Pedagang-Petani Tembakau Tolak RPP Kesehatan: Awan Gelap Ekonomi

Pedagang-Petani Tembakau Tolak RPP Kesehatan: Awan Gelap Ekonomi

Danica Adhitiawarman - detikFinance
Rabu, 27 Des 2023 17:57 WIB
Ilustrasi Cengkih
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Petani, pedagang, buruh, hingga pengusaha kompak menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan terkait produk tembakau dan rokok elektrik. Aturan ini merupakan turunan Undang-undang (UU) No.17/2023 tentang Kesehatan.

Sejumlah substansi utama yang akan diatur RPP itu di antaranya produksi dan impor produk tembakau dan rokok elektrik, pengendalian dan pelarangan, ketentuan serta larangan iklan dan sponsorship, serta sejumlah aturan terkait penjualan produk tembakau dan rokok elektrik.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji merasa pihaknya tidak dilibatkan dalam penyusunan RPP Kesehatan. Ia menilai pemerintah seolah-olah memaksakan untuk menerbitkan PP Kesehatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi petani, RPP Kesehatan ini adalah awan gelap atau gelombang mematikan ekonomi pertembakauan. Dan, selama penyusunan RPP ini petani sangat minim diminta masukan. RPP ini seolah dipaksakan agar disetujui semua unsur," ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (27/12/2023).

Agus menyampaikan selama hampir dua tahun, pihaknya sudah mencoba mengirim surat ke pemerintah untuk meminta RPP tidak dilanjutkan. Menurutnya, larangan dan pengetatan iklan rokok memang akan berdampak langsung ke perusahaan terkait.

ADVERTISEMENT

"Tapi kalau industri hilirnya macet akibat regulasi ini, dampak negatifnya nanti hasil panen kami juga akan macet, tidak dibeli. Kalau tidak terserap, petani tembakau akan lemah dan hancur," jelasnya.

"Selama 7 tahun ini, kami sudah terkena dampak akibat pengaturan-pengaturan di industri tembakau kretek. Kalau RPP ini tetap dipaksakan, secara otomatis kami akan bergerak menuntut keadilan ke pemerintah. Karena begitu teganya pemerintah ingin memberangus kami. Padahal kami juga adalah warga legal, bagian dari Bhinneka Tunggal Ika," imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Ketut Budiman menyatakan jutaan petani cengkih dan keluarganya akan terkena dampak dari RPP Kesehatan jika disahkan.

"Mereka bergantung pada pabrik rokok kretek, kan kalau cengkih ini untuk rokok kretek, ini bisa terdampak. RPP kesehatan ini sangat tidak bersahabat terhadap ekosistem pertembakauan, jelas kami menolak dengan tegas," katanya.

"Cengkih 95% end user-nya adalah pabrik rokok kretek. Turunnya industri rokok kretek tentu serapan cengkehnya juga akan berkurang, akan terjadi oversupply akan berdampak turunnya harga, sudah tentu merugikan petani cengkeh kita," paparnya.

Di sisi lain, Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) DKI Jakarta Kusworo juga menolak rencana pemerintah soal RPP Kesehatan.

"Kami sangat menolak (RPP Kesehatan) karena pasti akan berdampak ke sektor-sektor, terutama petani tembakau. Intinya, terkait RPP ini, kami sangat konsen (concerned) dengan RPP yang sedang digodok. Tentunya akan memberi perlawanan terkait RPP," katanya.

"Karena bukan hanya satu sektor saja. Kalau ngomongin tembakau itu dari hulu hingga hilir, dari petani sampai dengan sales-nya, sampai dengan transportasinya, buruh pabriknya apalagi. Jadi dampaknya ini sangat domino apabila memang RPP ini akan diterapkan di kemudian hari," tuturnya.

Terpisah, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes Benget Saragih beberapa waktu lalu membahas proses pembuatan pasal.

"Dalam membuat pasal demi pasal kita minta masukan dari yang pro dan yang kontra, kita lihat dari sisi ekonomi, jangan sampai juga petani kolaps, industri kolaps. Ini dilihat pimpinan kami," ungkapnya.

Simak juga Video 'Ganjar Dorong Jateng Jadi Pusat Tembakau Dunia, Singgung Hilirisasi':

[Gambas:Video 20detik]



Sementara itu, RPP ini juga akan melarang penjualan rokok secara eceran. Hal tersebut mengundang reaksi keras dari pedagang. Menurut Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan, larangan ini akan menekan pendapatan pedagang warung atau kios kaki lima.

"Rokok eceran itu dijual oleh anggota kita pedagang kaki lima di sekitar pasar atau pun di wilayah lain. Jika rokok eceran dibatasi, maka membatasi pula ruang jualan bagi pedagang anggota kami. Rokok eceran masih jadi sumber pendapatan bagi pedagang kaki lima atau toko kelontong. Kalau dibatasi, berarti pendapatannya berkurang," terangnya.

Di samping itu, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto menyebutkan pengetatan jam tayang iklan rokok, larangan iklan rokok di media luar ruang atau billboard, larangan di media sosial, hingga larangan sponsorship akan mempersulit perusahaan jasa periklanan.

"Ini akan jadi tantangan. Dari segi media digital, iklan di media digital justru lebih memiliki kemampuan mengatur target jangkauannya. Lalu iklan hanya boleh di jam-jam yang kita sebut jam hantu, nggak ada lagi yang lihat. Ini yang berat," jelasnya.

"Lalu larangan iklan billboard, bisa dibayangkan efeknya akan berdampak ke ribuan orang. Begitu juga dengan iklan langsung di event-event. Multiplier effects-nya banyak. Ini concern yang kita coba sampaikan ke pemerintah. Apalagi kita tak pernah dilibatkan langsung dalam penyusunan draf ini," tuturnya.

Dari perwakilan industri, Ketua Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menambahkan RPP Kesehatan menciptakan kondisi tak nyaman. Sebab, satu aturan mengatur soal kesehatan, obat, dokter, juga rokok sampai cukai.

"Kami harap kluster zat adiktif terpisah dari RPP keseluruhan seperti 109/2012 tersendiri. Itu rasanya paling tepat karena ada petani, buruh di situ. Jadi treatment beda," harapnya.

Lihat juga Video 'Sederet Kasus Terheboh di Dunia Kesehatan Sepanjang 2023':

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads