Lembaga Pengawas Fiskal atau Office for Budget Responsibility (OBR) memprediksi utang Inggris akan tembus level tertingginya sejak berakhirnya perang dunia kedua. Mengutip CNBC, Rabu (25/11/2020), utang Inggris diperkirakan akan mencapai £ 394 miliar atau US$ 526 miliar setara Rp 7.438 triliun (kurs Rp 14.141/US$) atau 19% dari total PDB The Black Country tersebut.
Ekonomi Inggris juga diperkirakan mengalami kontraksi sedalam 11,3% pada tahun 2020 ini. Namun, mulai tahun depan ekonomi Inggris perlahan akan tumbuh. Tahun 2021, ekonomi Inggris diyakini tumbuh sebesar 5,5%, 2022 tumbuh 2,3%, 2023 tumbuh lagi 1,7% dan 2024 tumbuh lagi 1,8%.
Namun, PDB nya diperkirakan tidak akan kembali ke level sebelum pandemi COVID-19 sampai kuartal IV-2022 mendatang. Ekonomi Inggris akan menjadi sekitar 3% lebih kecil pada 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Total utang itu perlahan bakal turun menjadi £ 164 miliar pada tahun 2021, £ 105 miliar pada tahun 2022 atau 2023 dan tersisa sekitar £ 100 miliar atau 4% dari PDB untuk sisa periode selanjutnya.
Total utang itu setelah menghapus utang pembelian aset Bank of England. Bila dijumlah dengan total utang aset itu bisa mencapai 91% dari total PDB tahun ini, dan bakal terus meningkat menjadi 97,5% pada tahun 2025 atau 2026 mendatang.
Selama masa pandemi COVID-19 ini, utang Inggris terus bertambah salah satunya karena negara itu juga mengeluarkan stimulus hingga sebesar £ 280 miliar. Tujuannya tidak bukan untuk membantu negara itu cepat pulih pasca pandemi.
Bila dirinci, total stimulus itu dibagi-bagi untuk uji coba vaksin £ 18 miliar, stimulus APD dan vaksin, £ 3 miliar untuk mendukung pemulihan Layanan Kesehatan Nasional (NHS), £ 2 miliar untuk transportasi, £ 3 miliar untuk dewan lokal dan £ 250 juta untuk para tunawisma.
Tambahan £ 2,6 miliar diberikan kepada pemerintahan di negara bagian Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara.
Baca juga: 10 Negara Terbaik buat Pebisnis Wanita |