Namun, sejauh ini menurutnya mekanisme jual-beli kedelai tidak diatur oleh pemerintah, atau masih pasar bebas.
"(Importir) jadi pihak distribusi, karena dia sudah dikasih izin impor, barangkali dia juga bisa membantu distribusi kedelai dalam negeri, bisa saja. Tapi ini tidak ada keharusan. Karena kedelai kan barang bebas, tidak ada aturan tata niaga," ungkapnya.
Ia menerangkan, selama ini impor kedelai dilakukan hanya untuk mengisi kekosongan stok karena kapasitas produksi dalam negeri yang masih sangat kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya pastilah karena produksi dalam negeri itu, jadi ada gap yang diisi oleh impor," ujar Hidayatullah.
Untuk saat ini, pihaknya masih fokus dalam melaksanakan tugas operasi pasar di mana Kementerian Pertanian (Kementan) meminta Akindo membuat kesepakatan dengan Gakoptindo untuk menjual kedelai dengan harga yang diturunkan, yakni Rp 8.500/Kg. Sebelumnya, para perajin tahu dan tempe mengaku harus membeli kedelai di importir dengan harga di kisaran Rp 9.500/Kg.
"Kementan mengharapkan semacam pengabdian dari importir untuk bersedia merugi pada 100 hari pertama 2021 ini. Jadi mereka oleh Kementan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) itu diminta untuk melakukan operasi pasar selama 100 hari," tutupnya.
(ara/ara)