Instrumen investasi ini sudah cukup banyak dipercaya para investasi. Seiring berjalannya waktu, produk ini semakin banyak jenisnya.
Perusahaan MI akan meramu produk-produk reksa dana dengan racikan kandungan investasi di dalamnya. Menariknya sekarang perusahaan MI membuat berbagai produk reksa dana yang cukup terjangkau. Bahkan ada produk reksa dana yang bisa dibeli dengan harga Rp 100 ribu, tapi dengan konsep menabung.
Ada berbagai jenis reksa dana mulai dari reksa dana pasar uang, ada pula reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, reksa dana saham, reksa dana terproteksi, reksa dana indeks, reksa dana dengan penjaminan, hingga Exchanged Traded Fund (ETF).
Jenis-jenis reksa dana itu tergantung dari pengelolaan dananya. Misalnya reksa dana saham, uang nasabah akan dikelola di pasar saham. Nah masing-masing MI memiliki racikan masing-masing.
Pertama kenali manajer investasi pengelola reksa dana dengan baik. Prospektus dalam sebuah produk reksa dana berisikan banyak hal terkait strategi pengelolaan reksa dana, pembatasan investasi, hingga orang-orang di balik perusahaan manajer investasi tersebut.
Ketahui pula, jumlah dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) perusahaan manajer investasi tersebut. Besarnya AUM menandakan tingginya kepercayaan investor terhadap MI. Sebab, tidak mungkin investor mempercayakan dana mereka dikelola oleh MI yang kinerjanya buruk.
Kedua cari benchmark untuk mengukur performa reksa dana. Data historis seputar imbal hasil sebuah reksa dana secara bulanan hingga tahunan tidak bisa dijadikan satu-satunya acuan untuk memilih produk reksa dana. Anda bisa melakukan perbandingan dengan menggunakan beberapa acuan atau benchmark.
Kinerja reksa dana yang disertai benchmark bisa Anda temukan di fund fact sheet produk reksa dana. Namun Anda pun bisa melakukan perbandingan secara mandiri dengan menggunakan benchmark sebagai berikut:
- Reksa dana pasar uang vs bunga deposito
- Reksa dana pasar uang merupakan reksa dana yang memiliki underlying asset atau aset dasar berupa instrumen pasar uang. Beberapa di antaranya adalah deposito dan surat utang jangka pendek yang jatuh temponya di bawah satu tahun.
Kinerja reksa dana pasar uang memang tergolong lebih stabil ketimbang reksa dana lainnya. Satu-satunya cara untuk mengukur performa reksa dana adalah dengan membandingkannya dengan deposito bank umum.
Reksa dana campuran vs saham dengan IHSG. Jika reksa dana yang Anda beli adalah reksa dana saham, maka Anda bisa menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mengukur performanya.
Selain memberikan keuntungan yang lumayan besar, reksa dana juga memiliki risiko. Apa risikonya?. Baca di halaman berikutnya.
Reksa dana merupakan produk investasi yang diawasi ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terdapat juga regulasi yang mengatur secara ketat tentang produk reksa dana.
Namun layaknya produk investasi lainnya, reksa dana juga memiliki risiko tentunya. Lalu risiko apa saja yang mungkin terjadi?
Di reksa dana ada yang namanya Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV) dalam bahasa Inggris. Itu merupakan nilai bersih dari total kekayaan sebuah produk reksa dana, tentunya setelah dikurangi biaya-biaya operasi seperti biaya kustodian dan biaya MI.
NAB inilah yang menjadi rujukan nilai sebuah produk reksa dana. Oleh karena itu setiap harinya nilai NAB fluktuatif atau bergerak mengikuti kinerja investasi dari ramuan MI-nya.
Nah risiko yang ada di reksa dana adalah penurunan NAB. Hal itu bisa terjadi jika kandungan dari produk reksa dana itu mengalami penurunan nilai seperti saham maupun surat utang.
Di saham tentu paling besar rujukannya dengan melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jika produk reksa dananya adalah saham. Tapi penurunan IHSG juga belum menjamin nilai reksa dananya ikut turun, karena itu semua tergantung kelihaian MI dalam mengelola dana nasabahnya.
Risiko lainnya yaitu risiko likuiditas, bisa terjadi apabila ketika investor ingin mencairkan uangnya di reksa dana, reksa dana tidak memiliki cukup uang karena terjadinya pencairan besar-besaran.
Nah jika sudah paham tentang reksa dana, mari kita coba hitung potensi keuntungannya. Baca di halaman berikutnya.
Ada berbagai jenis reksa dana mulai dari reksa dana pasar uang, ada pula reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, reksa dana saham, reksa dana terproteksi, reksa dana indeks, reksa dana dengan penjaminan, hingga Exchanged Traded Fund (ETF).
Jenis-jenis reksa dana itu tergantung dari pengelolaan dananya. Misalnya reksa dana saham, uang nasabah akan dikelola di pasar saham. Nah masing-masing MI memiliki racikan masing-masing. Oleh karena itu kinerjanya berbeda-beda.
Ada yang memberikan keuntungan hingga 40% lebih tapi ada juga yang justru returnya negatif alias nilai reksa dana kami turun.
Jenis-jenis reksa dana itu tergantung dari pengelolaan dananya. Misalnya reksa dana saham, uang nasabah akan dikelola di pasar saham. Nah masing-masing MI memiliki racikan masing-masing. Oleh karena itu kinerjanya berbeda-beda.
Di reksa dana ada yang namanya Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV) dalam bahasa Inggris. Itu merupakan nilai bersih dari total kekayaan sebuah produk reksa dana, tentunya setelah dikurangi biaya-biaya operasi seperti biaya kustodian dan biaya MI.
NAB inilah yang menjadi rujukan nilai sebuah produk reksa dana. Oleh karena itu setiap harinya nilai NAB fluktuatif atau bergerak mengikuti kinerja investasi dari ramuan MI-nya. Tapi NAB bukanlah harga reksa dana. Untuk harga reksa dana sendiri berasal dari NAB dibagi unit penyertaan (UP).
Misalnya di awal 2020 detikers membeli reksa dana dengan uang Rp 10 juta tadi. Saat itu reksa dana tersebut memiliki NAB/UP sebesar Rp 2.000. Maka UP yang didapat saat itu Rp 10.000.000 : Rp 2.000 = 5.000 UP.
Jika dalam satu tahun naik 46% maka nilai NAB/UP di akhir 2020 sebesar Rp 2.920. Lalu jika di level itu reksa dana itu dicairkan nilai portofolionya menjadi 5.000 UP x Rp 2.920 = Rp 14.600.000.
Jika dikurangi modal, maka keuntungan bersih yang di dapat selama 1 tahun dari investasi di reksa dana bisa mencapai Rp 4,6 juta. Itu jika Rp 10 juta modalnya, bisa hitung sendiri jika modalnya Rp 100 juta maka untung bersihnya Rp 46 juta satu tahun.
Namun yang perlu diketahui juga ada risiko yang mengintai reksa dana yakni penurunan NAB. Hal itu bisa terjadi jika kandungan dari produk reksa dana itu mengalami penurunan nilai seperti saham maupun surat utang.
Di saham tentu paling besar rujukannya dengan melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jika produk reksa dananya adalah saham. Tapi penurunan IHSG juga belum menjamin nilai reksa dananya ikut turun, karena itu semua tergantung kelihaian MI dalam mengelola dana nasabahnya.
Resiko lainnya yaitu risiko likuiditas, bisa terjadi apabila ketika investor ingin mencairkan uangnya di reksa dana, reksa dana tidak memiliki cukup uang karena terjadinya pencairan besar-besaran.