Mal Dibatasi 'PSBB Ketat', Pengusaha: Kami Bukan Klaster Pandemi

Mal Dibatasi 'PSBB Ketat', Pengusaha: Kami Bukan Klaster Pandemi

Soraya Novika - detikFinance
Jumat, 08 Jan 2021 11:25 WIB
Malam Natal di Mal Jakarta
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta -

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah mencegah gelombang kedua kasus positif COVID-19. Akan tetapi, para pengusaha mengaku keberatan bila pemerintah menerapkan pelarangan operasional bagi peritel modern dan mal yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari masyarakat.

Pemerintah diminta agar membuat kebijakan yang tidak sampai menggerus dan mematikan pelaku usaha peritel, supplier dan UMKM yang menitipkan dan menjualkan produk nya melalui gerai-gerai ritel dan mal, karena selama ini peritel dan mal bukan klaster penyebaran COVID-19.

"Mal dan ritel bukan klaster pandemi, karena yang berkunjung ke ritel dan mal masih sangat terbatas selama pandemi ini dan kita berkomitmen konsisten menjalankan protokol kesehatan," ujar Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey dalam rilis resminya yang diterima detikcom, Jumat (8/1/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di tahun 2020 kita memperjuangkan bersama agar negatif terhadap pandemi COVID-19, tetapi di tahun 2021, kita perlu memperjuangkan bersama, seimbang dalam rem dan gas untuk maju positif dalam semangat optimisme ekonomi yang telah dinyatakan Pemerintah di akhir tahun lalu karena vaksin dapat direalisasikan tahun 2021 ini," sambungnya.

Roy menegaskan bahwa yang sangat perlu ditingkatkan adalah kedisiplinan seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali dan kompromi siapa pun juga, di berbagai daerah khususnya wilayah Jawa-Bali. Roy menjabarkan, sikap masyarakat terhadap pandemi, secara garis besar terdiri 3 tipe, masyarakat yang tahu adanya pandemi dan patuh protokol kesehatan 3 M, masyarakat yang tahu adanya pandemi tetapi tidak disiplin atas protokol kesehatan dan adanya tipe masyarakat yang tahu adanya pandemi tetapi tidak peduli dan cenderung melanggar sengaja protokol kesehatan.

ADVERTISEMENT

"Untuk 2 tipe perilaku masyarakat terakhir inilah, kami harapkan ada tindakan jelas, tegas dan terukur, agar pandemi tidak meningkat," imbuhnya.

Hal lain yang perlu dilakukan pemerintah, sambung Roy adalah terkait bantuan langsung tunai (BLT).

BLT bagi masyarakat golongan ekonomi lemah kiranya dapat dijalankan segera, tepat waktu dengan berintegritas, konsisten dan didukung dengan data yang sangat akurat kepada masyarakat penerima, penyaluran dengan memanfaatkan digitalisasi melalui finansial teknologi adalah salah satu cara yang efisien dan efektif, sehingga menghindari interaksi pemberi dan penerima dan dapat memfokuskan masyarakat penerima hanya membelanjakan kebutuhan pokok saja atas BLT tersebut sehingga memberi dampak bagi peningkatan demand konsumsi rumah tangga, penyokong 57% pembentuk pertumbuhan ekonomi melalui PDB Indonesia.

"Pada masa PSBB ketat ini, dapat pula dijadikan momentum untuk Pemerintah menyalurkan subsidi bantuan langsung tunai bagi upah atau gaji para pekerja di ritel modern dan mal yang berdasar UMR dengan memberikan subsidi 50%, yang dapat mencegah potensi kebangkrutan (penutupan gerai usaha) dari peritel maupun mal atau pusat belanja akibat pandemi selama tahun 2020 yang terdampak rata-rata negatif 12%, dibanding tahun 2019 pada level positif 5,17%, yang berimbas pula pada keprihatinan terhadap bertambahnya pekerja yang dirumahkan maupun PHK, akibat ketidakmampuan peritel membayarkan biaya operasional," paparnya.

Selain hal tersebut, Roy berharap pula pada kebijakan fiskal dan moneter yang berkelanjutan.

"Peritel dan mal juga menunggu alokasi dan akses untuk kredit korporasi dana PEN dengan bunga murah 3-3.8% dibanding bunga tinggi 9-10% saat ini akibat belum adanya juklak/juknis dari 15 bank yang ditunjuk menyalurkan dana PEN bagi pelaku usaha korporasi swasta," timpalnya.


Hide Ads