 yang digelar BKF Kemenkeu, Selasa (13/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peningkatan DPK tersebut lantaran jumlah tabungan dari nasabah terus meningkat. Khususnya nasabah kalangan menengah ke atas.
Andry mencatat untuk tabungan di atas Rp 5 miliar saja hingga hari ini sudah naik menjadi Rp 373 triliun. Angka itu meningkat lebih dari 3 kali lipat dari tahun lalu
"Di Agustus saja penabung di atas Rp 5 miliar itu sudah naik Rp 373 triliun year to date. Jadi kalau dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu hanya Rp 115 triliun. Kalau dibandingkan full 2018 dan 2019 itu hanya Rp 130 dan Rp 162 triliun," tuturnya.
Menurut data Andry, penabung di atas Rp 5 miliar itu berasal dari kategori nasabah institusi dan individu. Bahkan untuk disepanjang Agustus saja jumlah penabung kategori itu meningkat Rp 149 triliun.
Meningkatnya tabungan para miliarder itu mengindikasikan bahwa masyarakat menengah ke atas saat ini lebih memilih untuk mengamankan uangnya. Mereka masih khawatir untuk membelanjakan uangnya.
Sementara jika kalangan masyarakat tajir enggan berbelanja, roda ekonomi sulit berputar. Ujungnya masyarakat di kalangan menengah ke bawah semakin terpuruk.
Selain itu, banyak juga perusahaan yang menjadi zombie. Baca di halaman berikutnya.