Jakarta -
PT Indosterling Optima Investa (IOI) menambah daftar kasus gagal bayar investasi. Ironisnya, cukup banyak lansia yang uangnya nyangkut karena kasus gagal bayar tersebut.
Perkara ini merupakan gagal bayar untuk produk Indosterling High Yield Promissory Notes (HYPN). Produk investasi ini menjanjikan imbal hasil 9% hingga 12% setiap tahunnya.
Gagal bayar produk ini sebenarnya sudah masuk tahap PKPU dengan mekanisme pengembalian dana berjenjang 4-7 tahun. Namun sebagian nasabah khususnya yang lansia enggan mengikuti proses itu karena membutuhkan uang secepatnya untuk biaya berobat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu lansia yang menjadi korban gagal bayar IOI ini adalah orangtua dari Ana (bukan nama sebenarnya). Ibunya mempercayakan uang Rp 600 juta tabungan untuk hari tua di HYPN.
Ana menceritakan, awalnya dia ditawarkan produk investasi itu oleh salah satu marketing IOI yang kebetulan dia juga sudah mengenalnya. Karena marketing itu menjamin aman dengan mengaku IOI sudah berizin OJK dan BI, akhirnya ibunya mempercayakan tabungan itu seluruhnya.
"Ini katanya ada pengawasan OJK jadi aman, juga ada bunga sama seperti deposito. Terus katanya udah lama produknya ya saya ikut saja," ujarnya kepada detikcom.
Ana menempatkan uang ibunya di HYPN pada November 2020. Dia mendapatkan bunga 10% dengan jangka waktu penempatan 6 bulan. Namun di April 2020 pada saat tanggal jatuh tempo ternyata HYPN gagal bayar.
"Saya ambil 6 bulan jatuh temponya April, tapi dia bilang nggak bisa diambil, dananya di-roll over lagi. Saya bilang saya perlu duitnya untuk berobat mamah saya," ucapnya.
Uang itu kata Ana merupakan hasil dari tabungan ibunya yang bertahun-tahun berjualan kue. Uang itu sengaja ditempatkan agar aman untuk keperluan hari tua dan biaya berobat. Sekarang ibunya sudah berusia 78 tahun dan sedang sakit-sakitan.
"Sekarang mamah saya sudah sakit-sakitan. Saya sudah minta dikembalikan tapi belum bisa. Mamah untuk berobat saja uangnya sudah habis semua, jadi beli obat-obatan di pasar aja, karena nggak bisa berobat," ucapnya.
IOI, kata Ana menawarkan perdamaian melalui skema KPPU. Skema yang ditawarkan pengembalian bertahap 4-7 tahun. Namun Ana ditawarkan pengembalian di tahun pertama hanya 2,5% dari dana yang sudah ditempatkan.
"Kan gak mungkin ikut skema itu. Kalau 2,5% kan kecil sekali. Mamah saya sudah tua. Saya ditawarkan 4-5 tahun, tapi kan mamah saya sudah 78 tahun, takut nggak keburu," keluhnya.
Selain itu ada juga Doni (bukan nama sebenarnya), pria berusia 62 tahun itu kini tengah menderita berbagai penyakit. Mulai dari stroke hingga diabetes.
Doni menempatkan uangnya sebanyak Rp 1 miliar di HYPN Indosterling pada September 2019 dengan mendapatkan bunga 11% per tahun. Dia ditawarkan produk itu oleh marketingnya IOI yang sudah dia kenal sebelumnya sebagai marketing bank.
"Saya sudah kenal sebelumnya. Karena sudah kenal ya makanya saya percaya. Dia juga bilang ini produk lebih bagus, lebih baik dan aman. Dia minta saya masuk. Saya dulu nasabah di bank tempat dia bekerja," ucapnya.
Awalnya produk investasi itu berjalan dengan baik. Namun muncul kabar HYPN gagal bayar pada April 2020. Doni pun tidak menerima pembayar bunga bulanannya.
Ironisnya, Doni tidak mendapatkan informasi apapun dari pihak perusahaan. Dia baru tahu dari rekan sesama nasabah bahwa produk itu sudah proses PKPU. Mekanisme damai yang ditawarkan pengembalian dana berjenjang selama 4-7 tahun.
"Tentu saya tidak mau, karena itu kelamanaan, kan saya udah umur. Ini yang buat berobat saya, saya kena stroke, jadi saya memilih jalur pidana," ucapnya.
Ana dan Doni memilih untuk bergabung dengan puluhan nasabah lainnya yang menggunakan jasa Pengacara dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm, Andreas. Pengacara itu menaungi 58 nasabah IOI dengan total kepemilikan dana di produk investasi HYPN sebanyak Rp 95 miliar. Mereka memilih melaporkan perusahaan ke Bareskrim.