Kemenkeu Belum Bayar Utang Rp 179 M
Yustinus mengatakan, pemerintah perlu berhati-hati dalam melakukan pembayaran tersebut. Sebab, uang yang digunakan negara untuk membayar utang ini merupakan uang rakyat. Selain itu, menurutnya pembayaran deposito yang dibebankan terhadap pemerintah ini bukan merupakan perjanjian kontraktual antara pemerintah dengan CMNP. Karena itulah perlu dibicarakan lebih lanjut.
"Kami rasa kita semua sama-sama menghormati hukum. Tapi karena kita ini mengelola uang rakyat yang akan dibayarkan dalam jumlah besar, maka jangan sampai timbul kesalahan. Maka pemerintah terus berkoordinasi," kata Yustinus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yustinus juga tak menampik bahwa utang-piutang ini telah inkrah alias berkekuatan hukum tetap. Ia pun bercerita, keputusan pengadilan menyangkut hal ini telah diproses sejak 2010 silam. Hingga akhirnya, pada 2015 Mahkamah Agung menetapkan total utang yang harus dibayarkan sebesar Rp 179 miliar. Namun ia enggan menyebutnya sebagai utang.
"Namun perkembangan pada saat itu (2015), kita pada saat bersamaan mengakselerasi hak tagih negara terhadap para obligor BLBI, termasuk para pihak yang dulu punya utang terhadap perbankan yang diselamatkan pemerintah, harus melakukan pembayaran atau pelunasan pembayaran tersebut karena belum kadaluarsa," terangnya.
"Ini bukan soal negara punya utang, tapi negara dibebani. Ini dua hal berbeda. Kalau negara punya utang itu seolah-olah negara berkontrak dengan CMNP sehingga negara ditagih. Sama sekali tidak ada, yang berkontrak itu CMNP dengan Bank Yama," tambahnya.
Jusuf Hamka sempat mengajak pemerintah taruhan jika dia terbukti memiliki utang. Apa tanggapan pemerintah? Klik halaman berikutnya