Buntut dari pembunuhan seorang guru di Prancis karena karikatur Nabi Muhammad SAW menimbulkan gesekan baru dengan Turki. Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyatakan perang terhadap separatisme Islam membuat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan geram dan meminta warga Turki memboikot barang Prancis.
Sebenarnya seruan boikot produk asal Prancis bukan hanya di Turki tapi juga bergema di beberapa negara mayoritas muslim. Namun Turki seakan menabuh genderang perang terhadap Prancis.
Jika ketegangan ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin kedua negara ini terlibat perselisihan di bidang ekonomi. Jika itu terjadi siapa yang bakal menang?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip data Bank Dunia, jika dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), Prancis lebih besar. PDB pada 2019 tercatat sebesar US$ 2,7 triliun. Sedangkan PDB Turki di tahun yang sama US$ 754,4 miliar.
Namun Turki memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak. Di 2019 populasi Turki mencapai 83,42 juta sedangkan Prancis 67,05 juta.
Dari sisi pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita, Prancis juga jauh lebih tinggi. Pada 2019 GNI per kapita Prancis mencapai US$ 42.400, sedangkan Turki US$ 9.610.
Jika dilihat dari data itu, menurut klasifikasi Bank Dunia, Prancis masuk dalam negara kelompok pendapatan tinggi sedangkan Turki masih dalam kelompok negara pendapatan menengah.
Erdogan telah meminta Turki untuk berhenti membeli barang asal Prancis sebagai bentuk protes pernyataan Macron.
Mengutip dw.com seruan boikot ini disebut akan membuat gonjang-ganjing hubungan kedua negara. Hal ini karena Turki dan Prancis merupakan mitra dagang utama dengan total volume perdagangan sekitar US$ 16,6 miliar per tahun. Memang Prancis menyebut tidak akan membalas aksi boikot ini.
Sebelum boikot produk Prancis ini, Erdogan juga pernah memboikot barang elektronik asal Amerika Serikat (AS). Banyak analis menyebut jika langkah ini akan menjadi sia-sia dan menimbulkan dampak negatif untuk pekerja lokal.
Mobil asal Prancis merupakan salah satu otomotif yang paling laku di Turki. Turki adalah pasar terbesar kedelapan untuk Renault dan memiliki pabrik besar di Bursa dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 400.000 unit dan lebih dari 900.000 mesin. Pabrik tersebut mempekerjakan lebih dari 6.000 orang dan menjual hampir 50.000 unit kendaraan dalam enam bulan pertama tahun ini.
Berlanjut ke halaman berikutnya.