Asosiasi Protes 3 Pengusaha Jadi Tersangka Ekspor CPO, Ini Pembelaannya

Asosiasi Protes 3 Pengusaha Jadi Tersangka Ekspor CPO, Ini Pembelaannya

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 19 Apr 2022 21:30 WIB
Pekerja melakukan bongkar muat kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak kelapa sawit Crude palem Oil (CPO) dan kernel di pabrik kelapa sawit Kertajaya, Malingping, Banten, Selasa (19/6). Dalam sehari pabrik tersebut mampu menghasilkan sekitar 160 ton minyak mentah kelapa sawit. File/detikFoto.
Foto: Jhoni Hutapea
Jakarta -

Tiga pengusaha terseret kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO yang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung). Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga menyatakan kalangan pengusaha memprotes keputusan tersebut.

Pengusaha minyak goreng yang dijadikan tersangka disebut melakukan manipulasi persetujuan ekspor (PE) di Kementerian Perdagangan. Kejagung menilai para pengusaha yang jadi tersangka belum memenuhi syarat ekspor berupa pemenuhan kebutuhan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO).

Namun, melakukan permufakatan dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang juga ikut jadi tersangka, sehingga PE bisa dikeluarkan Kemendag.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sahat menilai tidak mungkin pengusaha tidak melakukan pemenuhan kebutuhan DMO, termasuk 3 pengusaha yang terseret kasus ini. Menurutnya, peraturan Kemendag sudah jelas bahwa untuk mendapatkan PE, perusahaan harus memenuhi DMO.

"Menurut kami nggak sah. Mana buktinya PE keluar tapi fisik (pemenuhan kebutuhan) domestik nggak ada. Kita luruskan kami tidak yakin perusahaan akan ekspor tanpa domestik fisik, karena regulasinya begitu ketat," ungkap Sahat kepada wartawan ditemui di Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2022).

ADVERTISEMENT

Sebagai bukti pengusaha sudah memenuhi DMO, Sahat merujuk pada pernyataan Menteri Perdagangan yang menyebut sudah ada pemenuhan kebutuhan sebanyak 419 ribu ton minyak goreng dari DMO.

"Kan sudah ada bukti pak Mendag bilang ada 419 ribu ton yg digelontorkan. Kan itu dia yang ngomong, 'saya sudah gelontorkan 419 ribu ton', begitu kan," kata Sahat.

Dia kembali menegaskan tak mungkin ada pengusaha yang melakukan ekspor tanpa pemenuhan DMO. Untuk mendapatkan PE, menurutnya setiap perusahaan harus menyetor dokumen secara fisik.

"PE itu analisa kami tidak ada manipulasi, yang ekspor produk tanpa penuhi domestik supply nggak mungkin. Sistemnya contreng satu per satu, jadi ketat," tegas Sahat.

Karena saat itu sistemnya masih manual, dia mengatakan banyak pengusaha yang menunggu di kantor Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan dokumen persetujuan ekspor.

Sahat menjelaskan salah satu bukti yang dipaparkan Kejagung soal keterlibatan pengusaha adalah adanya foto pengusaha di kantor Kemendag. Foto itu disebut sebagai bukti adanya permufakatan untuk mendapatkan persetujuan ekspor.

Dia mengakui pengusaha sempat berswafoto saat menunggu dokumen persetujuan. Sahat menilai, hal itu dilakukan untuk iseng belaka karena menunggu terlalu lama. Sialnya, foto itu tersebar sampai masuk ke tangan Kejagung.

"Saking ketatnya kami (pengusaha minyak goreng) nungguin sampai jam 4 pagi di kantor Kemendag. Jadi mereka yang nunggu di sana, mereka foto-fotoan, selfie di kantor Kemendag, nah foto itu sampai ke Kejaksaan jadi bukti," papar Sahat.

"Jadi waktu awal-awal (penerapan kebijakan DMO) itu masih dokumen manual jadi amburadul. Karena kertas itu kan kalau ngga ditongkrongin nggak jalan," lanjutnya.

Sebagai informasi, Kejagung menetapkan 4 tersangka dalam kasus korupsi eksor minyak goreng. Ada 3 tersangka dari pihak swasta mulai dari Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Togar Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.

Kejagung juga menunjuk Indrasari Wisnu Wardhana yang merupakan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag sebagai tersangka.

Dalam konteks ini, kasus terjadi saat Kementerian Perdagangan memberlakukan kewajiban pemenuhan DMO dan DPO untuk industri kelapa sawit yang mau melakukan ekspor. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga kelapa sawit yang jadi salah satu bahan baku utama minyak goreng.

Kebijakan diberlakukan saat harga minyak goreng sedang meningkat tinggi-tingginya di tengah masyarakat. Selain kebijakan di hulu, di tengah masyarakat saat itu Kemendag menerapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk semua jenis minyak goreng, dari curah hingga kemasan.

Namun, sederet kebijakan itu tak bertahan lama. Kini semua kebijakan itu telah berubah. Tak ada lagi kewajiban DMO dan DPO bagi produsen kelapa sawit dan tidak ada lagi HET minyak goreng kemasan.



Simak Video "Video Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Suap Vonis Lepas Kasus Korupsi Migor"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads