Sekelompok investor menekan perusahaan Amerika Serikat untuk tetap menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang, China. Meski kritik itu telah menjadi tantangan bagi hubungan bisnis perusahaan.
Dikutip dari CNN, Rabu (31/3/2021) Lebih dari 50 investor, didukung oleh Interfaith Center on Corporate Responsibility, mengatakan sedang dalam proses menghubungi lebih dari 40 perusahaan, termasuk H&M, VF Corp, Hugo Boss dan pemilik Zara Inditex, meminta informasi lebih lanjut tentang pasokan mereka.
Selain itu, investor juga mendesak untuk keluar dari kerja sama dengan China. Menurut mereka hal itu dilakukan untuk menghindari situasi yang dapat menyebabkan pelanggaran HAM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Program Aliansi Investor untuk Hak Asasi Manusia, Anita Dorett mengatakan khawatir beberapa perusahaan telah menghapus bahasan terkait kebijakan kerja paksa dari situs web mereka.
Tidak hanya itu, Dorett juga mengkhawatirkan perusahaan tetap membeli lebih banyak kapas dari Xinjiang, karena takut mendapat reaksi keras dari media sosial dan perusahaan China.
"Perusahaan tidak memprioritaskan sumber daya untuk menggali rantai pasokan mereka dan memetakannya. Sebagai investor, kami menginginkan transparansi dan akuntabilitas, "kata Dorett.
Seperti, bagian Hak Asasi Manusia di situs web H&M hmgroup.com tidak lagi memuat tautan ke pernyataan mengenai Xinjiang. Tidak hanya H&M, pernyataan Inditex tentang kerja paksa di situsnya juga tidak lagi tersedia mulai Kamis lalu. H&M dan Inditex tidak segera menanggapi permintaan komentar akan kabar itu.
Selanjutnya, Hugo Boss mengatakan di media sosial China mereka akan terus mencari kapas di Xinjiang. Namun, juru bicara perusahaan Carolin Westermann mengonfirmasi perusahaan belum membeli barang apa pun yang berasal dari wilayah Xinjiang.
Lihat juga Video: Angkat Isu Uighur, China Ancam Boikot H&M Hingga Nike