Mengenal Frans Seda, Si Penjinak Inflasi RI dari 650% Jadi 112%

Mengenal Frans Seda, Si Penjinak Inflasi RI dari 650% Jadi 112%

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 15 Nov 2020 17:01 WIB
Ilustrasi Uang Receh Konsumsi Rupiah Inflasi Belanja
Ilustrasi Inflasi (Foto: Ari Saputra)
Jakarta -

Tak terasa sudah 11 tahun pejuang ekonomi Indonesia Frans Seda meninggalkan dunia. Di hari peringatan Pahlawan Nasional ini, banyak pengalaman yang bisa diambil darinya untuk pemerintahan sekarang, salah satunya soal menahan laju inflasi di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).

Pria bernama lengkap Franciscus Xaverius Seda adalah Menteri Keuangan zaman Orde Baru pada 1966-1968. Dia telah berhasil menurunkan laju inflasi dari 650% menjadi 112%. Pemilik Frans Seda Foundation itu bersama rekan kerjanya berhasil menurunkan tingkat inflasi yang melambung.

"Di tahun 1965-1966 itu krisis moneter, inflasi tinggi. Nah Pak Frans ini berhasil menurunkan tingkat inflasi dari 650% sampai 112%. Ini kinerja Pak Frans tentu tidak sendirian, ada Ketua Dewan Penasehat Presiden Emir Salim, saya rasa itu hal yang luar biasa," kata Ketua Panitia Pelaksana 'Frans Seda Awards 2014' Mikhael Dua sembari ketika berbincang dengan detikcom, Jumat (4/10/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Minggu (15/11/2020), pada masa tersebut inflasi sangat tinggi dengan harga barang naik sekitar 500% setahun. Saat itu kurs pasar gelap untuk rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) jatuh dari Rp 5.100 awal tahun 1965 menjadi Rp 50.000 pada awal tahun 1966.

Defisit saldo neraca pembayaran dan defisit keuangan pemerintah sangat besar, bahkan jumlah pendapatan pemerintah 1 berbanding 3 dengan pengeluaran. Hal itu diikuti dengan perpindahan pemerintahan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto.

ADVERTISEMENT

Namun Frans Seda mampu membawa ekonomi Indonesia ke arah yang lebih stabil dengan menerapkan kesatuan penganggaran pemerintah serta model anggaran penerimaan dan belanja yang berimbang. Pemutaran haluan kebijakan dari pencetakan uang untuk menyiasati defisit diubah menjadi anggaran berimbang yang disesuaikan dengan penerimaan negara.

Saat itu Frans Seda menyusun anggaran yang disesuaikan dengan pengeluaran (rutin dan pembangunan) dan menaikkan harga bahan bakar minyak. Semua langkah itu dilakukan setelah pemerintah melakukan pemotongan nilai uang dalam upaya mengendalikan hiperinflasi yang terjadi.

Pria kelahiran Maumere, pada 4 Oktober 1926 ini pernah menempuh pendidikan di Katolieke Economische Hogeschool, Tilburg Belanda dan berhasil menjadi Doktorandus Ekonomi pada tahun 1956.

Bagaimana perjalanan karirnya? Buka halaman selanjutnya.

Sebelum menjadi Menteri Keuangan, Frans Seda lebih dulu menjadi Menteri Perkebunan (1964-1966) dan Menteri Pertanian (1966). Dia adalah salah satu pihak yang pernah mengusulkan penghapusan monopoli Bulog.

Frans Seda saat itu mendukung Undang-Undang Anti Monopoli pasca koreksi IMF terhadap RAPBN 1998/1999 saat dihapuskannya monopoli Bulog, kecuali atas komoditi beras. Menurutnya, UU Anti-Monopoli mutlak diperlukan agar tidak ada lagi pihak yang mengatur dan menentukan distribusi produk hingga menentukan harga jual.

Meski demikian, ia mendukung monopoli distribusi beras yang dilakukan oleh Perum Bulog. Menurutnya, beras adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat luas. Beras termasuk kategori komoditi politik yang berpengaruh terhadap nasib banyak orang.

Kemudian dia diangkat menjadi Menteri Perhubungan dan Pariwisata (1968-1973). Di dua dekade terakhir masa Orba, dia lebih dikenal sebagai kolumnis kritis untuk bidang ekononomi dan politik. Ia juga pernah menjadi tokoh di balik perjuangan Megawati Soekarnoputri menahan tekanan rezim otoriter Soeharto.

Di dunia pendidikan, Frans Seda meninggalkan Universitas Katolik Atma Jaya sebagai warisan. Hingga waktunya tiba di penghujung tahun 2009, Frans Seda meninggal dalam usia 83 tahun. Frans dimakamkan di pemakaman umum San Diego, Karawang pada 2 Januari 2010.


Hide Ads