RPP Kesehatan Diharapkan Tak Bikin Hancur Mata Pencaharian Petani

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 22 Nov 2023 20:00 WIB
Petani Tembakau - Foto: M Rofiq
Jakarta -

Petani tembakau menolak keras rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif. Karena dalam aturan itu terdapat pembatasan peredaran produk tembakau yang tentunya akan berdampak besar pada petani.

Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K Mudi mengungkap saat ini hasil produksi tembakau secara nasional, kuantitas maupun kualitas dalam kondisi baik. Saat ini lahan pertanian tembakau yang menyumbang 60% kebutuhan nasional adalah dari Jawa Timur.

"Sehingga tak dapat diabaikan bahwa tembakau sebagai komoditas perkebunan memiliki peran yang sangat signifikan dalam memastikan ketersediaaan rantai pasok kebutuhan tembakau nasional," terangnya kepada detikcom.

Untuk itu, petani meminta kepada pemerintah agar pasal-pasal terkait pertembakauan dalam RPP Kesehatan tidak akan berdampak pada nasib petani tembakau. Karena pertanian tembakau merupakan ladang penghasilannya.

"Kami petani tembakau, meminta perlindungan Pemerintah agar pasal-pasal terkait pertembakauan dalam RPP Kesehatan tidak menghancurkan hidup petani tembakau," jelasnya.

Kemudian, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan Samukrah mengungkap khususnya di Pamekasan, Madura, Jawa Timur panen tembakau yang berlangsung dari bulan Agustus sampai Oktober 2023 berjalan dengan lancar dengan produktivitas, kualitas dan harga tembakau yang baik.

"Saat ini, luas areal tanaman tembakau di Kabupaten Pamekasan yang tersebar di 13 kecamatan mencapai sekitar 40 ribu hektar. Adapun eksistensi tembakau Madura yang menyumbang 60% dari total hasil tembakau Jawa Timur," jelasnya.

Namun demikian, petani tembakau di Madura sangat menyayangkan Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan RPP Kesehatan, yang bagiannya ada Pengaturan Zat Adiktif atau tembakau dan produk tembakau. Ia menyebut, salah satu aturan yang disayangkan salah satunya petani tembakau yang didorong menanam komoditas lain

"Bahkan di dalam Pasal 457 RPP Kesehatan, Mentan diamanahkan agar mendorong petani tembakau agar mengganti tanaman, sungguh sangat menyakiti hati kami," tuturnya.

Menurutnya, dorongan petani tembakau untuk menanam tanaman lain juga pernah dilakukan, tetapi tidak berhasil.

"Sekarang juga mau digaungkan lagi. Harusnya yang perlu dibereskan adalah hal-hal yang berkaitan dengan mendorong produktivitas dan kemandirian petani," jelasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), I Ketut Budhyman Mudara mengatakan ada 2,5 juta petani tembakau dan 1 juta petani cengkeh yang menggantungkan hidupnya pada perkebunan tersebut. Jika RPP Kesehatan diterapkan, petani akan kehilangan sumber pendapatannya.

"Jika aturan produk tembakau di RPP Kesehatan disahkan, maka akan berdampak pada kelangsungan hidup para petani yang sudah turun temurun melakukan kegiatan bertani tersebut," kata dia kepada detikcom, Kamis (16/11/2023). Dia tak bisa membayangkan jika aturan itu berlaku bagaimana nasib petani, apa lagi sentra perkebunan tembakau dan cengkeh ada di 10 provinsi.

Tanggapan Pelaku Ekonomi Digital

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengungkapkan pasal-pasal aturan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan dinilai akan berdampak negatif bagi pelaku perdagangan berbasis digital atau online. Meskipun tergolong pihak terdampak, para pelaku ekonomi digital ini mengaku belum pernah dilibatkan dalam perumusan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan tersebut.

"Terkait (pasal tembakau) RPP Kesehatan, sampai saat ini belum ada diskusi antara Asosiasi E-Commerce Indonesia dengan pemerintah," ucap Bima.

Padahal, sosialisasi atas berbagai larangan di pasal tembakau tersebut sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri di ekonomi digital. Sebab, secara umum, sejumlah pasal soal tembakau yang memuat larangan promosi, iklan, penjualan, dan lainnya dalam RPP Kesehatan diyakini akan mempengaruhi transaksi.

Dalam pasal 441 RPP Kesehatan, misalnya berbunyi tentang larangan penjualan produk tembakau dengan memajang produk tembakau, secara eceran satuan per batang, serta larangan menjual menggunakan jasa situs atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial. Kemudian pasal 449 memuat larangan mengiklankan produk tembakau di media luar ruang, situs, dan/atau aplikasi elektronik komersial, media sosial, dan tempat penjualan produk tembakau.

Pihaknya menyayangkan tidak ada pelibatan sama sekali meskipun akan sangat terdampak dari pasal tembakau di RPP Kesehatan ini. Hal ini berhubungan dengan efektivitas regulasi sehingga bisa diketahui apakah bisa dijalankan atau tidak. Di samping itu, selama ini pelaku industri digital seperti anggota idEA patuh pada aturan yang berlaku. "Pada dasarnya idEA dan semua anggota selalu patuh kepada peraturan yang berlaku. Kami yakin produk tembakau dan komunikasi terkait yang ada di platform-platform digital anggota idEA sudah dipastikan kepatuhan pada peraturan-peraturan yang berlaku," ujar Bima.

Sebelumnya, Sekretariat Bersama Asosiasi Bidang Jasa, Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran juga mempersoalkan hal ini karena tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan pasal tembakau di RPP Kesehatan. Padahal, isi pasal tembakau tersebut akan berdampak buruk terhadap industri yang mereka geluti.

Oleh karena itu, mereka melayangkan surat resmi sebagai bentuk protes yang dikirimkan kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Komisi I DPR RI. Dalam surat resmi yang ditandatangi Fabius Bernadi dari Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI) dan Dede Imam dari Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII) sebagai perwakilan dari industri ini menyatakan industri kreatif nasional tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan partisipasi publik bermakna terkait pasal tembakau di RPP Kesehatan.




(ada/kil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork