Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dana otonomi khusus (otsus) Papua dan Papua Barat belum optimal dalam mengejar ketertinggalan baik dari pembangunan maupun kesenjangan. Hal tersebut terlihat dari masih banyaknya sisa anggaran otsus tersebut.
Pemerintah tercatat sudah menyalurkan dana otsus sejak 2001 hingga saat ini atau kurang lebih 20 tahun. Hal itu sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Sebetulnya dana otsus dipakai untuk mengejar ketertinggalan. Namun kita melihat ternyata pemakaiannya tidak maksimal dilihat dari sisa anggarannya," kata Sri Mulyani saat rapat kerja (raker) antara Menteri Keuangan dengan Komite I DPD RI tentang RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 yang dilaksanakan secara virtual, Selasa (26/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama periode 2002-2021, Sri Mulyani menyebut pemerintah sudah menyalurkan dana otsus dan dana tambahan infrastruktur (DTI) kepada Papua dan Papua Barat senilai Rp 138,65 triliun. Selain otsus, pemerintah juga menyalurkan dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 702,3 triliun pada periode 2005-2021.
Tidak hanya itu, pemerintah juga menghabiskan anggaran sebesar Rp 251,29 triliun selama periode 2005-2021. Anggaran tersebut berasal dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang memiliki program di tanah mutiara hitam ini.
Sri Mulyani menyebut sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) dana otsus Papua dan Papua Barat sangat besar. Untuk Provinsi Papua, rata-rata sisa dana otsus dalam 7 tahun terakhir sebesar Rp 528,6 miliar dan DTI sebesar Rp 389,20 miliar. Jika dilihat pada tahun 2019, sisanya sebesar Rp 1,7 triliun.
Berlanjut ke halaman berikutnya.