Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat Amerika Serikat (AS) menjadi negara tujuan ekspor utama dengan nilai sebesar US$ 727,27 juta atau setara Rp 10,5 triliun (kurs Rp 14.500). Kemudian disusul China sebesar US$ 214,39 juta.
"Jepang sebesar US$ 151,62 juta, ASEAN sebesar US$ 151,26 juta, dan Uni Eropa sebesar US$ 78,17 juta," kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarto, dikutip Selasa (3/5/2022).
Dari sisi komoditas, Udang menjadi favorit dengan nilai sebesar US$ 621,92 juta atau 40,64% terhadap nilai ekspor total, disusul Tuna-Cakalang-Tongkol USD189,53 juta (12,39%), Rajungan-Kepiting US$ 172,56 juta (11,28%), Cumi-Sotong-Gurita US$ 154,53 juta (10,10%), Rumput Laut US$ 114,26 juta (7,47%), dan Tilapia US$ 14,86 juta (0,97%).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Angka sebesar 47,53% nilai ekspor kita dihasilkan dari pasar Amerika Serikat," sambung Artati.
Di tengah peningkatan ekspor, nilai impor perikanan Indonesia di triwulan 1 2022 hanya 9,14% dari nilai ekspor. BPS mencatat nilai impor US$ 139,89 juta sejak Januari-Maret tahun ini.
Melihat data tersebut, Artati optimis sektor kelautan dan perikanan akan terus tumbuh. Terlebih tahun ini, Ditjen PDSPKP berpartisipasi dalam sejumlah pameran dagang seafood internasional, seperti Seafood Expo North America (SENA) di Boston, Amerika Serikat pada Maret dan Seafood Expo Global (SEG) di Barcelona, Spanyol akhir April ini.
"Alhamdulillah, nilai impor kita masih di bawah 10% terhadap nilai ekspor, ini mengukuhkan Indonesia sebagai negara net exporter produk perikanan. Kita optimis nilai ekspor akan terus meningkat," ujarnya.
Secara keseluruhan sektor kelautan dan perikanan mencatatkan kinerja positif pada triwulan I 2022. Neraca perdagangan produk perikanan mengalami surplus sebesar US$ 1,39 miliar, sekaligus naik 21,78% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
"Tentu ini kabar baik di momen Lebaran, karena ini menunjukkan kinerja ekspor yang meningkat di bawah kepemimpinan Menteri Trenggono," ujar Artati.