Pengusaha dan buruh berbeda pandangan soal keinginan besaran upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021. Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) sendiri mengusulkan untuk UMP 2021 minimal sama dengan 2020.
Khusus untuk perusahaan yang terdampak COVID-19, Depenas mengusulkan agar UMP bisa disesuaikan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan buruh. Jika sudah sesuai negosiasi bipartit, maka bisa saja UMP 2021 lebih rendah dari 2020.
"Upah minimum untuk perusahaan yang terdampak COVID dirundingkan secara bipartit. Kalau sudah sesuai bipartit bisa lebih rendah, bisa kurang, bisa tinggi karena disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Kalau sesuai perusahaan secara otomatis tentu berkurang gajinya," kata Wakil Ketua Depenas Adi Mahfudz kepada detikcom, Minggu (18/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adi yang juga sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengupahan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyebut hal itu dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk menaikkan upah minimum.
"Karena kondisi ekonomi yang saat ini memang tidak memungkinkan. Kita juga sesuaikan dengan kekuatan pengusaha itu sendiri karena kita sebetulnya saling tahu satu dengan yang lainnya," tuturnya.
Jika dipaksakan UMP 2021 naik di tengah pandemi, disebut akan semakin banyak pegawai yang dirumahkan hingga dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Sangat bahaya, yang kita tekankan justru dari pencari kerjanya. Pengangguran semakin banyak, PHK juga semakin banyak, begitu juga yang dirumahkan. Ini jangan sampai terjadi berlarut-larut, jadi kami merekomendasikan UMP di 2021 minimal sama dengan UMP di 2020," tuturnya.
Meski begitu, keputusan itu belum diketok final. Terkait UMP 2021 naik atau tidak, akan diputuskan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Apa kata buruh mendengar kemungkinan itu? Klik halaman selanjutnya.