Sidang lanjutan kasus gugatan perdata yang diajukan Bank OCBC NISP terhadap bos PT Gudang Garam Tbk Susilo Wonowidjojo terkait kredit macet senilai Rp 232 miliar kembali dilakukan Rabu 10 Mei kemarin.
Pihak Susilo selaku tergugat masih terus menyuarakan penolakannya terhadap seluruh materi gugatan Bank OCBC NISP. Penolakan dari disertai dengan berbagai alasan. Bahkan, ada alasan yang menyebut Pengadilan Negeri Sidoarjo tidak berwenang atau tidak memiliki kompetensi secara relatif untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini.
Menurut Tim Kuasa Hukum OCBC NISP, pihak Susilo dan PT HMU juga menganggap domisili persidangan seharusnya berada di Jakarta Selatan. Ini sesuai dengan lokasi Bank OCBC NISP yang telah memberikan kredit kepada PT HSI. Sementara Sidoarjo merupakan lokasi pabrik PT HSI yang memproduksi rambut palsu atau wig.
Tim Kuasa Hukum menilai, Susilo sebagai pemilik 99,9% saham PT Hari Mahardika Utama atau PT HMU yang menguasai 50% saham PT Hair Star Indonesia (HSI) dinilai menjadi tokoh sentral pencairan kredit dari Bank OCBC NISP senilai Rp 232 miliar kepada PT HSI sejak tahun 2016 yang belum selesai pembayarannya. Maka dari itu apapun alasannya utang tetap harus dibayarkan.
"Para penggugat terus konsisten untuk melepaskan diri dari tanggung jawab kredit yang telah diberikan oleh Bank OCBC NISP selama bertahun-tahun yang perjanjiannya selalu diperbarui tiap tahun. Sayang sekali, pak Susilo yang sebenarnya punya reputasi baik harus berakhir seperti ini. Jawaban para tergugat tidak materiil dan dasar hukumnya juga sangat lemah," ungkap Hasbi Setiawan, kuasa hukum Bank OCBC NISP dalam keterangannya, Kamis (11/5/2023).
Hasbi menyatakan secara faktual Susilo merupakan faktor utama pencairan kredit Bank OCBC NISP dan 6 bank nasional lainnya untuk memberikan pinjaman kepada PT HSI senilai lebih dari Rp 1,1 triliun. Dalam perjanjian kredit yang diteken pihak bank dan PT HSI juga tegas dinyatakan bahwa setiap perubahan kepemilikan saham di PT. HSI harus mendapat persetujuan bank.
Dalam jawabannya Susilo dan para tergugat juga menyampaikan bahwa kerugian materiil yang didalilkan oleh Bank OCBC NISP merupakan kerugian yang tidak pasti atau tidak nyata atau dalil yang premature sehingga wajib ditolak.
Bahkan salah satu tergugat dengan nama Hadi Kristanto yang kemudian menjadi pemegang 50% saham PT HSI dalam jawabannya mengatakan perjanjian pinjaman Bank OCBC NISP kepada PT HSI dilakukan tidak hati-hati dan tidak profesional.
Bersambung ke halaman sealnjutnya.
(hal/dna)