Importir Blak-blakan Kebiasaan RI Beli Kedelai dari Luar Negeri

Importir Blak-blakan Kebiasaan RI Beli Kedelai dari Luar Negeri

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 12 Jan 2021 12:18 WIB
Para perajin tahu beraktivitas di pabrik pembuatan tahu yang berada di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa, (28/1/2020). Permintaan makanan olahan tersebut terus menggembirakan meski masih tergantung suplai bahan baku kedelai.
Ilustrasi/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti jajarannya soal kebiasaan Indonesia mengimpor komoditas pangan dalam jumlah yang cukup besar, salah satunya kedelai. Hal itu disampaikannya dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian 2021 kemarin, Senin (11/1).

Dalam Rakernas itu, Jokowi meminta jajarannya untuk bisa menyelesaikan persoalan impor kedelai, dan juga komoditas lainnya yang masih diimpor dengan jumlah mencapai jutaan ton.

"Tetapi yang tadi saya sampaikan barang-barang ini harus diselesaikan. Urusan bawang putih, gula, jagung, kedelai dan komoditas yang lain, yang masih impor tolong ini menjadi catatan dan segera dicarikan desain yang baik agar kita bisa selesaikan," terang Jokowi dalam Rakernas yang disiarkan virtual kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada November 2020 lalu, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2-3 juta ton per tahun. Kemudian, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, 90% dari kebutuhan kedelai dalam negeri masih dipasok oleh kedelai impor.

Hal itu juga dikatakan oleh Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), di mana produksi kedelai dalam negeri hanyalah sekitar 300.000 ton per tahun. Direktur Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Hidayatullah mengatakan, selama ini importir melakukan impor kedelai karena produksi dalam negeri yang tak cukup memenuhi kebutuhan nasional. Akindo merupakan asosiasi pengusaha kedelai yang sebagian anggotanya adalah importir.

ADVERTISEMENT

Hal itulah yang menyebabkan mengapa impor kedelai dilakukan dalam jumlah yang sangat besar setiap tahunnya. Adapun negara pemasok kedelai terbesar ke Indonesia adalah Amerika Serikat (AS).

"Ya pastilah karena produksi dalam negeri itu, jadi ada gap yang diisi oleh impor," ujar Hidayatullah ketika dihubungi detikcom, Selasa (12/1/2021).

Ia mengatakan, selama ini kedelai yang diproduksi dalam negeri dibeli langsung oleh perajin atau produsen tahu dan tempe, Gakoptindo, ataupun Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Kopti).

"Nah kalau produksi dalam negeri yang menyerap pasti langsung perajin, bisa Gakoptindo, Kopti, atau langsung perajin. Karena kan mereka langsung jual di pasar para petani," terang Hidayatullah.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Meski begitu, menurutnya para importir yang tergabung di Akindo akan bersedia apabila diminta untuk menyerap produksi kedelai dalam negeri, kemudian menyalurkannya ke perajin tahu dan tempe.

"Kalau importir disuruh beli bisa juga, importir yang menyalurkan. Dari sentra produksi dibeli importir, kemudian dia antar, dia bawa ke sentra perajin. Jadi cost membawa dari sentra produksi di pedalaman ke perajin kan perajin misalnya di Jakarta kan banyak, jadi dengan produksinya ada di Jawa Tengah, Jawa Timur. Nah kalau sekadar membawanya ke sini, ya bisa saja importir diwajibkan," tutur dia.

Namun, Hidayatullah mengatakan selama ini mekanisme jual beli kedelai di Indonesia adalah pasar bebas, sehingga tak ada aturan dari pemerintah terkait tata niaga kedelai.

"Jadi pihak distribusi, karena dia sudah dikasih izin impor, barangkali dia juga bisa membantu distribusi kedelai dalam negeri, bisa saja. Tapi ini tidak ada keharusan. Karena kedelai kan barang bebas, tidak ada aturan tata niaga," pungkas dia.


Hide Ads