Luhut Beri Sinyal Ekspor Benih Lobster Dilanjut, Pengamat: Bahaya!

Luhut Beri Sinyal Ekspor Benih Lobster Dilanjut, Pengamat: Bahaya!

Soraya Novika - detikFinance
Senin, 30 Nov 2020 13:50 WIB
Petugas Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta gagalkan penyelundupan benih lobster. Jutaan benih lobster itu akan diselundupkan ke Vietnam.
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna

Kedua, berkenaan dengan prasyarat yang dibebankan kepada perusahaan sebelum mendapatkan izin ekspor.

"Kita tau bahwa di pasal 5 atau pasal 6 di Permen 12/2020 disebutkan bahwa eksportir harus membuktikan bahwa mereka sudah panen berkelanjutan berkenaan usaha pembesaran lobster. Pertanyaannya, izin itu baru diberikan setelah dua bulan pasca Permen 12/2020 itu diterbitkan oleh KKP, tapi kemudian bersamaan dengan itu mereka juga bisa melakukan ekspor benur lobster ke beberapa negara Vietnam, Taiwan dan Hong Kong," ucapnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu tidak wajar, sebab proses pembesaran benih lobster katanya butuh waktu minimal 6 bulan. Sedangkan perusahaan yang diberi izin ekspor benih lobster sudah mengantongi verifikasi izinnya 2 bulan setelah disahkannya beleid itu.

" Pembesaran benih lobster membutuhkan waktu minimal 6 bulan untuk sekali panen bergantung jenisnya dan bobot yang diinginkan tapi normalnya untuk ukuran 150-250 gram sehingga untuk dikatakan panen berkelanjutan maka minimal terjadi setidaknya dua kali panen atau butuh waktu minimal satu tahun lebih untuk bisa masuk atau qualified dalam rangka mendapatkan izin ekspor benih lobsternya," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Ketiga, berkenaan dengan nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibayarkan dari kegiatan ekspor tersebut. PNBP ekspor benih lobster saat ini masih dibahas di KKP dan Kementerian Keuangan, namun kegiatan ekspornya sudah berjalan begitu saja. Hal itu dinilai telah menyebabkan kerugian negara.

"Dalam konteks itu kemudian boleh diartikan bahwa ada potensi kerugian negara akibat dari kegiatan ekspor yang dilakukan oleh sejumlah eksportir di tengah proses revisi Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 2015 tentang PNBP pada KKP," paparnya.

Keempat, terkait praktik monopoli. Meskipun kebijakan ini direvisi dengan tambahan aturan yang meminimalisir praktik itu terjadi, sambung Abdul, monopolinya tetap bakal terjadi.

"Meskipun kita tahu bahwa tanpa di monopoli pun sekalipun dibuka Permen tetap akan terjadi, karena tadi dari hulunya sudah bermasalah, hasil Komnas Kajiskan diabaikan, kemudian prasyarat yang dibebankan juga dianggap sepele dan hanya bisa ditembus kalau sudah ada dokumen yang sudah diterbitkan oleh KKP dalam hal ini oleh Staf Khusus Menteri yang juga menjadi tersangka baru-baru ini," timpalnya.


(eds/eds)

Hide Ads