Jakarta -
Sederet ruas tol mengalami penyesuaian tarif sejak kemarin, setidaknya ada 9 jalan tol yang tarifnya naik di Pulau Jawa. Beberapa pihak memaparkan dampak kebijakan kenaikan tarif tol ini.
Ketua umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan tarif tol yang semakin mahal akan memberatkan ongkos operasional kendaraan logistik. Sebelum tarif naik saja dia mengaku sudah banyak yang merasa keberatan dengan tarif yang ada.
Dia pun mengatakan bukan tidak mungkin, kenaikan tarif tol ini akan membuat kendaraan logistik menghindari jalan bebas hambatan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenaikan (tarif) tol di Jawa akan membuat truk logistik menghindari jalur tol, sebelum naik saja sudah berat untuk angkutan logistik," kata Zaldy kepada detikcom, Minggu (17/1/2021).
"Biaya transportasi lewat tol hampir 30% dari biaya angkutan, memang sudah pasti lewat tol akan lebih cepat 1 hari," lanjutnya.
Zaldy juga menilai beberapa jalan tol yang naik tarifnya merupakan jalan-jalan tol yang baru dibuka. Terlebih lagi di masa pandemi seperti ini perekonomian masyarakat juga sedang sulit.
"Seharusnya pemerintah belum menaikkan tarif tol beberapa ruas di Jawa, karena masih relatif baru digunakan dan sedang dalam masa pandemi yang berdampak pada ekonomi," ujar Zaldy.
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menambahkan kebijakan kenaikan tarif tol akan memberatkan pengusaha, khususnya yang bergerak di bidang UMKM. Pasalnya, biaya distribusi akan meningkat.
Syarief berpendapat kenaikan tarif tol merupakan kebijakan yang kontradiktif dengan kondisi perekonomian di masa pandemi. Sebab tarif tol ini akan menyulitkan pengusaha-pengusaha kecil menengah yang sedang mencoba bertahan di tengah Pandemi COVID-19.
"Kenaikan tarif tol ini memiliki konsekuensi sangat berat bagi sektor UMKM yang kebanyakan menggunakan truk-truk kecil," kata Syarief dalam keterangannya.
Sementara itu beberapa pihak mengambil jalan tengah. Kenaikan tarif tol dipersilakan di tengah kondisi pandemi seperti ini, namun kenaikan itu diminta jangan dilakukan untuk semua golongan kendaraan.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai ada baiknya kenaikan tarif tidak dilakukan pada golongan kendaraan umum dan kendaraan barang. Kenaikan tarif dipersilakan untuk golongan kendaraan pribadi.
Hal itu dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat. Pasalnya, bila tarif tol kendaraan umum dan barang naik, imbasnya berupa kenaikan harga di tengah masyarakat.
"Baiknya begini, angkutan logistik atau angkutan umum itu dibedakan, atau nggak perlu naik. Kan mereka implikasinya ke harga-harga di konsumen akhir, jadi nggak ganggu daya beli," kata Tulus kepada detikcom.
Tulus sendiri menilai sebetulnya kenaikan tarif ini kurang tepat dilakukan apabila melihat situasi perekonomian yang belum membaik di tengah situasi pandemi Corona.
Namun, di sisi lain menurutnya operator jalan tol memang berhak untuk kenaikan tarif ini. Apalagi penyesuaian tarif sudah ditahan selama setahun imbas pandemi.
"Kalau mau lihat indikator ekonomi ya mestinya jangan naik dulu. Cuma operator bilang ini sudah ditunda setahun selama pandemi, memang kalau regulasi kan per dua tahun di-review bisa naik, jadi ya memang dia berhak," kata Tulus.
Senada dengan Tulus, pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai kenaikan tarif tol dipersilakan dilakukan. Namun, khusus untuk kendaraan angkutan umum dan barang dikecualikan dari kenaikan tarif untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Saya sih usulkannya begini, silakan naik, tapi untuk angkutan barang dan angkutan umum itu jangan naik. Kayak bus AKAP AKDP, angkutan logistik itu jangan naik. Kalau operatornya memang memenuhi syarat untuk naik (tarif) ya nggak apa-apa," kata Djoko.
"Cuma agar menjaga daya beli ya angkutan umum dan logistik jangan," lanjutnya.